Tampilkan postingan dengan label Kisah Hikmah Dan Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Hikmah Dan Motivasi. Tampilkan semua postingan

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat.
Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat.
Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri. Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting. Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom,teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar. Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.
Begitu pula dalam kehidupan ini… tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraihdengan jalan yang nggak bener. Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.
Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya. Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti kita menang dalam kehidupan ini.
Pertanda seseorang adalah ‘kepiting’:
1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam bertindak
2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri.
..Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yah… dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya… Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat dan sukses.
dikutip dari motivasi.web.id
Catatan :
MUI telah mengeluarkan fatwa berkenaan dengan hukum memakan kepiting laut. Dahulu, fatwa yang umum adalah bahwa kepiting laut itu hukumnya haram, karena ada indikasi hidup di dua alam. Namun setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, ternyata didapatkan lebih dari 70 jenis kepiting. Dari jumlah tersebut, terdapat 3 jenis kepiting yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Dari hasil penelitian, ternyata kepiting tidak hidup di dua alam. Kepiting hanya hidup di satu alam, yaitu alam laut. Karena kepiting tumbuh dan berkembang biak di laut. Sedangkan ketika ke daratan, kepiting memerlukan air laut yang disimpan di dalam tubuhnya. Jika air tersebut telah habis, maka ia pun lambat laun akan mati juga. Kemudian bahwa kepiting tidak bisa berkembang biak di daratan. Oleh karenanya ia tidak dimasukkan dalam binatang yang hidup di dua alam.
Fatwa MUI (Bekerja sama dengan LP POM MUI) tentang kepiting dikeleluarkan pada hari sabtu, 4 Rabiul Akhir 1423 H/ 15 Juni 2002 M :
1. Kepiting adalah halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya.
Kendatipun demikian, jika anda adalah penggemar berat kepiting, maka jangan pernah sampai "tertular" dengan sifat negatif kepiting, yang "senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang." Jika akan meniru kepiting, tirulah saja kekuatan positifnya, yaitu "sanggup menjalani kehidupan di "habitat" yang berbeda dalam tempo waktu yang cukup lama....
Oh ya, satu lagi. Jangan lupa kepiting juga berkadar kolesterol cukup tinggi...
Wallahu A'lam Bis Shawab...
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi

Namun baik Asep dan Asih adalah model hamba Allah yang menerima segala ketetapan. Mereka selalu menghiasi hidup dengan pengharapan terhadap Allah SWT. Bersyukur atas segala nikmat yang mereka terima, dan bersabar atas segala ujian yang diberikan. Hampir dua puluh tahun mereka menabung demi mewujudkan cita-cita. Sebuah cita-cita mulia yang mereka tanamkan dalam hati, untuk berangkat haji ke Baitullah, Mekkah Al Mukarramah. Dengan hasil dagang di toko yang seadanya, sedikit demi sedikit mereka sisihkan untuk menggapai cita-cita itu. Hanya ibadah haji saja dalam benak mereka yang belum pernah mereka lakukan.
Keinginan itu terus membuncah, menggelegak dalam dada seorang hamba yang rindu akan keridhaan Rab-nya. Hasil tabungan yang mereka kumpulkan tidak mereka tabung di bank. Sengaja uang sejumlah itu mereka simpan agar dapat memotivasi semangat mereka untuk mencari tambahan uang sesegera mungkin. Sungguh dua puluh tahun dalam menabung, merupakan masa yang cukup panjang untuk bersabar demi mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT. Tidak banyak, manusia modern di zaman sekarang yang mampu memiliki niat sedemikian.
Malam itu, Asep dan Asih sekali lagi menghitung jumlah tabungan mereka. Uang yang mereka simpan untuk berhaji itu kini berjumlah Rp. 50.830.000. Sementara biaya haji pada saat itu berkisar kurang lebih Rp 27 juta per orang, belum lagi biaya bimbingan haji yang harus mereka ikuti, ditambah dengan uang jajan tambahan untuk membeli oleh-oleh. Mereka menghitung,kurang lebih mereka memerlukan dana berkisar Rp 10 juta.
Setiap malam berlalu, Asep dan Asih selalu menghitung peruntungan jualan mereka, dan sebagiannya mereka sisihkan untuk mewujudkan cita-cita berhaji. Suatu pagi, Asep mendengar kabar bahwa kawan karibnya dalam berjamaah shalat di Masjid As Shabirin jatuh sakit secara mendadak dan kini dirawat di RS. Dr. Hasan Sadikin. Setelah divisum oleh dokter rupanya penyakit yang diderita tetangga sekaligus kawan karibnya itu adalah penyakit tumor tulang. Sebuah penyakit yang jarang terjadi pada masyarakat Indonesia.
Bersegeralah, Asep menjenguk kawan karibnya itu. Sesampainya di sana, sahabat tersebut masih berada di ruang ICU dan untungnya masih sadarkan diri sehingga dapat melakukan percakapan dengan Asep. Dari penuturannya Asep mengetahui bahwa tumor tulang tersebut telah membuat tetangganya tidak mampu untuk berdiri lagi, dan tumor tersebut harus diangkat segera. Sebab bila tidak, maka tumor tersebut dapat menjalar ke bagian tubuh lain. Asep bergidik mendengarnya. Namun ia masih terus membesarkan hati sahabatnya itu untuk senantiasa tawakkal dan berdoa kepada Allah Swt Yang Maha Menyembuhkan setiap penyakit hamba-Nya.
Hampir setiap hari Asep menjenguk sahabatnya itu. Pada hari kedelapan, sahabatnya itu telah dipindah ke ruang rawat inap kelas 3, bersama tujuh pasien lainnya dalam satu kamar. Kamar tersebut pengap dengan bau obat, dan tidak layak disebut sebagai kamar rumah sakit. Pemandangan yang berantakan. Jemuran baju pasien dan pendamping yang bertebaran di sepanjang jendela. Seprai kasur yang tidak rapi. Tikar dan koran bertebaran di pojok-pojok kamar. Itu semua membuat pemandangan kamar menjadi tidak asri dan pengap. Namun apa mau dikata, tetangganya adalah seorang yang mungkin memilik nasib sama dengan jutaan orang di Indonesia. Sudah masuk rumah sakit saja Alhamdulillah, nggak tahu bayarnya pakai apa?
Hari itu adalah hari kesebelas sahabatnya dirawat di rumah sakit. Kebetulan Asep sedang berada di sana, seorang perawat membawakan sebuah surat dari rumah sakit bahwa untuk membuang tumor yang berada di sendi-sendi tulang pasien haruslah dijalankan sebuah operasi. Operasi itu akan menelan biaya hampir Rp 50 juta. Bila keluarga pasien mengharapkan kesembuhan, maka operasi tersebut harus dilakukan. Namun kalau mau berpasrah kepada takdir Tuhan, maka tinggal berdoa saja agar terjadi keajaiban.
Siapa orangnya yang tidak mau sembuh dari penyakit? Semua orang pun berharap sedemikian. Namun mau bilang apa? Keluarga sahabat Asep tersebut sudah menguras habis tabungan yang mereka miliki, namun itu semua untuk bayar biaya rumah sakit selama ini saja tidak cukup. Apalagi untuk membiayai proses operasi? Sungguh, yang mampu mereka lakukan adalah memohon pertolongan kepada Allah Swt. Hari kedua belas, ketiga belas, keempat belas…. kondisi pasien semakin parah. Badannya terlihat kurus tak bertenaga. Kelemahan itu terlihat jelas dalam sorot cahaya mata yang kian meredup. Sang pasien tidak mampu lagi menanggapi lawan bicara. Tumor itu semakin mengganas dan menjalar ke seluruh tubuh. Pemandangan itu semakin menyentuh relung hati Asep yang terdalam. Maka di pinggir ranjang sahabatnya, Asep pun mengambil sebuahkeputusan besar.
Setelah berpamitan dengan keluarga sahabatnya, ia bergegas pulang menuju rumah. Di sana terlihat olehnya Asih sedang melayani pembeli yang datang ke toko sederhana milik mereka. Saat pembeli sudah sepi, Asep lalu menyampaikan keputusannya itu kepada Asih. “Bu…, Kang Endi tetangga kita yang sedang di rawat di rumah sakit itu kondisinya semakin memburuk. Bapak tidak sanggup melihat penderitaannya. Sepertinya kita harus bantu dia dan keluarganya. Tiga hari lalu, kebetulan bapak sedang di sana, seorang suster memberitahukan bahwa Kang Endi harus dioperasi segera. Keluarganya belum berani menyatakan iya, sebab biaya operasi itu hampir Rp 50 juta….” Asep membuka pembicaraannya dengan kalimat yang panjang. Asih pun mulai merasa iba dengan penderitaan Kang Endi dan keluarganya, “Kasihan mereka ya, Pak! Kita bisa bantuapa…?” Asep pun langsung menyambung dengan cepat, “Kalau ibu berkenan, bagaimana bila dana tabungan haji kita diberikan saja kepada mereka semua untuk biaya operasi?” Kalimat itu diakhiri dengan sebuah senyum merekah di bibir Asep. “Diberikan….?!! Waduh pak…, hampir dua puluh tahun kita nabung dengan susah payah agar cita-cita berhaji dapat diwujudkan. Masa bisa pupus seketika dengan membantu orang lain yang bukan saudara kita?” Asih mengajukan penolakan atas usulan suaminya.
“Bu…., banyak orang yang berhaji belum tentu mabrur di sisi Allah. Mungkin ini adalah jalan buat kita untuk meraih keridhaan Allah Swt. Biarkan kita hanya berhaji di pekarangan rumah kita sendiri, tidak perlu ke Baitullah. Bapak yakin bila kita menolong saudara kita, Insya Allah, kita akan ditolong juga oleh Dia Yang Maha Kuasa.” Kalimat itu meluncur dari mulut Asep dan menohok relung hati Asih sehingga begitu membekas di dasarnya. Tak kuasa, Asih pun mengangguk dan setuju atas usul suaminya.
Keesokan pagi, Asep dan Asih pun datang berdua ke rumah sakit untuk menjenguk. Toko mereka ditutup hari itu. Mereka berdua datang ke rumah sakit dengan membawa sebuah amplop tebal berisikan uang sejumlah Rp 50 juta yang tadinya mereka siapkan untuk berhaji. Keduanya tiba di rumah sakit dan menjumpai Kang Endi dan keluarganya di sana. Usai membacakan doa untuk pasien, keduanya datang kepada istri Kang Endi. Mereka serahkan sejumlah uang tersebut, dan suasana menjadi haru seketika. Bagi keluarga Kang Endi ini adalah moment dimana doa diijabah oleh Tuhan. Sementara bagi Asep dan Asih, ini merupakan saat dimana keikhlasan menolong saudara harus ditunjukkan. Lalu pulanglah Asep dan Asih ke rumah setelah berpamitan kepada keluarga.
Uang itu kemudian segera dibawa oleh salah seorang anggota keluarga ke bagian administrasi rumah sakit. Formulir kesediaan menjalani operasi telah diisi. Besok pagi jam 08.00 operasi pengangkatan tumor di sendi-sendi tulang Kang Endi akan dilakukan. Alhamdulillah! Esoknya Kang Endi sudah dibawa ke ruang operasi.Sebelum dioperasi, dokter spesialis tulang yang selama ini menangani Kang Endi sempat berbincang dengan keluarga. “Doakan ya agar operasi berjalan lancar dan Pak Endi semoga lekas sembuh! Kalau boleh tahu…, darimana dana operasi ini didapat?” Dokter mencetuskan pertanyaan tersebut, karena ia tahu sudah berhari-hari pasien tidak jadi dioperasi sebab keluarga tidak mampu menyediakan dananya.
Istri Kang Endi menjawab, “Ada seorang tetangga kami bernama pak Asep yang membantu, Alhamdulillah dananya bisa didapat, Dok!” “Memangnya, beliau usaha apa? Kok mau membantu dana hingga sebesar itu?” Dibenak dokter, pastilah pak Asep adalah seorang pengusaha sukses. “Dia hanya punya usaha toko kecil di dekat rumah kami. Saya saja sempat bingung saat dia dan istrinya memberikan bantuan sebesar itu!” Istri Kang Endi menambahkan.
Di dalam hati, dokter kagum dengan pengorbanan pak Asep dan istrinya. Hatinya mulai tergerak dan berkata, “Seorang pak Asep yang hanya punya toko kecil saja mampu membantu saudaranya. Kamu yang seorang dokter spesialis dan kaya raya, tidak tergerak untuk membantu sesama.” Suara hati itu terus membekas dalam dada pak dokter. Pembicaraan itu usai, dan dokter pun masuk ke ruang operasi. Alhamdulillah operasi berjalan sukses dan lancar. Ia memakan waktu hingga 4 jam lebih. Semua tumor yang berada pada tulang Kang Endi telah diangkat. Seluruh keluarga termasuk dokter dan perawat yang menangani merasa gembira. Kang Endi tinggal menjalani masa penyembuhan pasca operasi. Pak Asep masih sering menjenguknya. Suatu hari kebetulan pak dokter sedang memeriksa kondisi Kang Endi dan pak Asep pun sedang berada di sana. Keduanya pun berkenalan. Pak dokter memuji keluasan hati pak Asep. Pak Asep hanya mampu mengembalikan pujian itu kepada Pemiliknya, yaitu Allah Swt. Hingga akhirnya, pak dokter meminta alamat rumah pak Asep secara tiba-tiba.
Beberapa minggu setelah Kang Endi pulang dari rumah sakit. Malam itu, Asep dan Asih tengah berada di rumahnya. Toko belum lagi ditutup, tiba-tiba ada sebuah mobil sedan hitam diparkir di luar pagar rumah. Nampak ada sepasang pria dan wanita turun dari mobil tersebut. Cahaya lampu tak mampu menyorot wajah keduanya yang kini datang mengarah ke rumah pak Asep. Begitu mendekat, tahulah pak Asep bahwa pria yang datang adalah pak dokter yang pernah merawat sahabatnya kemarin.
Gemuruh suasana hati Asep. Ia terlihat kikuk saat menerima kehadiran pak dokter bersama istrinya. Terus terang, seumur hidup, pak Asep belum pernah menerima tamu agung seperti malam ini. Maka dokter dan istrinya dipersilakan masuk. Setelah disuguhi sajian ala kadarnya, maka mereka berempat terlibat dalam pembicaraan hangat. Tidak lama pembicaraan kedua keluarga itu berlangsung. Hingga saat pak Asep menanyakan maksud kedatangan pak dokter dan istri. Maka pak dokter menjawab bahwa ia datang hanya untuk bersilaturrahmi kepada pak Asep dan istri.
Pak dokter menyatakan bahwa ia terharu dengan pengorbanan pak Asep dan istri yang telah rela membantu tetangganya yang sakit dan memerlukan dana cukup besar. Ia datang bersilaturrahmi ke rumah pak Asep hanya untuk mengetahui kondisi pak Asep dan belajar cara ikhlas membantu orang lain yang sulit ditemukan di bangku kuliah. Semua kalimat yang diucapkan oleh pak dokter dielak oleh pak Asep dengan bahasa yang selalu merendah.
Tiba saat pak dokter berujar, “Pak Asep dan ibu…., saya dan istri berniat untuk melakukan haji tahun depan. Saya mohon doa bapak dan ibu agar perjalanan kami dimudahkan Allah Swt… Saya yakin doa orang-orang shaleh seperti bapak dan ibu akan dikabul oleh Allah…” Baik Asep dan Asih menjawab serentak dengan kalimat, “Amien…!” Pak dokter menambahkan, “Selain itu, biar doa bapak dan ibu semakin dikabul oleh Allah untuk saya dan istri, ada baiknya bila bapak dan ibu berdoanya di tempat-tempat mustajab di kota suci Mekkah dan Madinah…” Kalimat yang diucapkan pak dokter kali ini sama-sama membuat bingung Asep dan Asih sehingga membuat mereka berani menanyakan, “Maksud pak dokter….?” “Ehm…, maksud saya, izinkan saya dan istri mengajak bapak dan ibu Asep untuk berhaji bersama kami dan berdoa di sana sehingga Allah akan mengabulkan doa kita semua!”
Kalimat itu berakhir menunggu jawaban. Sementara jawaban yang ditunggu tidak kunjung datang hingga air mata keharuan menetes di pipi Asep dan Asih secara bersamaan. Beberapa menit keharuan meliputi atmosfir ruang tamu sederhana milik Asep dan Asih. Seolah bagai rahmat Tuhan yang turun menyirami ruh para hamba-Nya yang senantiasa mencari keridhaan Tuhan. Asep dan Asih hanya mampu mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Usai pak dokter pulang, keduanya tersungkur sujud mencium tanah tanda rasa syukur yang mendalam mereka sampaikan kepada Allah Yang Maha Pemurah. Akhirnya, mereka berempat pun menjalankan haji di Baitullah demi mencari keridhaan Allah Azza wa Jalla.
Sungguh, kesabaran panjang yang diakhiri dengan pengorbanan kebaikan, akan berbuah di tangan Allah Swt menjadi balasan yang besar dan anugerah yang tiada terkira.
Artikel dikutip dari Kartu Pintar produksi Visi Victory Bandung
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi

Mengukur segala sesuatunya dengan ukuran yang bersifat material dan kasat mata. Pengalaman nyata dari ayah angkat saya mungkin bisa menjadi pelajaranbahwa berbagi tidaklah mesti berbentuk materi.
Setiap tahun, ayah angkat saya punya kebiasan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan. Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, ayah angkat saya bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar. ”Siapa namamu nak?” sapa ayah saya. ”Nama saya Nina Om”, jawabnya manja. ”Nina sudah punya sepatu baru?” tanya ayah saya. ”Sudah om, dikasih Abah (pemimpin panti-red). Nina juga sudah punya baju baru” urai Nina.
“Kalau begitu Nina mau apa?” tanya ayah saya. “Nggak ah… ntar Om marah” jawab Nina. “Nggak sayang, Om nggak akan marah,” ayah saya menimpali. ”Nggak ah… ntar Om marah” Nina mengulang jawabannya. Ayah saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan ayah saya semakin menjadi. Maka dia dekati lagi Nina.
”Ayo Nak katakan apa yang kamu minta sayang”, pinta ayah saya. ”Tapi janji ya Om tidak marah?” jawab Nina manja. ”Om janji tidak akan marah sayang,” tegas ayah saya. ”Bener Om nggak akan marah?” sahut Nina agak ragu. Ayah saya menganggukkan kepala.
Nina menatap tajam wajah ayah saya. Sementara ayah saya berpikir, ‘Seberapa mahal sich yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah’. Sambil tersenyum Ayah mengatakan “ayo Nak, katakan, jangan takut, Om tidak akan marah Nak.””Bener ya Om nggak marah?,” ujar Nina sambil terus menatap wajah ayah saya. Sekali lagi ayah saya menganggukkan kepala.
Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya ”Mmmm, boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om..dengan paggilan Ayah?. Nina sedih gak punya ayah” Mendengar jawaban itu, Ayah saya tak kuasa membendung air matanya. Segera dia peluk Nina, ”tentu Anakku.. tentu Anakku…mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Om”. Sambil memeluk erat ayah saya, dengan terisak Nina berkata ”terima kasih ayah…terima kasih ayah..”.
Hari itu, adalah hari yang takkan terlupakan buat ayah saya. Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina maka sebelum pulang Ayah bertanya lagi pada Nina, ”anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu, apa yang kamu minta nak?” ”Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil Ayah,” jawab Nina.
”Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped atau yang lain, pasti akan Ayah kasih.” jelas Ayah saya. ”Nanti kalau ayah datang sama ibu ke sini, aku minta Ayah bawa foto bareng yang ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak NIna, boleh kan Ayah?” Nina memohon sambil memegang tangan Ayah.
Tiba-tiba kaki Ayah lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya, ”buat apa foto itu Nak?” “Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak Nina.” Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu.
Terima kasih Nina. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta. Berbagilah cinta, karena itu lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia.
Dikutip dari Jamil Azzaini.
www.jamil.niriah.com
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi
Kisah Ada Kemudahan Di Balik Setiap Kesulitan
1 komentar Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 16.53
Mereka berlayar melalui pulau-pulau. Sang Ayah berdagang, sedang Fatimah mendambakan seorang suami yang shaleh dan tampan... Namun saat berlayar menuju Krete, kapalnya diterjang badai. Kapal pun hancur dan Fatimah tidak sadarkan diri. Saat tersadar, Fatimah sudah terbaring di pantai Alexandria. Sang Ayah dan semua awak kapal tewas. Fatimah sangat sedih, ia benar-benar menjadi miskin dan hidup seorang diri.
Ketika Fatimah menelusuri pantai, sebuah keluarga pembuat kain menemukannya. Diajaknya Fatimah ke rumah dan diajarinya ia membuat kain. Itulah kehidupan kedua yang dijalani Fatimah. Lama-kelamaan Fatimah menjadi batah dan bahagia. Ia pun menjadi sangat mahir untuk membuat kain. Dan dia pun sudah melupakan penderitaannya.
Suatu hari, saat Fatimah sedang berada di pantai, sekelompok pedagang budak mendarat dan membawa Fatimah pergi bersama tawanan-tawanan yang lain. Fatimah dibawa ke Istambul untuk dijual sebagai budak. Dunianya runtuh untuk kedua kalinya. Beberapa pembeli telah berkumpul untuk memilih budak-budak. Salah seorang membawa Fatimah untuk dijadikan pembantu istrinya. Orang itu sebenarnya sedang mencari budak untuk dipekerjakan membuat tiang-tiang kapal, namun ketika melihat Fatimah dia merasa iba dan mencoba untuk menolongnya.
Malang tak dapat ditolak, di perjalanan mereka bertemu dengan rombongan perompak. Semua harta miliknya dirampas. Uang yang disimpan di petipun digondol, sehingga ia tidak bisa membayar tukang-tukang kayu yang bekerja. Mereka jatuh miskin. Dan Fatimah Fatimah terpaksa membantu belajar membuat tiang-tiang kapal, sebuah pekerjaan yang kasar untuk ukuran seorang gadis cantik dan lembut seperti Fatimah. Namun ia jalani kehidupan itu, hingga akhirnya iapun mahir membuat tiang-tiang kapal.
Walau begitu, Fatimah berterima kasih pada majikannya, karena telah menyelematkannya dari gerombolan penjual budak yang kasar dan kejam. Dan karena ketekunan dan kerajinannya, sang majikan memberi kepercayaan besar pada Fatimah, sehingga Fatimah sangat bahagia untuk yang ketiga kalinya.
Suatu hari, majikannya berkata, "Fatimah, aku ingin kamu pergi dengan kargo berisi tiang-tiang kapal ke Pulau Jawa sebagai agenku, dan pastikan kau menjualnya dengan harga yang baik dan keuntungan yang besar." Fatimah pun mengiyakannya dan dengan langkah mantap, serta diawali dengan bismillahi tawakkaltu alallah.. La haula wala quwwawta illa billah.. ia berangkat.
Ketika kapalnya melewati Laut Cina, kapalnya dihantam topan besar. Fatimah mendapatinya dirinya, lagi-lagi terdampar di sebuah pantai, di kepulauan yang asing baginya. Fatimah kembali meratapi nasibnya yang bertubi-tubi ditimpa kemalangan; ketika semua tampak lancar, sesuatu muncul dengan tiba-tiba dan menghancurkannya. Itulah kehidupannya. Dan sebagai seorang manusia biasa terkadang rasa putus asa menerpanya. "Mengapa nasibku seperti ini, mengapa?" Fatimah meratapi nasibnya, namun ketika teringat, ia segera beristighfar meminta ampunan kepada Allah. Ia yakin, pasti ada hikmah besar di balik segala penderitaannya tersebut. Fatimah pun melangkah ke Pedalaman.
Saat itu di Cina tak seorang pun mendengar cerita tentang Fatimah atau mengenalnya. Tetapi ada legenda yang berdar di sana, bahwa sautu hari akan datang seorang perempuan asing yang mampu membuat tenda istimewa untuk sang Kaisar. Tak seorang pun di Cina yang mampu membuat tenda, maka mereka berharap hal ini akan terwujud.
Dalam upaya ini, sang Kaisar telah berusaha, agar setiap ada perempuan asing yang datang, untuk dihadapkan kepada Kaisar. Setahun sekali, sang Kaisar mengirimkan tentaranya ke seluruh pelosok negeri, mencari sang wanita asing yang dinanti-nanti...
Ketika Fatimah memasuki sebuah kota di Pantai Cina, maka melalui penerjemah mereka mewajibkan Fatimah untuk menghadap sang Kaisar ke Istana. "Bisakah kamu membuat tenda?" tanyak sang Kaisar ketika Fatimah menghadap kepadanya. "Ya, saya bisa Tuan." Jawab Fatimah lembut.
Fatimah meminta seutas tali, namun tak seorang pun memilikinya. Ia pun segera mengumpulkan batang rami, dan memintalnya menjadi untaian tali. Ia teringat saat membantu ayahnya sebagai pemintal tali. Lalu Fatimah meminta kain, namun tak seorang pun yang mengenal kain. Maka Fatimah dengan pengalamannya di Alexandria, pada sebuah keluarga yang
menolongnya, iapun meyiapkan diri untuk membuat kain yang bagus dan kuat. Fatimah kemudian meminta tiang, namun ketika itu tidak ada sebuah tiapun di negeri Cina. Fatimah dengan pengalamannya bekerja dengan tukang pembuat tiang kapal di Istambul, mulai mencari batang kayu dan menyiapkannya menjadi tiang.
Dan ketika semuanya telah siap, Fatimah memutar kembali pengalamannya selama dalam perjalanan, tentang tenda-tenda yang pernah dilihatnya, sejauh perjalanannya menjelajahi manis pahitnya dunia... Akhirnya, dengan ketekunan, keuletan, kesabaran dan ketelitiannya jadilah sebuah tenda yang kuat dan sangat indah...
Ketika melihat tenda buatan Fatimah, semua orang terkagum-kagum. Sang Kaisar yang tampan menawarkan akan memberi apa saja yang diinginkan Fatimah. Fatimah akhirnya memilih untuk tinggal di Negeri Cina dan menikah dengan Pangeran yang tampan, yang kemudian hari menjadi seorang pangeran yang sangat shaleh... Mereka hidup bagiah dikelilingi anak-anak mereka yang shaleh dan shalehah....
Melalui petualangan-petualangan inilah Fatimah sadar, bahwa pengalaman-pengalaman yang tampak tidak menyenangkan, berubah menjadi bagian penting dalam kebahagiaan dan kesuksesan hidupnya....
Dikutip dari buku Time To Change, Hari Subagya. Dengan sedikit perubahan pada beberapa alur kisah dan redaksinya, agar sesuai dengan kondisi "ke-kitaan".
Catatan :
Sekiranya Fatimah tidak dihantam ombak yang besar, yang mengakibatkannya terdampar sebatang kara di Alexandria.... Sekiranya Fatimah tidak dibawa para pencari budak, dan dijual di Istambul... Sekiranya orang yang iba dan menolongnya di Istambul tidak dirampok oleh sekawanan perompak... Sekiranya Fatimah tidak dihantam ombak dan terdampar untuk kedua kalinya.... tentulah ia tidak akan menemukan kebahagiaannya...
Jadi, yakinlah bahwa apapun kondisi yang Allah "takdirkan" kepada kita, pasti ada "hikmah besar" dibalik itu semua. Oleh karenanya, jalanilah kehidupan ini dengan lapang dada, penuh kepositifan, berusaha memberikan yang terbaik kepada orang lain, serta selalu meminta kepada yang Maha Segalanya.....
Wallahu A'lam
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi
Kisah Seorang Guru Dan Dua Orang Muridnya
0 komentar Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 23.17 Pertandingan di antara mereka pun dilakukan. Namun, beberapa kali dilakukan pertandingan, musabaqah, adu kepandaian dan adu kekuatan selalu berakhir dengan seimbang. Mereka ternyata mampu menyerap ilmu yang sama dari sang guru. Selain itu, keduanya juga sering berlatih bersama-sama sehingga masing-masing sudah mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Untuk mengetahui mana di antara mereka yang lebih baik dan lebih cerdik, gurutersebut terpaksa menggunakan cara lain.
Suatu tengah malam seusai shalat, guru tersebut memanggil kedua muridnya dan memberi mereka tugas,"Besok pagi ba'da subuh kalian pergilah ke hutan mencari ranting pohon. Siapa yang pulang dengan hasil yang terbanyak, dialah yang keluar sebagai pemenang, dan berhak mewarisi pesantren dan perguruan ini" Sambil menarik napas panjang sang guru memperhatikan kedua muridnya yang sedang mendengarkan dengan serius kemudian ia melanjutkan, "Waktu yang tersedia untuk kalian adalah jam lima pagi sampai jam lima sore." Kemudian guru tersebut mengambil sesuatu dari bawah meja dan berkata,"Ini adalah dua bilah parang yang dapat kalian gunakan, ada pertanyaan?"
Karena merasa tugas yang diembankan kepada mereka mudah, mereka pun serempak menjawab,"Tidak.""Baiklah kalau begitu, sekarang, kalian cepatlah beristirahat dan besok bangun lebih pagi," Nasihat sang guru.
Mendapat tugas yang baru ini, di benak murid yang pertama langsung terbayang bahwa keesokan harinya ia harus bangun lebih awal, harus bekerja lebih keras dan lebih serius karena waktunya terbatas. Ia terlalu terfokus pada waktu, yakni harus berangkat jam5 tepat , tidak boleh kurang satu detik pun dan pulang jam 5 sore , tidak boleh lebih. Setelah yakin dengan waktunya, ia pun pergi tidur.
Dengan tugas yang sama, murid kedua lebih terfokus pada pekerjaan yang harus dilakukannya. Ia langsung memeriksa parang yang disediakan oleh gurunya, dan ternyata parang tersebut adalah parang tua yang sudah tumpul.
Maka, ia pun memutuskan, besok sebelum berangkat ia akan mencari batu asah untuk mengasah parangnya agar menjadi tajam dan siap digunakan. Dengan parang yang lebih tajam, hasil yang sama dapat diperoleh dengan upaya yang lebih sedikit, pikirnya.
Tantangan kedua yang terbayang di benaknya adalah bagaimana cara membawa ranting pohon lebih banyak secara efisien dan efektif ? Sementara temannya sudah tertidur lelap, ia bermunjat dan berdoa kepada Allah, meminta agar dimudahkan segala urusannya sambil memikirkan cara terbaik untuk membawa ranting dengan jumlah lebih banyak. Setelah berpikir cukup lama dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, ia memutuskanuntuk menyiapkan tali pengikat dan tongkat pikulan sebelum berangkat keesokan harinya.
Dengan memikul ranting menggunakan tongkat pikulan. Paling tidak, ia bisa membawa dua ikat besar ranting-satu di depan dan satu lagi dibelakang , itu berarti dua kali lipat lebih banyak dibandingkan memanggulnya.Dengan perasaan puas, ia shalat malam lalu pergi tidur.
Keesokan harinya, murid pertama yang sudah berencana akan bekerja keras, bangun tepat waktu dan langsung berangkat ke hutan. Sementara itu, murid kedua masih asyik berdzikir dan membaca Al-Qur'an. Tepat jam enam pagi, murid kedua bergagas. Sesuai rencana, ia segera mencari batu asah dan mengasah parangnyasampai benar-benar tajam.Kemudian ia mencari tali dan tongkat pikulan. Setelahsemua perlengkapan siap, ia segera berangkat ke hutan, jam menunjukkan pukultujuh lebih.
Ketika jam menunjukkan pukul satu siang, murid kedua sudah berhasil mengumpulkan ranting cukup banyak. Ia segera mengikatnya menjadi dua dan memikulnya pulang. Sesampainya di pesantren, diserahkannya ranting-rantingtersebut kepada gurunya. Ia berhasil mendapat banyak ranting dan pulang lebih cepat.
Sementara itu, murid pertama, karena tidak mengasah parangnya, harus menggunakan waktu dan energi yang lebih besar untuk memotong ranting pohon.Dengan demikian ia juga memerlukan waktu yang lebih banyak untuk beristirahat karena kelelahan. Belum waktu yang ia gunakan untuk mencari tali pengikat. Selain itu, dengan caranya membawa ranting kayu yang dipanggul di pundaknya, jumlah yang bisa dibawanya juga terbatas.
Hikmah :
- Terkadang kita terbelenggu oleh kerutinan kerja sehari - hari, sehingga lupa " mengasah parang " yang berupa bermunajat dan meminta petunjuk kepada Allah, belajar , ikut pelatihan, training , mengadakan meeting, briefieng pagi dan lain - lain. Padahal kegiatan diatas yang menurut kita " buang waktu " tersebut justru merupakan sarana ampuh untuk meningkatkan dan mengembangkan Skill , Knowledge dan Attitude kita.
- Pelatihan , tafakur, dzikir, pengajian, training , meeting , briefieng , pengarahan atau belajar pada dasarnya adalah bertujuan untuk " memudahkan " pekerjaan kita sehari - hari. Bukankah mengasah parang selama 3 menit sangat tidak berarti saat kita harus menebang pohon selama 3 jam . . . . . . . . . . . .
- Oleh karenanya, minimal usahakanlah setiap pagi hari, membaca Al-Qur'an, berdzikir, membaca al-Ma'tsurat, dan juga berpositif thinking... Di samping diwaktu-waktu tertentu galilah potensi diri dengan mengikuti training, membaca buku motivasi, mengikuti seminar, milis yang bermanfaat, dsb... Mudah-mudahan kita semua dimudahkan Allah untuk menggapai hari esok yang lebih baik.
(Dikutip dari andriwongso.com, dengan sedikit edit beberapa bahasa dan kalimatnya)
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi
Ada seorang raja yang memiliki anak gadis sangat cantik jelita dan shalehah luar biasa. Tidak seorang pun pemuda yang hidup di negeri itu, melainkan ia mendambakan dalam hatinya untuk menjadi pendamping setia si gadis putri raja semata wayang itu. Bukan hanya karena ia seorang putri raja yang cantik, namun ia juga sangat shalehah, baik hati, pandai, cerdas dan juga tentunya manawan hati...
Di usianya yang sudah senja, Raja yang sangat bijaksana itu berkeinginan untuk mencari pengganti dirinya sebagai raja, sekaligus tentunya yang akan menjadi menantu alias suami putri tunggal kesayangannya tersebut. Sebagai raja, ia sangat bisa untuk menunjuk orang mana saja yang disukainya atau yang dianggapnya memiliki kemampuan untuk memimpin negerinya sebagai seorang raja. Namun, karena ia sangat bijaksana, cara itu tidak ditempuhnya.
Raja memilih untuk memberikan kesempatan kepada seluruh pemuda yang ada dinegerinya, untuk menjadi menantunya. Lalu dibuatlah pengumuman, bahwa siapa saja yang berkeinginan untuk menjadi suami dari anak perempuan kesayangannya dan sekaligus menjadi raja, maka silakan untuk mengikuti kompetisi kerajaan yang akan dilaksanakan beberapa hari ke depan. Mendengar kesempatan yang sangat berharga itu, semua pemuda berbondong-bondong mendaftarkan dirinya ke Istana.
Pada hari yang telah ditentukan untuk kompetisi, Raja dan putri kesayangannya berdiri di tepi sebuah telaga yang cukup luas. Lalu Raja mengumumkan seperti apa kompetisi tersebut. Raja meminta kepada para pemuda yang ingin menjadi suami sang putri, untuk berenang menyeberangi telaga dari sisi yang berlawanan dari tempat Raja dan putrinya berdiri. Siapa yang paling cepat sampai ke tepi bagian Raja dan putrinya berdiri, maka dialah yang akan menjadi suami putrinya.
Mendengar kompetisi tersebut, semua pemuda merasa dirinyalah yang paling bisa dan akan menjadi pemenangnya serta mereka merasa tidak sabar untuk segera memulai berenang menyeberangi telaga. Namun sebelum mereka berenang, tiba-tiba ada beberapa petugas kerajaan yang melemparkan potongan-potongan daging ke dalam telaga, dan tiba-tiba dari dalam telaga tersebut muncul ratusan buaya ganas berukuran besar dan bergigi tajam yang dengan ganasnya memakan daging-daging tersebut.
Melihat fenomena tersebut, para pemuda yang semula sangat antusias untuk berenang ke telaga, mengurungkan niatnya. Nyali mereka menjadi "ciut" melihat betapa ganasnya buaya-buaya tersebut melalap daging yang dilemparkan kepada mereka. Bahkan sesekali buaya-buaya mengeluarkan suara yang semakin menciutkan niatan para pemuda. Semua pemuda terdiam dan terpaku. Mereka diam seribu basa. Tidak ada yang terdengar, melainkan suara raungan buaya yang berebut memakan daging, membuat suasana menjadi semakin mencekam...
Tiba-tiba pada saat yang menakutkan itu, terdapat seorang pemuda yang terlihat masuk ke dalam telaga. Ia berenang ke kiri dan kanan, memukul, menendang, menghindar, dan terkadang naik ke atas punggung buaya. Meskipun dikepung dari berbagai arah, ia tetap terus berusaha keras... nafasnya terengah-engah, namun semua mata menyaksikan bagaimana pemuda ini benar-benar berjuang habis-habisan untuk bisa menyeberangi telaga penuh buaya itu.... Nyaris saja, kepalanya masuk ke mulut buaya, lantaran ia melompat menghindari buaya yang ada di depannya, namun ternyata di sampingnya sudah terdapat buaya besar dengan mulut terbuka lebar tepat di depan matanya. Sekiranya ia tidak "nekat" memukul keras bagian kepala dekat mata buaya tersebut, tentulah kepalanya akan menjadi santapan sang buaya.
Akhirnya, setelah berjuang keras yang nyaris mengorbankan nyawanya, sang pemuda tiba diseberang telaga, tepat di posisi sang Raja dan Putrinya berdiri... Raja tersenyum dan memberikan tepuk tangan, yang kemudian diikuti oleh tepuk tangan para peserta dan hadiri yang hadir dalam kompetisi tersebut. Suara terompet dan gendang pun turut mengiringi keberhasilan sang pemuda, dan tidak sedikit orang-orang yang bersorak-sorak menyambut kemenangan sang pemuda tersebut....
Raja memberikan selamat dan mengumumkan kepada para hadirin, bahwa pemuda inilah yang menjadi pemenangnya dan akan menjadi pendamping hidup putri raja sekaligus juga akan menjadi Raja untuk menggantikan dirinya. Lalu Raja mempersilakan kepada pemuda tampan tersebut yang juga ternyata sebagai seorang pemuda yang shaleh, apakah ia berkenan untuk memberikan sambutan atau pidato, atau apapun kepada para hadirin dan peserta yang lain? Ia pun mengiyakannya.
Ketika naik di atas podium, dan setelah mengucapkan terimakasihnya kepada sang Raja, ia berkata. "Saya tidak ingin berpidato di atas mimbar ini, saya hanya ingin bertanya, siapakah tadi di awal kompetisi, yang mendorong saya hingga menjadikan saya terjatuh masuk ke dalam telaga yang penuh dengan buaya tersebut?" Semua orang terdiam ketika itu. Tak satupun yang berani mengakui sebagai pelaku yang melakukan tindakan pendorongan kepada sang Pemuda, hingga membuatkan masuk ke dalam telaga penuh dengan buaya tersebut. Lalu pemuda selanjutnya ucapannya, "Siapapun orangnya, saya hanya ingin mengucapkan teriamkasih yang sebesar-besarnya kepada orang tersebut. Sekiranya tidak ada yang mendorong saya, tentulah saya tidak akan pernah berada di atas mimbar ini, dan tentunya saya tidak akan menjadi pemenangnya. Jadi sekali lagi terimakasih....."
Kisah ini saya dengar dari Mas Jamil Azzaini dalam talkshow Live Exelent di 104.6 Trijaya FM Jakarta, setiap hari kamis sore, pukul 17.00 - 18.30
Catatan :
Bahwa ternyata "kepepet" itu bisa memunculkan kekuatan dahsyat dalam diri kita. Dikarenakan kepepet, seseorang yang tidak bisa lari, akan lari tunggung langgang dengan sangat kencang bahkan bisa melompati pagar yang tinggi sekalipun, manakala ada seekor anjing besar yang mengejarnya.
Kalau pemuda dalam kisah diatas tidak kepepet dengan terlanjur masuk ke dalam telaga buaya tersebut (karena didorong oleh orang lain), mungkin ia tidak akan pernah mendapatkan sang putri dan juga kedudukan sebagai seorang raja...
Jadi, sekiranya Allah SWT mentakdirkan kita dalam suatu suasana yang "kepepet", maka yakinlah bahwa dibalik itu semua pasti ada hikmah yang bisa kita petik untuk bekal kehidupan kita di masa yang akan datang......
Wallahu A'lam Bis Shawab
Label: Kisah Hikmah Dan Motivasi
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)