Rehad 164. Pemimpin Yang Membenci dan Dibenci Umat

Rehad (Renungan Hadits) 164
Pemimpin Yang Membenci dan Dibenci Umat

عَنْ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ خَلَا بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي كَمَا اسْتَعْمَلْتَ فُلَانًا؟ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ (رواه مسلم)
Dari Usaid bin Khudlair ra, bahwa seorang laki-laki Anshar menemui Rasulullah Saw seraya berkata, "Tidakkah anda mengangkatku sebagaimana anda mengangkat fulan (sebagai amir)?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya sepeninggalanku kelak, kamu akan menjumpai (penguasa) yang mementingkan diri sendiri. Maka sabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga." (HR. Muslim, hadits no. 3432)

Hikmah Hadits :
1. Bahwa ambisi terhadap jabatan demi kepentingan diri sendiri adalah tercela. Terlebih dengan bentuk datang kepada orang yang berpengaruh, lalu "meminta" untuk diberikan jabatan dan kedudukan, senagaimana digambarkan dalam hadits di atas. Berkeinginan terhadap suatu jabatan akan menjadi mulia ketika jabatan dan kedudukan tersebut digunakan dalam rangka ibadah kepada Allah Swt, dakwah di jalan Allah, memberikan perlindungan bagi umat dan atau untuk memberikan kemaslahatan yang lebih luas bagi masyarakat.
2. Bahwa fenomena akan munculnya kepemimpinan yang hanya mementingkan diri sendiri dan atau mementingkan kelompoknya, serta tidak punya keberpihakan sama sekali terhadap umat, adalah hal yang telah disampaikan oleh Nabi Saw akan terjadi sejak 14 abad yang silam. Alih-alih melundungi dan mengayomi umat, bahkan mereka pun tega untuk berkhianat terhadap umat dan negrinya. Menjual dan menggadaikan negrinya demi keuntungan dan kepentingan diri pribadi dan atau kelompoknya saja. Inilah hal yang disabdakan Nabi Saw sejak berabad silam, dan rasanya sekarang ini kita berada di zaman tersebut.
3. Dalam riwayat lainnya Nabi Saw bersabda, Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." (HR. Muslim, hadits no 3447). Benar2 hadits ini menggambarkan kondisi kepemimpinan dewasa ini;  pemimpin yang membenci umat, mencaci umat, menfitnah umat, mengutuk umat dan umat Islam pun membencinya dan mengutuknya.
4. Maka pemimpin seperti ini harus dihadapi dengan sabar. Dan sabar dalam monteks ini maknanya adalah dengan mengatakan yang haq adalah haq, dan yang bathil adalah bathil. Karena sebaik2 jihad adalah perkataan yang haq dihadapan penguasa yang dzalim, sebagaimana sabda Nabi Saw, Sesungguhnya jihad yang paling agung adalah ungkapan yang adil (benar) yang disampaikan di hadapan penguasa yang zhalim." (HR. Tirmidzi no 2100, Abu Daud no 3781, Nasa'i no 4138, Ibnu Majah 4001, Imam Ahmad no 18076). Dan siapa yang konsisten dengan hal tersebut, maka Nabi Saw menjanjikan sebuah pahala yang besar, yaitu "haudh". Haudh adalah sebuah telaga di dalam surga, yang siapapun meminum air darinya maka ia tidak pernah merasakan dahaga selamanya...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 163
Jabatan, Antara Ambisi Pribadi dan Sebuah Amanah

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَل،َّ وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, "Saya dan dua orang anak pamanku menemui Nabi Saw, salah seorang dari keduanya lalu berkata, "Wahai Rasulullah, angkatlah (jadikanlah) kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah Azza Wa Jalla kepadamu." Dan seorang lagi mengucapkan ungkapan yang sama, maka beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang berambisi terhadapnya." (HR. Muslim, hadits no. 3402)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa jabatan pada hakekatnya merupakan  amanah dari Allah Swt yang dipikulkan ke atas pundak hamba-hamba-Nya. Dan bahwasanya setiap jabatan dan kedudukan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Oleh karena itulah, ketika ada sahabat yang datang untuk meminta jabatan sebagai amir wilayah (kepala daerah), maka Nabi Saw justru tidak memberikannya kepada sahabat teraebut. Bahkan dalam hadits lainnya Nabi Saw berkata kepada Abu Dzar, "...bahwasanya jabatan itu adalah amanah, dan kelak di akhirat akan menjadi kehinaan dan pengesalan di hari kemudian." (HR. Muslim, no 2404).
2. Namun hal ini bukan berarti bahwa seorang muslim dilarang untuk mengejar jabatan dan kedudukan. Jika ada kemaslahatan bagi umat dengan jabatan tersebut, yang apabila dipegang oleh orang lain maka justru akan menimbulkan mudharat besar bagi umat, maka jabatan bahkan bisa jadi menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam. Misalnya saja dalam konteks kepemimpinan di ibukota Jakarta sebagaimana yang terjadi saat ini, yang memang kenyataannya banyak sekali menimbulkan kemudharatan bagi umat Islam, bangsa dan negara. Maka "meraih" jabatan dan kedudukan dari pemimpin penista agana dan sewenang2 serta berbuat dzalim adalah menjadi fardhu kifayah bagi kaum muslimin di Indonesia khususnya di Ibukota DKI Jakarta.
3. Dikisahkan dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Yusuf as pun pernah meminta jabatan dalam rangka untuk perbaikan Negri yang ketika itu belum ada yang mampu untuk menanggulanginya selain beliau. Karena negri Mesir ketika itu berpotensi mengalami kebangkrutan lantaran akan ada kemarau panjang yang menjadikam seluruh sawah dan ladang mereka tdk bisa menghasilkan. Al-Qur'an mengisahkan, "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. 12 : 55) Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa motivasi dari jabatan tersebut bukanlah ambisi pribadi, melainkan dalam rangka dakwah dan islah. Itupun ada 2 syarat untuk dapat "mengajukan diri" sebagai calon pemimpin sebagaimana dalam kisah Nabi Yusuf as (QS. 12 : 55) yaitu pandai menjaga (amanah) dan berpengetahuan (profesional).
4. Mudah2an Allah Swt akan memberikan anugrah kepada kita khususnya warga di DKI Jakarta seorang pemimpin yang shaleh, ramah, adil, amanah dan profesional serta memiliki keberpihakan yang kuat kepada umat. Sehingga insya Allah DKI Jakarta kelak di 2017 akan menjadi sebuah kawasan sebagaimana kawasan masyarakat Madani, yaitu kawasan yang "Maju Kotanya & Bahagia Warganya". Amiiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A'lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 162
Dan Doa Untuk Mendapatkan Kemenangan Adalah Bagian Dari Kemenangan Itu Sendiri

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْأَحْزَاب،ِ فَقَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اهْزِمْ الْأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Abu Aufa ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw mendo'akan kehancuran bagi pasukan Ahzab (pasukan gabungan para musuh Islam diantaranya; kafir Quriasy, kaum munafikin, Yahudi, dan para sekutunya), beliau berdoa, "Ya Allah, Dzat yang menurunkan kitab, Dzat yang cepat dalam membuat perhitungan, hancurkanlah pasukan Ahzab. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan cerai-beraikanlah mereka." (HR. Muslim, hadits no 3277)

Hikmah Hadits ;
1. Doa merupakan implementasi dari sebuah visi besar yang terdapat di dalam diri pribadi setiap orang yang beriman. Karena doa adalah refleksi dari luapan harapan yang membuncah yang tercetus dari dalam relung hati yang paling dalam guna meneguhkan langkah, cita, asa dan tujuan sebagai tumpuan dari sebuah harapan. Maka doa juga bisa menjadi tolak ukur obsesi seseorang dalam kehidupan, terkait arah mana yang akan ia tuju dan ke dermaga mana akan ia tambatkan.
2. Maka Nabi Saw mencontohkan bagaimana seharusnya setiap muslim menggantungkan obsesinya, yaitu "li takuna kalamatullahi hiyal 'ulya (untuk mengagungkan dan memuliakan serta memenangkan panji Allah Swt)." Karena obsesi termulia bagi setiap muslim adalah obsesi agar dakwah Islamiyah selalu tersebar ke seluruh penjuru dunia. Terlebih, dengan doa akan semakin memantapkan hati, menenangkan jiwa dan menentramkan raga, yang oleh karenanya akan menjadi faktor penunjang utama dalam kemenangan dalam sebuah perjuangan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa doa menjadi bagian dari kemenangan itu sendiri.
3. Doa yang dilantunkan Nabi Saw sebagaimana dalam riwayat hadits di atas, adalah doa yang beliau lantunkan dalam peristiwa perang Ahzab, yaitu perang yang terjadi di tahun ke 5 H. Dimana kaum Kafir Quraisy menghimpun kekuatan2 besar dengan para suku2 besar lainnya, diantaranya dengan suku Bani Ghathafan, Bani Asad, Bani Sulaim, dan juga dimotori oleh kaum Yahudi Bani Qunaiqa', Bani Nadhir, dsb. Dan pada akhirnya hampir semua kekuatan di luar kekuatan Islam, berhimpun menjadi satu membentuk sebuah pasukan yang sangat besar yang secara keseluruhan berjumlah lebih dari 10.000 pasukan yang siap untuk mengepung, menyerang dan menghancurkan kekuatan Islam. Oleh karena itulah gabungan pasukan tsb disebut dengan ahzab yang berarti kelompok2 atau golongan2 yg besar.
4. Menghadapi pasukan yg sangat besar akan menyerang kota Madinah, tentu secara manusiawi membuat sebagian kaum muslimin menjadi takut dan khawatir, yang kemudian Nabi Saw mengambil usulan Salman Al-Farisi untuk membuat parit (Khandak), sabagai ikhtiar yang dilakukan guna menahan serangan pasukan besar tersebut, dengan tentu disertai doa dan permohonan kepada Allah Swt yang dimunajatkan dengan setulus hati dan seikhlas jiwa. Dan dengan izin Allah Swt, pasukan ahzab yang besar tersebut menjadi kocar kacir dengan angin kencang yg memporakporandakan mereka dan hati mereka menjadi takut dengan para malaikat yg Allah kirimkan menghembuskan ketekutan di dalam hati mereka. Dan akhirnya merekapun kembali pulang dengan tangan hampa tanpa mendapatkan satu kemenangan pun. Itu semua adalah berkat ikhtiar dan doa yang dilantunkan dari lubuk hati yg paling dalam. Maka, jangan pernah meninggalan doa demi kejayaan dan kemuliaan agama Islam.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 161. Jatidir Orang-Orang Yang Beriman

Rehad (Renungan Hadits) 161
Jatidiri Orang-orang Yang Beriman

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُو،ِّ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengharap bertemu musuh, namun jika kalian bertemu mereka maka bersabarlah (teguhkan hati kalian)." (HR. Muslim hadits no 3275)

Hikmah Hadits ;
1. Pada hakekatnya, Islam adalah agama yang damai, sesuai dengan makna lughawi (makna secara bahasa) dari Al-Islam itu sendiri yaitu berasal dari kata as-salmu yang berarti damai. Artinya bahwa ajaran agama Islam akan membawa pada kedamaian dan ketentraman di hati para pemeluknya. Selain tentunya seorang muslim diharuskan untuk menjadi pribadi yang membawa kedamaian bagi orang lain, sebagaimana hadits Nabi Saw, "Seorang muslim adalah orang menjadikan orang lain selamat dari lisan dan perbuatannya." (HR. Muslim). Maka oleh karenanya setiap muslim harus menjadi "penentram" dan "pendamai" bagi orang lain.
2. Di sisi lain, setiap muslim juga merupakan seseorang yang mempunyai jati diri dan mrnjaga martabat dan kehormatannya berdasarkan keyakinan dan agamanya. Apabila kehormatan dan martabatnya diusik, tentu pasti akan menimbulkan reaksi, demi menjaga martabat dan kehormatan agamanya. Inilah uniknya kaum muslimin, yang diibaratkan seperti lebah; di satu sisi lebah tidak hinggap kecuali di tempat yang baik dan tidak menghasilkan kecuali hal-hal yang baik saja. Namun di sisi yang lain, lebah juga bersatu dan memiliki keberanian yang besar demi mempertahankan kehormatannya. Lebah akan bersatu padu, yang apabila pihak lain yg mengusiknya atau mengganggunya maka setiap lebah akan rela mengorbankan apa saja demi membela kehormatannya, bahkan mengorbankan ngawanya sekalipun.
3. Maka oleh karenanya umat Islam adalah umay yang tidak suka mencari-cari musuh, namun apabila ada musuh yang datang maka umat Islam siap menghadapinya bahkan sampai titik darah penghabisan. Nabi Saw pun berpesan demikian; melarang umat Islam untuk tidak mencari-cari musuh dan masalah, bahkan berharap bertemu musuh pun dilarang. Namun jika musuh datang dan menantang, maka Nabi Saw memerintahkan kita utk sabar yaitu tidak goyah dalam menghadapinya.
4. Menghadapi musuh Allah dan musuh umat Islam, tidaklah harus menggunakan senjata dan kekuatan. Kecuali apabila musuh menyerang dengan senjata dan kekuatan. Jika musuh datang melalui perang media, maka harus dihadapi juga dengan media, dengan politik, dengan ekonomi, dengan opini atau dengan berbagai wasilah lainnya yg dirasa efektif untuk menghadapinya. Tujuannya hanya satu, yaitu agar kalimat Allah menjadi kalimat yang Agung dan Mulia, yang cahaya Ilahi menjadi cahaya yang menerangi seluruh penjuru alam. Maka, siapkah kita menghadapi musuh Allah? Allah menantimu saudara...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 160
Dan Mendukung Kemungkaran Adalah Sebuah Kemungkaran

عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ قَالَ قُطِعَ عَلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ بَعْثٌ فَاكْتُتِبْتُ فِيهِ، فَلَقِيتُ عِكْرِمَةَ فَأَخْبَرْتُهُ فَنَهَانِي أَشَدَّ النَّهْي،ِ ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ أُنَاسًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا مَعَ الْمُشْرِكِينَ يُكَثِّرُونَ سَوَادَ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَأْتِي السَّهْمُ فَيُرْمَى فَيُصِيبُ أَحَدَهُمْ فَيَقْتُلُهُ أَوْ يَضْرِبُهُ فَيَقْتُلُه،ُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمْ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ... } (رواه البخاري)
Dari Abul aswad ra berkata 'Ada sekelompok tentara dibentuk untuk menyerang penduduk Madinah (kaum muslimin) dan namaku diikutsertakan dalam daftar. Selanjutnya aku bertemu 'Ikrimah dan kusampaikan nasibku tersebut. Lantas dia melarangku secara serius kemudian mengatakan, Ibnu Abbas mengabariku bahwa beberapa orang muslimin ikut serta pasukan kaum musyrikin sekedar untuk menambah jumlah pasukan demi melawan Rasulullah Saw. Lantas sebagian mereka terkena anak panah sehingga meninggal, dan sebagian mereka terkena luka senjata sehingga tewas. Maka Allah Swt menurunkan ayat sebagai jawaban nasib mereka; "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." QS. Annisa ; 97. (HR. Bukhari, hadits no. 6558)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan/kemungkaran) adalah dua hal yang tidak akan pernah bertemu dan menyatu selama-lamanya. Keduanya adalah bagaikan siang dan malam, atau ibarat utara dan selatan, atau juga seumpama cahaya (nur) dan kegelapan (dzulumat). Itulah sebabnya Allah Swt memisahkan sedemikan rupa antara keimanan dan kekufuran, bahwa keduanya adalah ibarat dua kutub yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
2. Bahwa baik al-haq maupun al-bathil, keduanya memiliki pendukung dan pasukan  yang siap membela dan memperjuangkannya. Bahkan terkadang rela untuk mengorbankan harta, jiwa dan nyawanya. Tentu bagi pejuang dan pasukan kebenaran, adalah sebuah kemuliaan jika turut berperan untuk eksisnya sebuah nilai kebenaran. Karena berarti ia telah menapaki jalan yang benar, yang insya Allah akan mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki nan abadi dalam mihrab cinta Ilahi. Namun sebaliknya, pejuang dan pasukan kebathilan, mereka akan hina dan nestapa, sengasara nan abadi selamanya, dalam murka dari Sang Maha Kuasa.
3. Maka, jangan pernah sekalipun turut serta dalam barisan "pasukan kedzaliman", yang berbuat ingkar dan menebar mungkar, berbuat onar menghantam wahyu demi mendapat tenar. Karena, setitik dukungan membela  mungkar, kendatipun hanya sekedar, adalah samudra murka dari Yang Maha Benar. Dan kemungkaran apa lagi yg lebih besar dibandingkan dengan menista, menginjak dan menghina Kitab Suci yang setiap ayat-ayat-Nya menjadi pijakan dalam kehidupan dan menjadi dasar. Mendukung dan membela para penista adalah kesengsaraan besar, yang akan mengantarkannya masuk ke dalam siksa api neraka yg berkobar, dan kelak ia akan menyesal berada di dalam jurang neraka yang paling dasar.
4. Tidakkah kita mengambil hikmah dari semut dan cicak di zaman Nabi Ibrahim as. Semut mendapat ridha dan kasih sayang dari Allah, lantaran ia mendukung Nabi Ibrahim as dan berusaha membawa air kendatipun sangat sedikit, guna memadamkan api yg sedang berkobar. Sebaliknya, cicak mendapat murka dan cerca serta menjadi terhina lantaran meniup api agar semakin berkobar. Tidak penting seberapa besar pengaruh air yg dibawa oleh semut, atau tiupan angin oleh cicak, namun yang terpenting adalah bahwa sikap kita akan menentukan posisi dan dimana kita berada kelak; surga atau neraka.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 159. Ketika Penguasa Mengkhianati Rakyatnya

Rehad (Renungan Hadits) 159
Ketika Penguasa Mengkhianati Rakyatnya

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ، أَلَا وَلَا غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa'id dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Di hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan membawa tanda (bendera) yang dikibarkannya tinggi-tinggi sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianatan yang lebih besar daripada pengkhianatan seorang penguasa terhadap rakyatnya." (HR. Muslim, hadits no. 3272)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa khianat merupakan salah satu sifat yang sangat buruk dan sangat dibenci oleh Allah Swt. Dalam QS.8 : 58 Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." Demikian juga dalam QS. 4 : 107, Allah Swt berfirman, "Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa."
2. Bahkan, khianat melekat erat menjadi sifat orang yang paling buruk di dunia, yaitu menjadi sifat dan karakter orang-orang munafik. Dan orang munafik merupakan orang yang paling pedih siksanya dan akan ditempatkan di dalam dasar neraka Jahanam yang paling dalam. Dalam hadits disebutkan, dari 'Abdullah bin 'Amru ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Empat hal bila keempatnya ada pada diri seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, yaitu jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari, jika diberi amanat dia khianat dan jika berseteru dia curang. Dan barangsiapa yang ada padanya salah satu sifat tersebut, maka berarti dia memiliki sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya." (HR. Bukhari, hadits no. 2942).
3. Bahkan bukan hanya itu, setiap pengkhianat kelak akan memiliki tanda yang dapat dilihat oleh semua orang pada Hari Kiamat, karena pengkhianatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di dunia. Baik pengkhianatan terhadap temannya, sahabatnya, keluarganya, organisasinya, jamaahnya, dsb. Kelak semua orang akan tahu dan akan mengenalinya sebagai pengkhianat, dari tanda berupa bendera yg Allah lekatkan pada dirinya dan ia tidak akan bisa melepaskan diri dari tanda tersebut.
4. Bahwa ternyata bentuk pengkhianatan yang paling buruk dan paling keji sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas adalah pengkhianatan seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Dan diantara bentuknya adalah curang dalam proses pemilihan, bohong dalam menginformasikan tingkat kesejahteraan, hanya membela kalangan elitis dan orang berduit, membuai rakyatnya dengan pencitraan semata, dsb. Maka pemimpin yg seperti ini selamanya tidak akan pernah mencium aroma surga. Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya'." (HR. Muslim, hadits no. 203).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

;;