Muhasabah : Menggapai Hari Esok Yang Lebih Baik
0 komentar Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 19.04عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ، قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ، قَالَ وَمَعْنَى قَوْلِهِ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ يَقُولُ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يُحَاسَبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ - رواه الترمذي
Wallahu A'lam Bis Shawab.
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Sekretaris Dewan Pengawas Syariah
Takaful Indonesia
Label: Tadabur Hadits
Sepenggal Kisah Dan Kehidupan Nabi Ibrahim as
0 komentar Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 00.01Kisah Nabi Ibrahim as Dalam Al-Qur'an
Kelahiran & Kehidupan Nabi Ibrahim as Hingga Dewasa
Garis Keturunan Nabi Ibrahim as Keatas Dan Kebawah
- QS Al-An'am 94 ( وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر أتتخذ أصناما آلهة )
- HR Bukhari ( يلقي أبراهيم أباه آزر يوم القيامة )
- Dari garis keturunan nabi Ishak lahir seluruh nabi-nabi Bani Israil.
- Dari garis keturunan nabi Ismail lahirlah nabi Muhammad SAW.
Berpindah Dari Satu Tempat Ke Tempat Lainnya
Profesi Azar, Kehidupan Kaumnya Dan Terjaganya Nabi Ibrahim Dari Pengaruh Berhala
Da'wah Nabi Ibrahim as Kepada Bapaknya
- Supaya kebaikan pertama kali muncul dari keluarganya. Rasulullah SAW pun juga mengikuti langkah beliau, yang menda'wahi keluarganya terlebih dahulu.
- Karena Bapaknya adalah pembuat dan penjual berhala, yang apabila Bapaknya mengikuti da'wahnya, berarti otomatis biang kemusyrikan bisa ditiadakan.
Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".
2. Memperingatkan Bapaknya dari bahaya syaitan
3. Metode memberikan ancaman (akhirat) apabila beliu tidak mengikuti da'wahnya.
4. Menda'wahi dengan cara yang lembut dan santun kepada Bapaknya, bahkan Nabi Ibrahim pernah juga mendoakan Bapaknya :
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. At-Taubah 114)
a. Menjelaskan tentang hakekat berhala; “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun.” QS. Maryam 42
b. Peringatan dari bahaya syaitan dan dari azab Allah SWT (QS Maryam 44 – 45)
c. Memberitahukan tentang kenabian dirinya. (QS. Maryam 42)
Da'wah Nabi Ibrahim as Terhadap Raja Namrudz
Namun yang jelas bahwa Raja yang diktator ini mendepat masalah Tauhid yang diajarkan nabi Ibrahim. Pertanyaan pertama dari sang Raja adalah sisapakah tuhanmu? Nabi Ibrahim menjawab, Tuhanku adalah Dzat yang menghidupkan dan mematikan. Namrudz kemudian menjabaw, 'Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan”. Lalu ia memanggil dua orang, dibunuh salah satunya serta dibiarkan yang lainnya. Kemudian manakala Sang Raja menampakkan kekafirannya dengan menjawab pertanyaan beliau, Nabi Ibrahim bertanya lagi dengan pertanyaan yang kemudian membuat Raja Namrudz terdiam tak mampu menjawab, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dari barat.” (Kisah ini diabadikan dalam QS Al-Baqarah 258 :
Da'wah Nabi Ibrahim as Di Negri Hiran
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya`qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baikز
Kepergian Ke Mesir
Berita Gembira Untuk Nabi Ibrahim as
Perintah Untuk Meninggalkan Anak Dan Istrinya di Mekah
Perintah Untuk Menyembelih Anaknya
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaaman", Ibrahim menjawab: "Salaamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: "Silakan kamu makan". (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). Kemudian isterinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan". Sesungguhnya Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."
Hikmah dari perjalanan Nabi Ibrahim as :
a. Ketika menghancurkan berhala, tanpa peduli dengan bahaya yang ditimbulkan dari aksinya tersebut.
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?
a. Beliau menggunakan metode dialog yang lembut ketika menda'wahi Bapaknya Azar.. Dialog yang pantas antara seorang anak dengan Bapaknya.
b. Sikap ini berbeda, ketika beliau menda'wahi kaumnya yang terkesan lebih tegas.
c. Demikian juga metode beliau dalam menda'wahi kaum penyembah berhala. Dimana beliau turut masuk ke dalam kaum tersebut. Lalu berdiskusi atas apa yang mereka sembah. Beliau arahkan dari bintang, bulan dan matahari. Sekiranya sejak awal beliau mengatakan bahwa menyembah bintang adalah batil, pastilah sejak awal beliau diusir oleh kaumnya.
a. Dalam memilih waktu yang tepat untuk menghancurkan berhala. Yaitu pada hari dimana kaumnya melakukan perayaan yang menjadikan mereka tidak terlalu mengawasi berhala-berhalanya. Kondisi seperti ini menjadikan Nabi Ibrahim sangat leluasa untuk menghancurkan berhala.
b. Beliau tidak menghancurkan semua berhala. Namun beliau sisakan berhala yang paling besar, lalu beliau gantungkan kapak yang beliau gunakan untuk menghancurkan berhala di leher berhala yang paling besar. Ketika kaumnya datang dan bertanya kepada beliau siapa yang melakukan hal ini, Nabi Ibrahim menjawab, yang melakukannya adalah berhala yang paling besar :
4. Tidak terpengaruh dengan perasaan dalam menjalankan perintah Allah SWT, baik ketika berda'wah terhadap ayahnya, maupun ketika melaksanakan perintah Allah terkait dengan anaknya, Ismail as.
a. Beliau membawa istri dan anaknya yang masih menyusui dari Palestina ke Mekahyang gersang dan tandus, lalu meninggalkannya di tempat tersebut.
b. Implementasi beliau terhadap perintah Allah SWT untuk menyembelih anaknya Ismail. Dengan tanpa ragu beliau mengimplementasikannya.
Wallahu A'lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan
Sumber :
Manahij Ulil Azmi Minar Rusul Fi Tabligi Da'wah
By. Dr. Abdul Wahab Abdul A'thi Abdullah
Label: Tafsir Tematik
Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
0 komentar Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 15.31Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh itu lebih disukai oleh Allah SWT daripada hari-hari ini (yakni hari pertama hingga kesepuluh Dzulhijjah)”. Para sahabat bertanya, 'Ya Rasulullah, meskipun dibandingkan dengan berjihad fi sabilillah?' Beliau menjawab, “Ya, meskipun dibadingkan dengan berjihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang pergi (berjihad) membawa nyawa dan hartanya, kemudian tidak satupun diantara keduanya itu yang kembali (mati syahid)” (HR. Jamaah, kecuali Imam Muslim dan Nasa'i)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits ini. Diantara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut :
- Bahwa bulan dzulhijjah merupakan salah satu bulan-bulan haram (bulan yang dimuliakan Allah SWT), yang memiliki banyak keutamaan, dimana kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan amal shaleh. Diantara keutamaan bulan Dzulhijjah ini adalah sebagai berikut :
- QS. Al-Fajr : 1-2 :
َوالْفَجْرِ* وَلَيَالٍ عَشْرٍ*
Ibnu Katsir berkata, yang dimaksud adalah sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah.
- QS. Al-Hajj : 28
وَيَذْكُرُوْا اسْمَ اللهِ فِيْ أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ...*
Ibnu Abbas ra berkata, yang dimaksud adalah hari-hari sepuluh bulan dzulhijjah.
HR. Bukhari dari Ibnu Abbas
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ رواه البخاري
Dari ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada amal perbuatan yang lebih utama daripada sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah ini”. Sahabat bertanya, 'Tidak juga jihad wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Tidak pula jihad, kecuali seseornag yang berjihad membawa jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali membawa sesuatu apapun.' (HR. Bukhari).
HR. Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ماَ مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَلاَ أَحَبُّ إِلَى اللهِ الْعَمَلُ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ - رواه الطبراني
Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hari-hari yang dianggap lebih agung oleh Allah SWT dan lebih disukai untuk digunakan sebagai tempat beramal, sebagaimana sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah ini. Karenanya, perbanyaklah pada hari-hari itu bacaan tahlil, takbir dan tahmid”. (HR. Thabrani)
- Pandangan Ulama
Ibnu Hajar mengemukakan (dalam Fath al-Bari), 'Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari dzulhijjah diistimewakan adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama, seperti shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada selainnya waktu seperti itu.” Sebagian Ulama lainnya juga mengemukakan bahwa “Sepuluh hari dzulhijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan malam-malam terakhir bulan ramadhan adalah malam-malam yang paling utama.”
- Oleh karenanya, pada bulan ini (khususnya di sepuluh hari pertama di bulan ini) kita dianjurkan untuk melakukan amal ibadah serta amal shaleh lainnya. Diantara amalan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
- Melaksanakan ibadah haji dan umrah, karena memang secara khusus bulan dzulhijjah merupakan bulan untuk pelaksanaan ibadah haji. Dan haji merupakan rukun Islam kelima dan pelaksanaannya relatif yang paling berat bagi kaum muslimin pada umumnya. Karena ibadah haji dan umrah, bukan hanya membutuhkan kesiapan spiritual, namun juga memerlukan persiapan fisik, mental dan juga materi yang cukup besar, ditambah lagi dengan waktu pelaksanaan yang membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Namun balasan yang akan Allah berikan kepada orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah juga sangat besar, yaitu kan dihapuskan segala dosa serta mendapatkan surga :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ - رواه البخاري
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Umrah yang satu ke umrah yang lainnya adalah penghapus dosa-dosa antara keduanya. Dan haji yang mabrur tiada pahala yang pantas baginya melainkan surga.” (HR. Bukhari)
- Melaksanakan shalat fardhu serta memperbanyak shalat sunnah lainnya. Hal ini karena shalat merupakan ibadah yang sangat fundamental, yang bahkan dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa yang membedakan antara seseorang itu mu'min atau kafir adalah dalam meninggalkan shalat. Dan kendatipun tidak disebutkan secara khusus baik dalam Al-Qur'an maupun dalam hadits sebagai amalan yang dianjurkan untuk dilakukan di bulan Dzulhijjah ini, namun dilihat dari “keumuman” hadits tentang keutamaan sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah, maka shalat juga termasuk amal shaleh yang paling utama untuk dikerjakan pada bulan ini. Maka usahakanlah sekuat tenaga kita, untuk menjaga shalat fardhu lima waktu berjamaah di masjid, dan diiringi dengan memperbanyak shalat sunnah. Baik sunnah rawatib yang mengiringi shalat fardhu, maupun shalat-shalat sunnah lainnya, seperti dhuha, qiyamul lail, dsb.
Memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid. Bahkan dalam hadits secara khusus hal ini disebutkan oleh Rasulullah SAW (lihat hadits No 1, poin d). Artinya bahwa pada bulan ini kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, khususnya di luar dzikir ba'da shalat. Membaca dzikir pagi dan petang (seperti al-ma'tsurat), juga dapat menjadi salah satu pilihan dzikir yang baik untuk diamalkan di bulan ini. Atau dapat juga dengan dzikir-dzikir lainnya, yang memiliki keutamaan yang besar, seperti mengucapkan subanallah wabihamdihi subanallahil adzim, dsb.
- Puasa sunnah, khususnya pada tanggal 9 dzulhijjah (hari Arafah). Karena hari Arafah merupakan hari puncak pelaksanaan ibadah haji, dimana pintu langit seolah dibuka lebar-lebar. Sehingga seakan akan tiada hijab antara seorang hamba dengan Allah SWT, untuk memohon ampunan dan anugerah-Nya. Oleh karenanya bagi kita yang tidak melaksanakan ibadah haji, sangat dianjurkan untuk melaksanakan puasa Arafah, sebagaimana digambarkan dalam sebuah riwayat :
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ - رواه مسلم
Dari Abu Qatadah ra, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, 'Akan menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang.' (HR. Muslim)
Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa puasa Arafah tidak dianjurkan bahkan dilarang bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat, “bahwa Rasulullah SAW melarang berpuasa pada hari Arafah di Padang Arafah (bagi jamaah haji)” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
- Mengenai puasa di awal bulan dzulhijjah ini, bahkan sebagian ulama menganjurkan untuk melakukan puasa sejak tanggal 1 hingga 9 dzulhijjah. Diantara yang menganjurkannya adalah Imam Nawawi. Walaupun memang (menurut penulis) tidak ada satu riwayatpun yang secara khusus menganjurkan kita untuk berpuasa pada sembilan hari pertama di bulan dzulhijjah ini. Sekiranya pun terdapat riwayat, riwayat tersebut tidak secara tersurat menganjurkan untuk berpuasa sembilan hari di bulan dzulhijjah. Riwayat tersebut adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ - رواه الترمذي
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah SWT untuk digunakan beribadah sebagaimana halnya hari-hari sepuluh dzulhijjah. Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan shalat pada malam harinya sama nilainya dengan mgernajakan shalat pada malam lailatul qadar.” (HR. Turmudzi)
Kendatipun demikian, sekiranya terdapat sebagian kaum muslimin yang mengamalkan puasa tanggal 1 – 9 dzulhijjah maka harus kita hargai, demikian pula apabila terdapat sebagian lainnya yang hanya berpuasa pada tanggal 9 dzulhijjah saja, juga perlu kita hargai. Dan hendaknya kita tidak saling menyalahkan, selama amalan yang kita lakukan masih memiliki dasar dan dalil yang mendukungnya.
- Berkurban pada hari Idul Adha atau pada hari-hari tasyrik. Karena berkurban merupakan amalan yang paling penting dan paling utama pada hari raya Idul Adha. Demikian pentingnya, hingga penamaan hari rayanya pun, dinamakan dengan berkurban (Adha), yaitu hari raya qurban. Dan berkurban memiliki satu keistimewaan serta hikmah tersendiri yang sangat mendalam. Namun cukuplah bagi kita tentang keutamaan berkurban, dengan sebuah riwayat sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ (رواه الترمذي وابن ماجه)
Dari Aiyah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Tidaklah seorang anak cucu Adam melakukan satu amalan pada hari nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah SWT dibandingkan dengan menyembelih hewan qurban. Dan sesungguhnya hewan qurban itu akan datang pada hari qiyamat dengan tanduknya, bulunya dan kukunya. Dan darah hewan qurban itu akan sampai di sisi Allah sebelum sampai ke bumi.” (HR. Turmdzi & Ibnu Majah)
- Dianjurkan pula bagi yang ingin berkurban dan telah masuk di bulan dzulhijjah, untuk tidak mencabut rabut atau kuku dari dirinya, hingga dia menyembelih binatang kurbannya. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Jika telah masuk hari sepuluh bulan dzulhijjah, dan salah seorang diantara kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak mencabut rambutnya dan memotong kukunya.” (HR. Muslim dan Ahmad). Dan apabila seseorang baru berniat untuk berkurban di tengah hari-hari yang sepuluh itu, maka hendaknya dia menahan diri (untuk memotong kuku, mencabut rambut dsb) sejak dia niat berkurban.
Hal ini, (salah satu hikmahnya) adalah, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya, sebagaimana dalam Firman Allah. "Artinya : ..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...". (Al-Baqarah : 196).
Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
- Bertakbir pada hari raya Idul Adha dan pada hari-hari tasyrik. Bahkan takbir sudah dianjurkan sejak subuh pada hari Arafah pada tanggal 9 dzulhijjah, hingga petang di akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah). Bahkan para ulama mengatakan, disunnahkan mengeraskan suaranya bagi orang laki-laki di masjid-masjid, pasar dan rumah-rumah setelah melaksanakan shalat, sebagai pernyataan atas pengagungan kepada Allah serta perwujudan dari rasa syukur kita kepada-Nya.
- Melaksanakan shalat Idul Adha, pada hari raya Idul Adha dan mendengarkan khutbahnya. Demikian pentingnya shalat ini, Allah SWT memerintahkan dalam Al-Qur'an :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Rab-mu dan berkurbanlah (QS. Al-Kautsar : 2)
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa hukum shalat Idul Adha adalah sunnah mu'akkadah, dan dianjurkan untuk dilaksanakan oleh seluruh kaum muslimin, laki-laki, perempuan, tua, muda bahkan hambasahaya pun dianjurkan untuk melaksanakannya. Sedikit catatan bahwa dalam pelaksanaan shalat Idul Adha, disunnahkan pula untuk : mandi, memakai wewangian, mengenakan pakaian terbaik, menempuh jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang, mendengarkan khutbah, dan juga memperbanyak takbir, dsb.
Wallahu A'lam Bis Shawab.
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Label: Tadabur Hadits
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً، وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةَ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ - رواه البخاري
Dari Abu Musa ra bahwasanya seorang pemuda datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, seseorang berperang karena kekesatriaannya, seseorang berperang berperang karena keberaniannya, dan seseorang berperang karena ingin mendapatkan pujian (riya’)? Rasulullah SAW menjawab, “Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka dia fi sabilillah”. (HR. Bukhari)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantaranya adalah sebagai berikut :
Keikhlasan bukanlah sesuatu yang sekedar diucapkan atau diniatkan, namun lebih dari itu ia merupakan “energi” untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Apabila niatannya baik, maka ini merupakan pintu gerbang untuk mendapatkan kebaikan dalam amal dan aktivitasnya. Sehingga seseorang perlu untuk menempatkan keikhlasan dalam setiap aktivitasnya termasuk ketika melakukan pekerjaan sehari-hari. Dengan niatan yang baik mengharap ridha Allah SWT, segala pekerjaan akan bernilai ibadah dan menjadi timbangan amal shaleh di akhirat kelak. Sementara apabila niatannya buruk (baca ; tidak ikhlas), maka pada hakekatnya amal dan aktiviasnya tersebut akan sia-sia, karena tidak memiliki nilai apapun di sisi Allah SWT kendatipun ia mendapatkan benefit duniawi, sama seperti benefit duniawi yang juga didapatkan oleh mereka yang ikhlas. Namun ia tidak mendapatkan keridhaan dan pahala dari Allah, sebagaimana yang didapatkan oleh mereka-mereka yang berharap ridha dari Allah SWT.
- Keikhlasan akan diuji dengan aktivitas atau amalan tertentu. Sebagai contoh digambarkan dalam hadits di atas bahwa seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seseorang yang berperang karena kekesatriaannya (membela bangsanya, sukunya, organisasinya ataupun institusinya), juga seseorang yang berperang karena keberaniaannya (kepatriotismeannya), atau juga seseorang yang berperang karena ia ingin mendapatkan pujian? Hal ini menunjukkan bahwa dalam berjihad (baca ; berperang), yang notabene merupakan bentuk jihad yang paling baik, sangat mungkin seseorang berjihad hanya untuk mendapatkan pujian, atau supaya posisinya dilihat oleh orang lain lalu mendapatkan reward atas hal tersebut, atau juga karena kekesatriaannya lantaran ia merupakan sesepuh, tokoh, atau pahlawan di institusi tertentu? Tanpa menyalahkan salah satunya, Rasulullah SAW meluruskan persepsi pemuda tersebut dengan jawaban beliau “Barang siapa yang berperang karena ingin menegakkan kalimatullah, maka ia fi sabilillah”. Ini menunjukkan bahwa di medan pertempuran niatan akan diuji. Di medan pertempuran, banyak stimulus-stimulus yang menyebabkan keikhlasan menjadi luntur, seperti munculnya emosi ketika melihat tingkah polah musuh yang profokatif misalnya, atau adanya ghanimah (harta rampasan perang) yang sangat menggiurkan, dsb. Namun ternyata hanya orang-orang yang tetap istiqamah untuk menegakkan kalimatullah lah, yang dikategorikan sebagai oarng yang fi sabilillah dan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
- Indikator utama dari ketidak ikhlasan adalah adanya tujuan duniawi yang dicari, selain dari keridhaan Allah SWT. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ غَزَا لاَ يَبْغِيَ إِلاَّ عِقَالاً فَلَهُ مَا نَوَى - رواه النسائي
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berperang hanya untuk mendapatkan tali kekang unta, maka ia hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Nasa’i)
Artinya adalah bahwa seseorang yang berjuang, berhijrah, beramal atau juga bekerja semata-mata untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata, maka ia tidak akan mendapatkan apapun selain dari apa yang telah diniatkannya. Kendatipun pekerjaannya sangat kental dengan nuansa Islami, yang bahkan cenderung “kaya” dengan atribut-atribut keIslaman. Hadits di atas mencontohkannya dengan jihad, yang barang siapa berjihad hanya mengharap untuk mendapatkan ghanimah (tali kekang unta), maka ia tidak akan mendapatkan apapun, selain dari apa yang telah diniatkannya.
- Pada hakekatnya pekerjaan yang kita kerjakan sehari-hari merupakan bagian dari jihad fi sabilillah. Karena pekerjaan kita bertujuan untuk menyelamatkan umat Islam dari bahaya RIBA yang sudah menjadi fenomena dimana-mana serta untuk menda’wahkan ekonomi syariah di bumi Indonesia. Pahit, getir, susah, gundah yang lahir dari perjuangan ini (baik yang terjadi di lapangan ketika bergesekan dengan pihak lain, maupun di dalam kantor), demi Allah akan diganti oleh Allah SWT dengan pahala yang jauh lebih mulia dengan segala kesenangan dunia. Mengapa? Karena kita semua sedang berjihad menegakkan kalimatullah. Dan dalam hadits di atas dijelaskan Rasulullah SAW bahwa barang siapa yang berjuang untuk menegakkan kalimatullah, maka ia fi sabilillah...
- Untuk itulah, penting bagi kita semua untuk saling mengingatkan agar niat yang ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT akan selalu menjadi obsesi utama kita dalam bekerja dalam rangka menda’wahkan ekonomi syariah di tanah air. Jangan sampai pekerjaan yang sarat dengan nuansa pernjuangan Islam ini, menjadi sirna sia-sia lantaran obsesi dan orientasi kita yang semata-mata ingin mendapatkan benefit duniawi semata (baca ; tali kekang unta). Memang dengan niatan tidak ikhlas pun, kita mendapatkan benefit seperti gaji, remunerasi, bonus, kontes, bantuan uang transport dsb. Namun kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan sangat subsatansial dalam perjuangan Islam, yaitu pahala dan keridhaan Allah SWT.
Perlu digarisbawahi pula, bahwa keikhlasan tidak identik dengan pekerjaan yang dilakukan secara serampangan, tidak terkoordinasi, tidak tepat sasaran, semaunya, yang kemudian menghasilkan hasil yang jauh dari harapan. Justru keikhlasan menuntut adanya sikap keprofesionalitasan dalam beribadah dan juga dalam bekerja. Tidakkah kita melihat sosok Umar bin Abdul Azis, yang sangat ikhlas ketika bekerja di pucuk tertinggi di Kekhilafahan Umat Islam (Khilafah Umawiyah). Semua gaji dan bahkan harta kekayaannya dia infakkan fi sabilillah. Dia hidup secukupnya, namun sangat profesional dalam memimpin Umat Islam. Hingga hanya 2,5 tahun saja beliau menjadi Amirul Mu’minin (th 99 – 101 H), dan hasilnya pada waktu itu tidak didapati seorang miskin pun berada di negeri kaum muslimin. Semua orang menjadi makmur dan tentram hidupnya, berkat keprofesionalitasan sang Amirul Mu’minin, Umar bin Abdul Aziz.
Lawan dari keikhlasan adalah riya’. Riya’ adalah mengerjakan sesuatu mengharapkan sesuatu selain dari keridhaan Allah SWT. Apakah mengharapkan pujian, kedudukan yang lebih tinggi, reward yang lebih besar, dikatakan sebagai pahlawan, pemberani, atau tujuan-tujuan lainnya yang bukan kerena mengharap keridhaan Allah SWT. Riya’ akan dapat meluluhlantahkan segala amal dan usaha serta perjuangan yang kita lakukan. Oleh karenanya, hendaknya kita menciptakan suasana bahwa segala pekerjaan dan aktivitas yang kita lakukan adalah semata-mata mengharap kerdihaan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya yang paling Aku takutkan terjadi pada kalian adalah syirik kecil.’ Apa itu syirik kecil.’ Sahabat bertanya, ‘Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Riya’. Allah SWT berfirman pada hari kiamat terhadap mereka-mereka yang riya’, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riya’ terhadapnya, apakah kalian mendapatkan pahala dari mereka?” (HR. Ahmad)
Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Label: Tadabur Hadits