Fiqh Berjabat Tangan

عَنْ سَلْمَانِ الْفَارِسِيِّ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:"إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ بِيَدِهِ تَحَاتَّتْ عَنْهُمَا ذُنُوبُهُمَا، كَمَا تَتَحَاتُ الْوَرَقُ مِنَ الشَّجَرَةِ الْيَابِسَةِ فِي يَوْمِ رِيحٍ عَاصِفٍ، وَإِلا غُفِرَ لَهُمَا، وَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُهُمَا مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ" - رواه الطبراني
Dari Salman Al-Farisy ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu dengan saudaranya sesama muslim kemudian keduanya berjabat tangan, maka akan gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun kering di hari angin bertiup kencang. Ataupun jika tidak, maka dosa-dosa keduanya akan diampuni walaupun seumpama sebanyak buih di lautan.” (HR. Turmudzi, Abu Daud & Ibnu Majah)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa hadits di atas merupakan hadits riwayat Al-Imam At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, Jilid 2 hal. 70. Juga dalam Al-Mu’jam Al-Shagir, Jilid 3, hal 354 Bab Man Laqia Akhahu Al-Muslim Bima Yuhibbu… Dalam Al-Jami’ Al-Ahadits dikemukakan bahwa menurut Imam Al-Mundziri hadits ini sanadnya Hasan. Dan menurut Imam Al-Haitsami hadits ini rijal (perawinya) shahih, bahkan tsiqah. Selain diriwayatkan oleh Imam Thabrani, hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, kesemuanya dari Salman Al-Farisy. Semantara hadits-hadits sejenis yang menguatkan hadits di atas yang secara makna hampir sama diriwayatkan oleh Imam At-Turmudzi, Imam Abu Daud & Imam Ahmad bin Hambal dari Al-Barra’ bin Azib ra.

2. Bahwa berjabat tangan merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan ketika seorang muslim bertemu dengan saudaranya sesama muslim. Banyak riwayat yang menggambarkan bahwa Rasulullah SAW senantiasa berjabat tangan dengan para sahabatnya. Diantaranya adalah riwayat Imam Ahmad bin Hambal dengan sanadnya dari Abu Dzar Al-Ghifari bahwasanya Rasulullah SAW senantiasa menjabat tangannya setiap kali bertemu. Dalam riwayat lain di Shahih Bukhari dari Abdullah bin Hisyam ra, beliau mengatakan, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau memegang tangan Umar bin Al Khattab ra.” Berjabat tangan juga menjadi sunnah para sahabat, sebagaimana digambarkan dalam riwayat berikut :
عَنْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ - رواه البخاري
Dari Qatadah ra, aku berkata kepada Anas bin Malik, “Apakah berjabat tangan selalu dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah SAW?” Anas menjawab, “Ya”. (HR. Bukhari)

3. Secara definisi, berjabat tangan adalah menggenggam atau meletakkan tangan orang lain di tangan kita. Al Hattab (ulama madzhab Malikiyah) mengatakan: “Para ulama kami (Malikiyah) mengatakan, “Jabat tangan artinya meletakkan telapak tangan pada telapak tangan orang lain dan ditahan beberapa saat, selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan salam.” (Hasyiyah Al Adzkar An Nawawi oleh Ali Asy Syariji, hal. 426). Ibn Hajar mengatakan, “Jabat tangan adalah melekatkan telapak tangan pada telapak tangan yang lain.” (Fathul Bari, 11/54). (Dari ; muslimah.or.id)

4. Bahwa berjabat tangan selain merupakan sunnah Rasulullah SAW dan para sahabat, juga memiliki keutamaan tersendiri yaitu akan mendapatkan ampunan dari dosa. Hal ini sebagaimana makna yang terkandung dalam riwayat di atas, bahwa seorang muslim apabila bertemu dengan saudaranya sesama muslim kemudian mereka berjabat tangan, maka akan berguguranlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya daun-daun kering di hari angin bertiup dengan kencang. Artinya adalah bahwa berjabat tangan yang dilandasi dengan niat tulus dan ikhlas, didasari dengan rasa ukhuwah Islamiyah dan bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT akan menjadi penggugur atas dosa-dosa. Namun ulama menggaris bawahi, bahwa yang dimaksud menggugurkan dosa adalah dosa-dosa kecil (shaga’ir). Adapun dosa-dosa besar, hanya bisa dihapuskan dengan taubatannashuha. Menguatkan makna tersebut, hadits riwayat Abu Daud berikut :
عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا - رواه أبو داود
Dari Al-Barra’ bin Azib ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah dua orang muslim yang saling bertemu kemudian mereka saling berjabat tangan, melainkan Allah SWT akan mengampuni dosa keduanya sebelum keduanya berpisah.” (HR. Abu Daud)

5. Oleh karenanya hendaknya setiap kita membiasakan diri untuk selalu berjabat tangan apabila bertemu dengan sesama muslim. Misalnya ketika tiba di kantor dan bertemu dengan sesama karyawan atau dengan orang-orang yang kita kenal baik maka hendaknya diawali dengan mengucapkan salam lalu disertai dengan berjabat tangan. Demikian juga ketika pulang ke rumah dan bertemu dengan para tetangga, kenalan atau bertemu dengan sesama jamaah di masjid hendaknya di awali dengan salam dan berjabat tangan. Karena selain akan menggugurkan dosa-dosa kita, berjabat tangan juga memiliki sisi positif tersendiri bagi setiap muslim yang melakukannya. Diantara sisi positif berjabat tangan adalah akan semakin “meng-eratkan” ukhuwah Islamiyah diantara sesama muslim, akan menghilangkan rasa “al-ghil” (baca : perasaan tidak suka), dan juga akan menumbuhkan rasa kebersamaan terhadap sesama muslim.

6. Berjabat tangan juga merupakan salah satu ciri orang yang memiliki kelembutan hati. Orang yang berhati lembut, insya Allah akan senantiasa membiasakan diri untuk berjabat tangan dengan sesamanya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Ketika penduduk Yaman datang, Rasulullah SAW bersabda: ‘Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik ra berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad). Selain itu, dengan berjabat tangan juga akan memberikan pengaruh yang positif lainnya, yaitu akan menghilangkan permusuhan dan kedengkian di dalam hati. Dalam hadits riwayat Imam Malik disebutkan :
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مُسْلِمٍ عَبْدِ اللَّهِ الْخُرَاسَانِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ الشَّحْنَاءُ - رواه مالك
Dari Atha’ bin Muslim Abdullah Al-Khurasani ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,“Berjabat tanganlah, karena berjabat tangan akan menghilangkan kedengkian. Saling memberi hadiahlah, karena saling memberi hadiah akan menumbuhkan rasa saling cinta serta menghilangkan permusuhan.” (HR. Imam Malik)

7. Namun yang perlu digaris bawahi adalah bahwa hendaknya berjabat tangan dilakukan ketika setelah terlebih dahulu diawali dengan mengucapkan salam. Jangan sampai dengan alasan berjabat tangan, kemudian kita melupakan untuk saling mengucapkan salam antara sesama muslim. Karena mengucapkan salam juga memiliki keutamaan tersendiri, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ - رواه مسلم
Dari Abu Hurairah ra banwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beritahu dengan sesuatu yang apabila kalian lakukan kalian akan saling mencintai? (yaitu) sebarkanlan (ucapkanlah) salam diantara kalian.” (HR. Muslim)

8. Bahwa dalam berjabat tangan terdapat ketentuan dan etika yang perlu diperhatikan antara sesama muslim. Diantaranya adalah
a. Tidak berjabat tangan dengan lawan jenis. Karena Rasulullah SAW seumur hidupnya tidak pernah berjabat tangan dengan wanita kecuali yang terhadap wanita yang menjadi mahramnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا - رواه البخاري
Dari Aisyah ra berkata bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh tangan seorang wanitapun, kecuali wanita yang menjadi istrinya.” (HR. Bukhari)
Bahkan dalam riwayat lainnya disebutkan, dari Ma’qil bin Yasar ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu adalah lebih baik bagi dirinya dari pada dia menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.” (HR. At Tabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir).

b. Berusaha untuk memulai berjabat tangan terlebih dahulu ketika saling bertemu dengan sesama muslim. Karena hal ini merupakan kebiasaan Rasulullah SAW dimana beliau merupakan orang yang selalu terlebih dahulu memulai berjabat tangan, sebagaimana dikemukan oleh Syekh Abdullah Nasih Ulwan dalam Hatta Ya’lamas Syabab.

c. Tidak menarik tangan dari berjabat tangan sebelum saudara kita sesama muslim menarik tangannya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَقْبَلَهُ الرَّجُلُ فَصَافَحَهُ لَا يَنْزِعُ يَدَهُ مِنْ يَدِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ يَنْزِعُ وَلَا يَصْرِفُ وَجْهَهُ عَنْ وَجْهِهِ حَتَّى يَكُونَ الرَّجُلُ هُوَ الَّذِي يَصْرِفُهُ ... (رواه الترمذي)
Dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah SAW apabila bertemu dengan seseorang beliau menjabat tangannya dan tidak menarik tangan beliau sebelum orang tersebut menarik tangannya. Beliau juga tidak mengalihkan wajahnya dari wajah orang tersebut hingga orang tersebut yang mengalihkan wajahnya…” (HR. Turmudzi)

9. Para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan mencium tangan ketika berjabat tangan. Jumhur ulama memperbolehkannya, namun Imam Malik melarangnya. Terhadap masalah ini Al-Imam An-Nawawi berpendapat, “Mencium tangan seseorang karena sifat kezuhudannya, kesalehannya, amalnya, mulianya, sikapnya dalam menjaga diri dari dosa, atau sifat keagamaan yang lainnya adalah satu hal yang tidak makruh. Bahkan dianjurkan. Akan tetapi jika mencium tangan karena kayanya, kekuatannya, atau kedudukan dunianya adalah satu hal yang makruh dan sangat di benci. Bahkan Abu Sa’id Al Mutawalli mengatakan: “Tidak boleh” (Fathul Bari, Al Hafizh Ibn Hajar 11/57). Para ulama yang lain memberikan beberapa catatan dalam berjabat tangan, diantaranya adalah sebagai berikut :
  • a. Hendaknya tidak sampai menimbulkan sikap “mengagungkan”, terlebih-lebih mengkultuskan orang yang dicium tangannya.
  • b. Hendaknya juga tidak menimbulkan sikap merendahkan diri kita di hadapan orang yang dicium tangannya.
  • c. Ketika menciumnya, hendaknya karena kemuliaan, keshalehan, keilmuan dan kedudukan dalam agama dan bukan karena dunianya.
  • d. Dalam mencium tangan, hendaknya tidak dijadikan kebiasaan karena dikhawatirkan akan menjadi seperti satu keharusan untuk dilakukan.
  • e. Orang yang dicium tidak menjulurkan tangannya kepada orang yang mencium.
10. Bahwa secara ilmiah, terdapat penemuan yang memotivasi (walaupun jangan pula dijadikan sebagai standar) untuk berjabat tangan. Berikut adalah kutipannya, “Berjabat tangan biasa dilakukan orang saat bersilaturahmi, bertemu rekan kerja atau selesai melakukan wawancara. Ternyata jabat tangan juga bisa menjadi petunjuk seseorang berumur panjang atau tidak. Para ilmuwan dari University College London menuturkan bahwa kekuatan saat orang berjabat tangan bisa menjadi petunjuk berapa lama seseorang akan hidup atau usia seseorang. Peneliti mencocokkan keseimbangan orangtua, kekuatan cengkeraman dan kemampuan untuk bangun dari kursi terhadap risiko kematian dini. Seseorang yang dapat melakukan dengan baik, kemungkinan bisa hidup lebih lama. Hasil penelitian ini dilaporkan dalam British Medical Journal (BMJ). Dari http://dhiea.student.umm.ac.id/2011/09/22/

11. Bahwa berjabat tangan merupakan bentuk penghormatan yang paling mulia. Dan kita diperintahkan untuk memberikan penghormatan kepada sesama muslim, bahkan kita juga dianjurkan untuk membalas penghormatan dengan cara yang lebih baik dari penghormatan yang dilakukan oleh saudara kita. Bila saudara kita mengucapkan salam, maka hendaknya kita balas dengan salam serupa atau yang lebih baik (lebih sempurna) dari salamnya, dan jika ia menjabat tangan kita, maka hendaknya kita membalasnya dengan jabatan tangan yang lebih erat dan lebih hangat kepadanya. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ تَمَامِ التَّحِيَّةِ الْأَخْذُ بِالْيَدِ - رواه الترمذي
Dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Diantara bentuk penghormatan yang paling sempurna adalah berjabat tangan.” (HR. Turmudzi)

Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

0 Comments:

Post a Comment