Rehad (Renungan Hadits) 172
Dan Setiap Infak Di Jalan Allah, Akan Dilipagandakan Pahalanya Menjadi 700 Kali Lipatnya

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فَقَالَ هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّه،ِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُ مِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَة (رواه مسلم)
Dari Abu Mas'ud Al Anshari ra berkata, "Seorang laki-laki datang dengan menuntun seekor untanya yang telah diikat dengan tali kekangnya seraya berkata, "Unta ini saya infakkan di jalan Allah." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Pada hari kiamat kelak, kamu akan mendapatkan tujuh ratus unta beserta tali kekangnya. (HR. Muslim, hadits no. 3508)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa menginfakkan harta di jalan Allah Swt memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu bahwa setiap "sen" harta yang diinfakkan seseorang di jalam Allah Swt, maka akan diganti oleh Allah Swt kelak dengan 700 kali lipatnya. Hal ini sebagaimana riwayat di atas, yaitu ketika seorang sahabat datang kepada Rasulullah Saw dan menginfakkan unta untuk digunakan dalam rangka perjuangan di jalan Allah Swt, lalu Nabi Saw bersabda kepadanya bahwa Allah kelak di akhirat akan menggantinya dengan 700 ekor unta, lengkap dengan tali-tali kekangnya. Masya Allah... sungguh mulia ganjanran yang Allah Swt berikan kepada mereka yang berinfak di jalan Allah Swt.
2. Riwayat hadits di atas juga menguatkan keutamaan berinfak shadaqah sebagaimana yang Allah Swt firmankan dalam QS Al-Baqarah : 261, "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
3. Bahwa dalam bersedekah, meskipun terkesan seseorang mengeluarkan harta dan oleh karenanya hartanya menjadi berkurang, akan tetapi sesungguhnya dengan bersedekah harta seseorang tidak akan pernah berkurang, bahkan justru akan semakin berkah dan bertambah. Menjelaskan hal ini, Nabi Saw bersabda, "Sedekah itu tidak akan pernah mengurangi harta. Dan Tidaklah seseorang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, melainkan niscaya Allah akan mengangkat derajatnya." (HR. Muslim).
4. Bahwa sedekah (termasuk di dalamnya zakat, infak dan shadaqah) adalah merupakan salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi syariah. Apabila zakat infak dan shadaqah tumbuh dan berkembang dengan baik, maka insya Allah ekonomi syariah juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik, serta dengan sendirinya akan mengalahkan sistem ekonomi ribawi. Maka oleh karenanya membangun ekonomi syariah tidak bisa lepas dari membangun dan menumbuh kembangkan zakat infak dan shadaqah. Allah Swt berfirman, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah : 276).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 171. Ketika Hutang Menjadi Ganjalan

Rehad (Renungan Hadits) 171
Ketika Hutang Menjadi Ganjalan

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin 'Amru bin 'Ash ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Seorang yang mati syahid akan diampuni segala dosa-dosanya, kecuali hutang." (HR. Muslim, hadits no 3498)

Hikmah Hadits ;
1. Keutamaan orang yang meninggal dunia dalam keadaan syahid, yaitu meninggal dalam rangka membela dan memperjuangkan agama Allah Swt. Bahwa diantara keutamaannya adalah bahwa orang yang mati syahid akan diampuni seluruh dosa dan kesalahan-kesalahannya dan kelak akan dimasukkan ke dalan surga serta ditinggikan derajatnya di dalam surga, setinggi 100 derajat; dimana antara derajat satu dengan derajat lainnya adalah setinggi antara langit dan bumi. Itulah sebabnya, para salafuna shaleh sangat antusias dalam menggapai derajat sebagai syuhada'.
2. Namun yang perlu menjadi catatan penting bagi setiap kita adalah bahwa kendatipun semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni Allah Swt, ternyata ada satu hal yang tidak akan terhapus dan tidak akan diampuni oleh Allah Swt kendatipun ia meninggal dunia dalam keadaan mati syahid. Satu hal tersebut adalah "hutang". Karena hutang piutang adalah haqun adamiyun (hak antara sesama manusia) yang harus ditunaikan kepada pemberi hutang yang tidak akan pernah dihapuskan oleh Allah Swt kecuali jika si pemberi hutang mengikhlaskan dan membebaskannya dari hutang tersebut. Inilah bukti betapa kepemilikian harta seseorang sangat dihargai dalam Islam dan oleh karenanya tak seorang pun boleh mengambil dan atau merampasnya secara bathil.
3. Bahwa Nabi Saw "tidak mau" menshalatkan jenazah seorang sahabat yang masih memiliki hutang. Dalam riwayat disebutkan dari Salamah bin Al Akwa' ra bahwa Nabi Saw dihadirkan kepada Beliau satu jenazah agar dishalatkan. Maka Beliau bertanya: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka berkata: "Tidak". Maka Beliau menshalatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, maka Beliau bertanya kembali: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Shalatilah saudaramu ini". Berkata, Abu Qatadah: "Biar nanti aku yang menanggung hutangnya". Maka Beliau Saw menshalatkan jenazah itu. (HR. Bukhari, hadits no 2131)
4. Ada doa yang diajarkan Nabi Saw agar kita terhindar dari lilitan hutang. Doa tersebut adalah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegundahan dan kesedihan dan aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan dan aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan bakhil dan aku berlindung kepadaMu dari terlilit hutang dan pemaksaan dari orang lain. (HR. Abu Daud)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 170
Ketika Keridhaan Mengantarkan Pada Kebahagiaan

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا سَعِيدٍ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّة،ُ فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ فَقَالَ أَعِدْهَا عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّه،ِ فَفَعَلَ ثُمَّ قَالَ وَأُخْرَى يُرْفَعُ بِهَا الْعَبْدُ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْض،ِ قَالَ وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّه؟ِ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda kepadanya: "Wahai Abu Sa'id, barangsiapa yang ridla Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad Saw sebagai Nabinya, maka ia pasti akan masuk surga." Abu Sa'id takjub serya berkata, "Wahai Rasulullah, sudikah anda mengulanginya lagi untukku?" Beliau pun mengulanginya, kemudian beliau melanjutkan. "Dan ada satu amalan yang dengannya seorang hamba akan diangkat derajatnya di surga sebanyak seratus derajat, antara derajat satu dengan derajat yang lain seperti jarak antara langit dan bumi." Abu Sa'id berkata, "Amalan apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah, Jihad di jalan Allah." (HR. Muslim, hadits no. 3496)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa prinsip dasar keimanan dalam Islam ada 3 hal, yaitu ; (1) Ridha Allah sebagai Rabnya, (2) Ridha Islam sebagai agamanya, dan (3) Ridha Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi utusan Allah Swt. Bahkan orang yang bisa menggapai hal tersebut, ia akan menjadi orang yang dapat merasakan manisnya iman. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw dalam riwayat lainnya, "Orang yang ridha dengan Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai agama serta Muhammad sebagai Rasul utusan Allah, maka dia akan merasakan manisnya iman." (HR. Muslim, no 49).
2. Orang yang dapat merasakan manisnya iman adalah orang yang sangat berbahagia dalam kehidupannya karena berarti ia telah mampu membuka tabir rahasia setiap sisi kehidupan yang dijalaninya. Baginya apapun yang menimpa adalah limpahan anugrah dari Yang Maha Kuasa. Bahkan bukan hanya itu saja, ia pun kelak berhak untuk dapat masuk ke dalam surga atas dasar "keridhaan" tersebut, sebagaimana dijelaskan Nabi Saw dalam hadits di atas.
3. Ridha adalah puncak keikhlasan dan menerima sepenuh hati atas apapun yang terjadi. Ridha kepada Allah berarti ia sepenuh hati menerima dengan senang hati segala apa yang Allah beri, disertai dgn positif thinking dalam menjalaninya. Demikian juga ridha terhadap Islam, yaitu rela, ikhlas dan senang hati terhadap apapun aturan dan syariat Allah Swt dalam ajaran agama Islam. Sedangkan ridha terhadap Rasulullah Saw berarti sepenuh hati mencintai beliau, mengamalkan sunnah2 beliau, membela kehormatan beliau, senantiasa gemar bershalawat untuk beliau serta mengajarkan ajaran2 beliau.
4. Jika prinsip dasar keimanan telah terpatri dalam hati, maka setiap hamba pasti menginginkan derajat yang lebih tinggi di sisi Allah Swt di akhirat nanti. Allah akan meninggikannya 100 derajat lebih tinggi, dimana antara satu derajat dengan derajat lainnya, tingginya seumpama langit dan bumi. Masya Allah, betapa mulianya derajat tersebut. Dan derajat itu bisa digapai dengan satu amalan yang sangat mulia. Amalan tersebut adalah jihad fi sabilillah, yaitu memperjuangkan agama Allah di jalan Allah Swt. Maka, sudahkan kita turut andil dalam memperjuangkan agama Allah? Ya Rabb, jadikanlah kami termasuk di dalamnya.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 169
Berpergian Di Jalan Allah Adalah Lebih Mulia Daripada Dunia & Segala Isinya

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَدْوَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ رَوْحَةٌ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا (رواه مسلم)
Dari Anas bin Malik ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Berpergian di jalan Allah, baik di pagi hari ataupun di sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya." (HR. Muslim, hadits no 3492)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pada hakekatnya setiap manusia diciptakan oleh Allah Swt adalah semata2 hanya untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an, "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku".(QS. Ad-Dzariyat : 56). Maka segala apapun yang kita lakukan, sudah seharusnya merefleksikan nilai2 ibadah kepada Allah, yang semakin hari harus menjadi sarana untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.
2. Dalam koteks setiap kita adalah seorang hamba, jikapun perlu untuk berpergian, maka berpergian pun haruslah dilakukan dalam rangka ketaatan dan atau untuk memperjuangkan agama Allah Swt, bukan untuk maksiat atau menjauhkan diri dari Allah Swt. Seperti perjalanan dalam rangka untuk ibadah, menuntut ilmu, birrul walidain, mengunjungi para ulama, terlebih perjalanan dalam rangka mengagungkan dan memuliakan kehormatan agama Islam, ketika ada orang orang atau kelompok yang menistakan agama Islam, menghina dan merendahkannya. Perjalanan seperti ini adalah merupakan perjalanan fi sabilillah.
3. Dan insya Allah, perjalanan yang seperti inilah yang kelak akan mendatangkan benefit yang sangat mulia di sisi Allah Swt yaitu "lebih baik dari dunia dan segala isinya". Masya Allah... dunia dengan segala isinya adalah idaman dan dambaan setiap manusia, dengan rumah megah nan luasnya, dengan kendaraan mewah nan nyamannya, dengan pendamping hidup yang cantik atau tampan yg mempesona, dengan emas, perhiasan dengan segala pernak perniknya, dengan uang yang melimpah yang selalu terus bertambah dan tidak pernah berkurang...dan dengan segala keindahan dan pesona dunia lainnya yang membuat mata terpana... Namun semua itu ternyata tidak ada apa2nya dibandingkan dengan "berpergian" di jalan Allah Swt dalam rangka memperjuangkan dan memuliakan agama Allah Swt.
4. Maka, hendaknya setiap kita memastikan bahwa setiap perjalanan yang dilakukannya adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt dan atau dalam tangka memperjuangkan agama Allah Swt. Karena dengan demikian berarti kita mendapatkan benefit yang luar biasa mulianya, yaitu balasan yang lebih baik dibandingkan dengan dunia dan segala isinya. Ya Rabb, izinkan kami mendapatkan kemuliaan tersebut...

Wallahu A'lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 168
Berkomitmen Untuk Membela Islam dan Mengerjakan Amal Kebaikan

عن مُجَاشِع بْن مَسْعُودٍ السُّلَمِيُّ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُبَايِعُهُ عَلَى الْهِجْرَة،ِ فَقَالَ إِنَّ الْهِجْرَةَ قَدْ مَضَتْ لِأَهْلِهَا، وَلَكِنْ عَلَى الْإِسْلَامِ وَالْجِهَادِ وَالْخَيْرِ (رواه مسلم)
Dari Mujasyi' bin Mas'ud As-Sulami ra berkata, "Aku pernah menemui Nabi Saw guna berbai'at kepadanya untuk berhijrah. Namun beliau bersabda: "Sesungguhnya hijrah telah berlalu, akan tetapi berbaiatlah (berkomitmenlah) untuk Islam, Jihad (memperjuangkan Islam) dan mengerjakan amal kebaikan." (HR. Muslim, hadits no. 3465)

Hikmah Hadits ;
1. Setiap manusia kelak akan dihisab dan ditimbang segala amal perbuatannya. Jika termasuk orang yang amal shalehnya banyak dan timbangan kebaikannya dominan maka ia akan beruntung mendapatkan keridhaan Allah Swt. Sebaliknya jika timbangan keburukannya yang dominan maka kelak ia akan merugi dan akan mendekam di lembah kenistaan di dalam neraka Jahannam. Allah Swt berfirman, "Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami". (QS. Al-A'raf ; 9 - 10).
2. Melakukan amal kebajikan haruslah memiliki komitmen dan janji (baca ; bai'at), agar konsistensi dan keistiqamahannya selalu terjaga dengan baik. Sebab dalam perjalanannya, akan banyak sekali aral melintang dalam memperjuangkan kebaikan dan amal shaleh; baik berupa godaan duniawi seperti godaan 5-TA (yaitu harTa, tahTa, waniTa, kaTa dan cinTa) maupun halangan dari pihak luar berupa ancaman, intimidasi dan penganiayaan. Namun dengan komitmen yang kuat, lalu dibingkai dengan ukhuwah Islamiyah yang solid, maka insya Allah segala aral melintang kan pasti dapat dilalui dengan baik.
3. Maka setiap kita hendaknya "menajamkan" komitmennya untuk beramal shaleh, khususnya pada tiga hal sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw dalam hadits di atas, yaitu
#1) Pertama komitmen terhadap Islam, dengan mengamalkan ajaran dan aturan Islam, serta berpegang teguh pada prinsip2 dasar Dinul Islam.
#2) Kedua komitmen untuk memperjuangan agama Islam (jihad), khususnya ketika agama Islam dan kaum muslimin dihinakan dan dinistakan.
#3) Ketiga komitmen mengerjakan amal kebaikan, yaitu dengan memperbanyak amal shaleh dalam kehidupan, yaitu segala amal yang mendatangkan kemaslahatan bagi orang lain serta diridhai oleh Allah Swt. Allah berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl : 97)

Wallahu A'lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 167. Menyikapi Pemimpin Yang Dzalim

Rehad (Renungan Hadit) 167
Menyikapi Pemimpin Yang Dzalim

عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْض،َ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْض (رواه الترمذي)
Dari Ka'ab bin 'Ujrah berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada para pemimpin, yang barangsiapa mendukung mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kelaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku dan tidak akan pernah mendatangi telagaku (di dalam surga). Dan barangsiapa yang tidak mendukung mereka, tidak membantu kelaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, maka ia akan termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya dan ia kelak akan mendatangi telagaku (di dalam surga)." (HR. Tirmidzi, hadits no 2185)

Hikmah Hadits ;
1. Pemimpin yang dzalim adalah pemimpin yang memimpin rakyatnya jauh dari nilai-nilai keimanan, mengabaikan aspek keadilan; yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, menyusahkan, meresahkan, banyak berdusta, dan menyengsarakan rakyatnya serta tidak berpihak sedikitpun kepada umat namun justru berpihak pada golongan atau kelompok yang mampu memberikan mereka kesenangan dan keuntungan duniawi semata.
2. Terhadap pemimpin seperti ini, haram hukumnya untuk mendukung, mengukuti dan atau membelanya. Karena mendukung suatu kedzaliman adalah bagian dari kedzaliman itu sendiri. Dan bahkan Nabi Saw dengan tegas bersabda bahwa siapa yang mendukung dan mengikuti mereka, maka ia bukan termasuk golonganku, yaitu bukan termasuk golongan umat Nabi Muhammad Saw dan tidak akan pernah masuk ke dalam surga, na'udzubillahi min dzalik.
3. Sebaliknya siapa yang mengingkari, tidak mendukung, tidak membantu dan tidak membenarkan kedustaan mereka, maka ia adalah termasuk ke dalam golongan Nabi Muhammad Saw yang oleh karenanya ia berhak masuk ke dalam surga, meminum air dari telaga Rasulullah Saw di dalam surga. Semoga kita termasuk di dalamnya.
4. Bahwa pertentangan antara yang haq dan bathil akan selalu terus berlanjut hingga akhir zaman. Al-haq adalah segala kebaikan dan kebenaran yang dasar dan sumbernya adalah keimanan kepada Allah Swt. Sementara al-bathil adalah segala bentuk kemungkaran dan keburukan yang bertolak belakang dengan keimanan kepada Allah Swt. Keduanya (baik al-haq dan al-bathil) sama2 mempunyai pengikut, pendukukung, dan kader yang siap memperjuangkannya, baik dengan hati, lisan ataupun actionnya. Pendukung al-haq dibahasakan dalam Al-Qur'an dengan istilah hizbullah (golongan Allah Swt) sementara pendukung al-bathil disebut Allah dalam Al-Qur'an dengan hizbus syaitan (golongan syaitan). Dan setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih; apakah ia akan menjadi golongan hizbullah ataukah hizbus syaitan? Maka renungkanlah setiap langkah dan kecenderungan hati kita, jangan sampai terjerumus atau tertipu oleh manisnya kemasan golongan syaitan.... Ya Allah jadikanlah kami semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang selalu mengikuti kebenaran dan istiqamah di jalan kebenaran tersebut hingga kami semua kelak meninggal dalam keadaan berpegang dalam kebenaran dan husnul khaitimah.... Amiin Ya Rabbal Alamiiin.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 166. Pemimpin Yang Membela Kemungkaran

Rehad (Renungan Hadits) 166
Pemimpin Yang Membela Kemungkaran

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُون،َ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئ،َ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِم،َ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نُقَاتِلُهُمْ؟ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا أَيْ مَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ وَأَنْكَرَ بِقَلْبِ (رواه مسلم)
Dari Ummu Salamah isteri Nabi Saw, bahwa Nabi Saw bersabda, "Kalian kelak akan dipimpin oleh para penguasa, yang kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan mereka). Barangsiapa yang membenci kemungkarannya maka ia telah berlepas diri. Dan barangsiapa yang mengingkari (kemungkaran)nya berarti ia telah selamat. Tetapi bagi orang yang ridla dan mengikuti (maka ia berdosa). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka?" beliau menjawab: "Tidak! Selama mereka masih melaksanakan shalat." (Maksudnya barang siapa membenci dan mengingkari dengan hatinya). (HR. Muslim, hadits no 3446)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa sudah menjadi kehendak Allah Swt untuk menguji para hamba-Nya kaum muslimin; apakah mereka tetap bisa istiqamah konsisten terhadap kebenaran dan berpegang teguh pada prinsip2 keimanan kepada Allah Swt, jika mereka diuji dengan hadirnya pemimpin yang dzalim, jauh dari agama, dekat dengan orang kafir, berdusta, berkhianat dan cenderung memusuhi umat. Demikianlah hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, bahwa pemimpin seperti itu pasti akan muncul menghantui perjalanan umat Islam dalam sejarah kehidupannya.
2. Maka ada tiga golongan manusia menyikapi munculnya pemimpin yang dzalim dan khianat sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, yaitu ;
#1. Golongan yang "membenci" kemungkaran yang dilakukan oleh sang penguasa dzalim tersebut, hatinya berontak, jiwanya bergelora mengutuk dan mengecam tindakan sang penguasa dusta tersebut, meskipun bisa jadi ia tidak bisa berbuat banyak namun hatinya mengingkari dengan keras. Maka golongan ini adalah termasuk ke dalam golongan yang dianggap berlepas diri dari kemungkarannya dan tidak terlibat di dalamnya sehingga ia tidak terkena dosa2nya. Artinya golongan ini masih selamat dari dosa dan murka Allah Swt.
#2. Golongan yang "mengingkari" kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa tersebut. Ia bukan hanya membenci, namun lebih dari itu, ia refleksikan dalam wujud nyata; aksi amar ma'ruf nahi mungkar. Lisannya berani mengingatkan dan menyuarakan kebenaran di tengah umat, dan fisiknya berani menghadang arus kebatilan yang dilakukan sang penguasa lalim tersebut. Maka golongan ketiga ini adalah golongan yang akan selamat dan akan mendapatkan keridhaan Allah Swt. Karena ia mengamalkan hadits Nabi Saw, "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim No 70).
#3. Golongan yang diam, ridha dan mendukung bahkan mengikuti kebijakan sang penguasa nista. Alih2 membenci dan atau mengingkari kemungkaran; ia justru menjadi pengikut setia dan pembelanya atau bahkan diam saja; tidak turut membenci dan mengingkarinya dan tidak pula mendukungnya. Maka golongan ketiga inilah merupakan golongan yang tidak selamat, berdosa dan memdapat murka dari Allah Swt.  Karena memdukung dan membiarkan suatu kemungkaran, adalah bagian dari kemungkaran itu sendiri.
3. Maka hendaknya setiap kita perlu memahami kondisi yang sedang terjadi dan mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap; apakah ia termasuk yang membenci sikap pemimpin tsb? Mengingkarinya atau hanya diam tak bersikap dan cenderung membela atau membiarkan sang penguasa dzalim tersebut? Ingatlah firman Allah Swt, "...Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya (pengikutnya) adalah orang-orang yang bersalah." (QS. Al-Qashas : 8)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 165. Ketika Fitnah Bertaburan Dalam Kehidupan

Rehad (Renungan Hadits) 165
Ketika Fitnah Bertaburan Dalam Kehidupan

عن حُذَيْفَة بْن الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَر؟ٌّ قَالَ نَعَمْ ، فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْر؟ٍ قَالَ نَعَمْ ، وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ ؟ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي، وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي، تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِر،ُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّم،َ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا، قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ؟ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُم،ْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ ؟ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه مسلم)
Dari Hudzaifah bin Yaman ra berkata, "Biasanya para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang kebajikan. Namun aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir keburukan tsb akan menimpaku. Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan keburukan, karena itu Allah Ta'ala menurunkan kebaikan (agama) ini kepada kami. Apakah mungkin sesudah kebaikan ini akan munul lagi keburukan?" beliau menjawab: "Ya." Lalu aku bertanya lagi, "Apakah setelah itu akan ada lagi kebaikan?" beliau menjawab, "Ya, akan tetapi ada cacatnya! Aku bertanya, "Apa cacatnya?" Beliau bersabda, "Akan muncul suatu kaum yang mengamalkan sunnah selain dari sunnahku, dan memimpin rakyat tanpa hidayah petunjukku, kamu mengetahui mereka tapi kamu mengingkarinya." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah itu akan ada keburukan lagi?" Jawab beliau: "Ya. Yaitu orang-orang yang menyeru menuju neraka Jahannam, barangsiapa memenuhi seruannya maka ia akan dilemparkan ke dalam neraka itu." Maka aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah! Tunjukanlah kepada kami ciri-ciri mereka." Beliau menjawab: "Kulit mereka seperti kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana arahan anda seandainya aku menemui hal yang demikian?" Jawab beliau, "Tetaplah kamu bersama jama'ah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka." Aku bertanya lagi, "Jika tidak ada jama'ah dan imam?" beliau menjawab: "Tinggalkan semua golongan meskipun kamu menggigit akar kayu sampai ajal menjemputmu, dan kamu masih tetap pada keteguhanmu." (HR. Muslim, hadits no. 3434)

Hikmah Hadits ;
1. Keutamaan Khudzaifah ra; dimana beliau bertanya kepada Nabi Saw, tentang keburukan lantaran khawatir keburukan tsb akan menimpa mereka. Juga dimaksudkan agar ketika diketahui keburukan2 tersebut, umat bisa mengantisipasinya dengan baik dan tidak terjerumus padanya.
2. Bahwa kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang bertentangan yang tiada pernah kan bertemu selama-lamanya. Namun keduanya akan selalu datang silih berganti, seiring berjalannya waktu dan zaman. Dan kita semua diperintahkan untuk senantiasa konsisten pada kebaikan, kendatipun fitnah dan kegelapan telah merajalela menguasai kehidupan.
3. Bahwa akan muncul kelak, para penyeru (baca ; tokoh) yang mengajak dan menjerumuskan manusia pada kenistaan dan menyesatkan mereka dari jalan Allah Swt. Mereka berpenampilan dan bertutur kata sama seperti kaum muslimin pada umumnya. Namun pada hakekatnya mereka menggiring manusia ke dalam neraka Jahanam. Maka siapa yang mengikuti mereka maka kelak akan turut dilemparkan ke dalam Jahanam.
4. Pentingnya bersama-sama dengan jamaah kaum muslimin, karena dengan bersama akan menjadi sebab datangnya rahmat Allah Swt. Serta urgensi istiqamah di jalan Allah Swt, kendatipun harus bertahan dengan menggigit akar kayu sekalipun.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc M.Ag

;;