Hukum Jual Beli Air

 Dalam Hadits Rasulullah SAW bersabda :
 عَنْ إيَاسِ بْنِ عَبْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، ﴿ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ فَضْلِ الْمَاءِ﴾ رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ ابْنَ مَاجَهْ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ
Dari Iyas bin Abdin ra, bahwa Nabi SAW melarang jual beli kelebihan air. (HR. Khamsah, kecuali Ibnu Majah. Dan hadits ini di shahihkan oleh Imam Turmudzi)

HR Khamsah artinya, hadits diriwayatkan oleh 5 Imam Hadits, mereka adalah : Imam Ahmad, Turmudzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah.
Hadits di atas diriwayatkan oleh Khamsah, kecuali Ibnu Majah, artinya hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Turmudzi, Abu Daud dan Nasa’i.
Namun bersamaan dengan riwayat tersebut, Imam Muslim dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits serupa (syahid) dengan sanad berbeda, yaitu dari Jabir bin Abdillah, bukan dari jalur Iyas bin Abdin Al-Muzani.

Hadits Lainnya
وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلُهُ .(رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ) حَدِيثُ إيَاسٍ قَالَ الْقُشَيْرِيِّ هُوَ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَحَدِيثُ جَابِرٍ هُوَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ وَلَفْظُهُ لَفْظُ حَدِيثِ إيَاسٍ وَكَذَا أَخْرَجَهُ النَّسَائِيّ
Dan dari Jabir ra, dari Nabi SAW (sebagaimana hadits sebelumnya). HR. Ahmad dan Ibnu Majah.
Adapun tentang hadits Iyas, Imam Qusyairi mengatakan bahwa hadits tersebut sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim. Sedangkan hadits Jabir ra merupakan hadtis shahih Muslim, sementara lafadznya adalah lafadz hadits Iyas. Demikian juga diriwayatkan oleh Imam Nasa’i.

Takhrij Hadits
Dari Jalur Iyas bin Abdin :
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, hadits no 14897.
Diriwayatkan juga oleh Imam Abu Daud dalam Sunannya, Kitab Al-Buyu’, Bab Fi Bai’ Fadhli Maa’, hadits no 3017.
Diriwayatkan juga oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Buyu’ an Rasulillah, Bab Ma Jaa’a fi Bai’ Fadhli Maa’, hadits no 1192
Diriwayatkan juga oleh Imam Nasa’i, Kitab Al-Buyu’, Bab Bai’ Fadhlil Maa’, hadits no 4583 dan 4584.

Dari Jalur Jabir bin Abdillah ra :
Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, dalam Shahihnya, Kitab Al-Musaqah, Bab Tahrim Bai’ Fadhli Maa’ Alladzi Yakunu bil Falati, hadits no 2925.
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dalam Sunannya, namun bukan dari Iyas bin Abdin, melainkan dari Jabir ra, dalam Kitab Al-Ahkam, Bab An-Nahyi an Bai’ Maa’, hadits no 2468.
Demikian juga Imam Ahmad meriwayatkan hadtis ini dari jalur Jabir bukan Iyas, dalam Musnadnya, hadits no 14117.

Syarah Hadits
#1. Hukum Jual Beli Air
Imam Syaukani mengemukakan,
Bahwa hadits di atas menggambarkan tentang “haramnya” menjual kelebihan air, yaitu kelebihan air dari kebutuhan si pemiliknya.
Kelebihan air yang tidak boleh diperjual belikan itu mencakup air yang berada di wilayah (tanah) umum, maupun di tanah yang dimiliki atau dikuasai baik oleh perorangan maupun kolektif.

Penjelasan :
Ulama sepakat, tentang haramnya hukum memperjual belikan air yang terdapat dalam sumbernya, seperti yang berada di sungai, telaga, danau bahkan yang terdapat di dalam sumur. Kendatipun berada di bawah penguasaan pemiliknya.
Disebut sebagai kelebihan air, maksudnya adalah bahwa pemiliknya lebih berhak terhadap air yang terdapat dalam sumber air tersebut, namun ketika ia telah memenuhi kebutuhannya dan dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkannya, maka ia tidak boleh menjualnya kepada mereka.
Air tersebut boleh dimanfaatkan oleh orang banyak tanpa kompensasi seperti dalam jual beli (iwadh). Dan jika pemiliknya menjual air tersebut kepada orang yang mengambilnya, maka hukumnya haram dan pelakunya berdosa.

#2. Hukum Membeli Lahan Yang Terdapat Sumber Air
Membeli lahan, atau tanah yang di dalamnya terdapat sumber air, adalah boleh. Dan pemiliknya boleh memanfaatkan air tersebut untuk keperluannya dan anggota keluarganya.
Hal ini sebagaimana terdapat riwayat tentang kisahnya Abu Thalhah yang memiliki tanah di dekat Masjid Nabawi yang memiliki sumber mata air, di mana Nabi SAW sering minum dari mata air tersebut :
عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا نَزَلَتْ { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ } قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ } وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ فَقَالَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik ra berkata; Abu Thalhah adalah orang yang paling banyak hartanya dari kalangan Anshar di kota Madinah berupa kebun pohon kurma dan harta benda yang paling dicintainya adalah Bairuha' (sumur yang ada di kebun itu) yang menghadap ke masjid dan Rasulullah SAW sering mamemasuki kebun itu dan meminum airnya yang baik tersebut. Berkata, Anas; Ketika turun firman Allah Ta'ala (QS Alu 'Imran: 92 yang artinya): "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai", Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW lalu berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai", dan sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairuha' itu dan aku menshadaqahkannya di jalan Allah dengan berharap kebaikan dan simpanan pahala di sisiNya, maka ambillah wahai Rasulullah sebagaimana petunjuk Allah kepadanu". "Maka Rasulullah SAW bersabda: Wah, inilah harta yang menguntungkan, inilah harta yang menguntungkan. Sungguh aku sudah mendengar apa yang kamu niyatkan dan aku berpendapat sebaiknya kamu shadaqahkan buat kerabatmu". Maka Abu Thalhah berkata,: "Aku akan laksanakan wahai Rasululloloh. Maka Abu Thalhah membagi untuk kerabatnya dan anak-anak pamannya". (HR. Bukhari)

Namun larangan dalam hadits di atas lebih dimaksudkan pada memonopoli sumber air, untuk kemudian mengenakan “tarif” bagi orang-orang yang akan mengambil air di sumber air tersebut.
Hal tersebut pernah dilakukan oleh orang Yahudi, yang memiliki sumur di masa Usman bin Affan. Pada saat paceklik dan manusia tidak memiliki air, Yahudi tersebut tidak mengizinkan orang-orang mengambil air dari sumur tersebut, kecuali apabila mereka membayarnya.
Kemudian Usman bin Affan membelinya dan menyedekahkannya kepada seluruh kaum muslimin.

#3. Larangan menjual kelebihan air apakah khusus air minum atau air untuk kebutuhan lainnya?
Imam Qurtubi berpendapat bahwa larangan tersebut secara dzahirnya dikhususkan bagi air yang dijadikan sumber air minum. Karena air minum merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, yang manusia tidak dapat hidup tanpanya.
Namun sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud adalah air secara umum, tidak hanya khusus untuk air mium, yang berada di tempat sumber air dan menjadi kebutuhan manusia.
Pendapat kedua ini dikuatkan dengan hadits lainnya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلَأُ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: " Jangan kelebihan air ditahan, dengan maksud untuk menahan tumbuhnya tanaman. (HR. Bukhari)

Bahkan dalam hadits lainnya disebutkan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  لاَ يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلأُ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Jangan kelebihan air ditahan, dengan maksud untuk menahan tumbuhnya tanaman."  (HR. Bukhari)

Jadi secara dzhahirnya hadits ini menggambarkan bahwa larangan menjual air termasuk untuk memenuhi kebutuhan ternak dan bahkan pengairan tumbuhan.
Larangan menjual kelebihan air ini dikuatkan oleh Hadits Nabi SAW lainnya, diantaranya :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ فَمَنَعَهُ مِنْ ابْنِ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ اْلآيَةَ (إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa  Rasulullah SAW bersabda: "Ada tiga jenis orang yang Allah Ta'ala tidak akan melihat mereka pada hari qiyamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka disediakan siksa yang pedih, yaitu seorang yang memiliki kelebihan air di jalan lalu dia tidak memberikannya kepada musafir, seorang yang membai'at imam dan dia tidak membai'atnya kecuali karena kepentingan-kepentingan duniawi, kalau dia diberikan dunia dia ridho kepadanya dan bila tidak dia marah, dan seorang yang menjual dagangannya setelah 'Ashar lalu dia bersumpah; demi Allah Dzat yang tidak ada Ilah selain Dia subgguh aku telah memberikan (shadaqah) ini dan itu lalu sumpahnya itu dibenarkan oleh seseorang". Kemudian Beliau membaca ayat ini: artinya ("Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…") (HR. Bukhari

#4 Menjual air yang sudah di kemas, atau sudah diangkut?
Adapun air yang sudah ada “usaha” dari pemiliknya, seperti air yang sudah dikemas dalam botol, atau sudah diisikan ke dalam galon, atau diangkut dengan menggunakan gerobak lalu diantar ke rumah-rumah, maka hukumnya adalah boleh untuk diperjualbelikan.
Karena sudah ada “usaha” dari pemiliknya dalam memprosesnya dan atau mengantarkannya ke rumah-rumah penduduk. Adapaun jika ia menjual air untuk kemudian orang-orang mengambil sendiri di dalam sumur, di sungai atau di danau, maka hukumnya tidak boleh.
Menjual air inipun ada syaratnya terkait dengan sumber mata airnya. Yaitu di sumber mata air tersebut, pemiliknya tidak boleh melarang orang-orang mengambil dari sumber tersebut apabila akan digunakan untuk keperluan sehari-hari.

والله تعالى أعلى وأعلم بالصواب
والحمد لله رب العالمين
By Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Apakah anda pernah melaksanakan shalat sunnah syuruq? Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu syuruq (terbitnya matahari), setelah sebelumnya di dahului dengan shalat subuh berjamaah di masjid lalu berdzikir di masjid hingga matahari terbit kemudian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat. 
Tulisan ini akan membahas tentang kedudukan dan derajat dari hadits yang menggambarkan keutamaan shalat sunnah syuruq. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan insya Allah tulisan ini tidak memiliki tujuan kecuali hanya kebaikan semata. 


Hadits tentang keutamaan shalat sunnah syuruq
 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ (رواه الترمذي هذا حديث حسن غريب)
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat pagi hari (subuh) secara berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah SWT hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka baginya pahala seperti pahala mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, ‘Sempurna, sempurna, sempurna.’ (HR. Turmudzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan gharib)

Takhrij & Sanad Hadits :
1.    Hadits ini memiliki sanad lengkapnya sebagai berikut :

 حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو ظِلَالٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ، قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
2.    Hadits ini diriwayatkan hanya oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Jum’ah an Rasulillah SAW, Bab dzikr ma yustahab minal julus fil masjid ba’da shalatis subhi hatta tatlu’as syamsi, hadits no 535 dari jalur Abdul Aziz bin Muslim dari Abu Dzilal dari Anas bin Malik ra.
3.    Hadits ini dikatakan oleh Imam Turmudzi sebagai “Hasan Gharib”, yaitu bahwa menurut Imam Turmudzi, sanad hadits ini “hasan” artinya tidak mencapai derajat shahih, dan diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada satu tingkatan sanadnya (gharib).
4.    Namun dalam sanad hadits ini terdapat Abu Dzilal, yang diperbincangkan oleh ulama Jarh wa Ta’dil. Nama aslinya adalah Hilal bin Abi Hilal, termasuk tabi’in kecil. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzib mengatakan bahwa Abu Dzilal itu dha’if. Dan pada umumnya, apabila dalam sanad hadits terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut dihukumi sebagai hadits dha’if juga.
5.    Namun Imam Turmudzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan gharib. Kemungkinan yang dimaksudkan oleh Imam Turmudzi adalah hasan li ghairihi, yaitu hadits dha’if yang dikuatkan oleh hadits serupa dengan jalur sanad yang berbeda (syahid).
6.    Bahkan Syekh Albani menghukumi bahwa hadits ini menurutnya adalah hadits shahih, sebagaimana dalam Shahih Jami’ Shaghir 5/ 313 no 6222 dari hadits Anas bin Malik, meskipun dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang didhaifkan ulama hadits, yaitu Abu Dzhilal.

Hadits lain yang serupa (syahid) :
Memang terdapat beberapa riwayat lainnya yang serupa dengan hadits di atas, diantaranya adalah hadits-hadits berikut :
1.    Hadits Riwayat Imam Baihaqi, dalam Kitab Syu’abul Iman :

 عن سعد بن طريف ، عن عمير بن مأمون بن زرارة ، عن حسن بن علي ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من صلى الفجر ثم قعد في مجلسه يذكر الله حتى تطلع الشمس ، ثم قام فصلى ركعتين حرمه الله على النار أن تلفحه أو تطعمه (رواه البيهقي)
Dari Sa’d bin Tharif, dari Umair bin Ma’mun bin Zararah, dari Hasan bin Ali ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat subuh kemudian ia duduk di majlisnya berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat, maka Allah akan haramkan dirinya dijilat atau dimakan api neraka.’ (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman Fashl Al-Masyi Ilal Masjid, Bab Man Shalla Al-Fajr summa Qa’ada fi Majlisihi Yadzkurullah Hatta Tatlu’as Syams, hadits no 2826.

Keterangan :
Hadits ini dha’if, karena terdapat Sa’d bin Tharif. Bahkan ibnu Hibban mengatakan bahwa Sa’d bin Tharif itu matruk, pernah tertuduh memalsukan hadits. Sehingga kesimpulannya, Hadits ini tidak bisa menguatkan atau menjadi syahid bagi hadits bab. Karena hadits dha’if tidak menambah apapun kecuali kedha’ifan semata.

2.    Hadits riwayat Imam Muslim
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا (رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وأحمد)
Dari Jabir bin Samurah ra bahwa Nabi SAW apabila shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik. (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan Ahmad)
Keterangan :
Hadits ini shahih, namun tidak sesuai dengan hadits bab dari dua aspek :
•    Jalur sanadnya dari Jabir bin Samurah, sementara hadits bab dari Anas bin Malik.
•    Maknanya tidak menguatkan hadits bab. Karena hadits ini hanya menggambarkan bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya setelah shalat subuh, tanpa menggambarkan keutamaan yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dalam hadits bab.
Kesimpulan :
Hadits ini tidak bisa menguatkan hadits bab, kecuali hanya dari sisi makna bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya ba’da shalat subuh, hingga matahari terbit dengan baik. Adapun keutamaan akan mendapatkan pahala seperti haji atau umrah, adalah tidak ada. Karena tidak ada satu keterangan pun yang menggambarkan hal tersebut dalam hadits ini.

Kesimpulan dan Penjelasan terkait sanad hadits :
1.    Dalam kutubut tis’ah (kitab hadits yang sembilan), hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Sementara tidak ada satupun dari Imam yang 9 (Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Darimi dan Imam Malik) yang meriwayatkan hadits ini selain Imam Turmudzi.  Jadi, Imam Turmudzi lah satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini.
2.    Bahwa Imam Turmudzi pun ketika meriwayatkan hadits ini, beliau mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan gharib. Hasan artinya bahwa hadits ini tidak mencapai derajat shahih. Sementara gharib maknanya adalah bahwa hadits yang dalam salah satu tingkatan perawinya hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi hadits saja. 
3.    Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang dha’if, yaitu Abu Dzilal. Beliau adalah Hilal bin Abi Hilal, merupakan salah seorang tabi’in. Beliau hanya mengambil hadits dari Anas bin Malik. Dan beliau sendiri merupakan perawi yang didhaifkan oleh para Ulama Jarh wa Ta’dil.
4.    Keterangan mengenai Abu Dzilal dapat dilihat misalnya dari pendapat Imam Yahya bin Ma’in, yang mengatakan bahwa beliau (Abu Dzilal) adalah dha’if. Demikian juga Imam Nasa’i mengatakan bahwa beliau adalah dha’if, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzibnya menyimpulkan bahwa Abu Dzilal adalah dha’if.
5.    Umumnya, hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut kan dihukumi sebagai hadits dha’if. Karena tingkatan dan derajat suatu hadits ditentukan oleh kredibilitas para perawinya. Jika perawinya tsiqah dari awal sanad hingga akhirnya, maka hadits tersebut menjadi hadits shahih. Sebaliknya jika dalam hadits terdapat perawi yang lemah (dh’aif), maka juga akan menjadikannya sebagai hadits dha’if, kecuali jika terdapat riwayat lain yang serupa dengan hadits tersebut namun memiliki jalur sanad yang berbeda, maka hadits tersebut bisa menguatkannya dan bisa meningkatkan derajat haditsnya dari dha’if menjadi “hasan li ghairihi”, yaitu hadits hasan karena sebab ada hadits dari jalur sanad lainnya yang menguatkannya.
6.    Sejauh pengamatan penulis, memang terdapat beberapa riwayat yang memiliki kemiripan dengan hadits tersebut sebagaimana pembahasan di atas, namun tidak satupun dari hadits-hadits yang mirip tersebut memiliki kesamaan, khususnya dari sisi keutamaannya; yaitu bahwa siapa yang shalat subuh berjamaah di masjid lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna. Salah satu hadits yang menguatkannya adalah dha’if, bahkan termasuk hadits dhaif yang berat dikarenakan salah seorang perawinya ada yang tertuduh pernah berdusta atas nama Nabi SAW, sedangkan yang satunya lagi tidak menjelaskan tentang keutamannya melainkan hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah shalat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit.
7.    Kesimpulan : menurut penulis bahwa hadits ini pada dasarnya merupakan hadits dha’if, namun dapat menjadi hasan karena sebab riwayat lain (syahid) .yang menguatkannya.

Wallahu A’lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Sepenggal Kisah Da'wah Nabi Ibrahim as

Kisah Nabi Ibrahim as Dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an memiliki perhatian yang kuat dalam mengisahkan tentang kehidupan Nabi Ibrahim as. Setikanya, kisah Nabi Ibrahim as disebutkan sebanyak 25 kali, yang tersebur dalam 20 surat, dengan total ayat yang bercerita tentang beliau sebanyak 156 ayat.

Kelahiran & Kehidupan Nabi Ibrahim as Hingga Dewasa
Nabi Ibrahim as dilahirkan di negeri Babilonia, di wilayah Iraq, yang seluruh penduduknya adalah para penyembah berhala. Negeri ini dipimpin oleh Raja Namrudz bin Kan'an yang sangat otoriter, yang bahkan ia memerintahkan penduduknya untuk mengagungkan dirinya, memuliakannya bahkan menyuruh mereka untuk menyembahnya.

Garis Keturunan Nabi Ibrahim as Keatas Dan Kebawah
Bapak beliau bernama Azar. Walaupun ada juga yang mengatakan bahwa bapaknya bernama Tarih. Namun jumharu ulama sepakat mengatakan bahwa Bapak beliau bernama Azar, berdasarkan dalil Qur'an dan sunnah, yaitu :
•    QS Al-An'am 94 ( وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر أتتخذ أصناما آلهة )
•    HR Bukhari ( يلقي أبراهيم أباه آزر يوم القيامة )
Kakek beliau ke yang ke IX adalah Nabi Nuh as. Dan beliau disebut juga sebagai Abul Anbiya' (Bapak para Nabi) karena memiliki keturunan para nabi, hingga ke Nabi Muhammad SAW. Keturunan beliau yang menjadi nabi dapat disimpulkan dari dua garis :
•    Dari garis keturunan nabi Ishak lahir seluruh nabi-nabi Bani Israil.
•    Dari garis keturunan nabi Ismail lahirlah nabi Muhammad SAW.

Berpindah Dari Satu Tempat Ke Tempat Lainnya
Nabi Ibrahim as tumbuh hingga dewasa di Babilonia. Kemudian bersama bapaknya beliau berpindah ke Baitul Maqdis dan menetap di sana. Bersamanya turut serta pula keponakan beliau, yaitu Nabi Luth as. Mereka juga menetap di negri Hiran di wilayah Kan'aniyin yang luas wilayahnya membentang dari Syam hingga Jazirah Arab, yang penduduknya juga adalah para penyembah berhala. Penduduk Hiran menyembah bintang-bintang, dan membuat dari tiap bintang bentuk berhalanya yang di gantung dan mereka sucikan, di pintu-pintu rumah mereka.

Profesi Azar, Kehidupan Kaumnya Dan Terjaganya Nabi Ibrahim Dari Pengaruh Berhala
Bapak beliau, Azar berprofesi sebagai pembuat sekaligus sebagai penjual patung. Hal ini kemudian menjadikan Azar memiliki “tempat” dan dihormati oleh mereka. Namun kendatipun suasana penyembah berhala, Nabi Ibrahim as tumbuh dengan ri'ayah Allah terjaga dari hal-hal tersebut. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam ayat (QS An-Nahl 120 - 121) :
إن إبراهيم كان أمة قانتا لله حنيفا ولم يك من المشركين شاكرا لأنعمه اجتباه وهداه إلى صراط مستقيم
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),(lagi) yang mensyukuri ni`mat-ni`mat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.

Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, tentang firman Allah ( كان أمة ) yaitu Imam dalam kebaikan. Dan firman Allah ( قانتا ), yaitu taat kepada Allah. (Fathul Qadir – Syaukani). Dan menguatkan keIslam nabi Ibrahim as adalah firman Allah SWT : QS Ali Imran 67
ماكان إبراهيم يهوديا ولا نصرانيا ولكن كان حنيفا مسلما وما كان من المشركين
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik."

Bahkan bukan hanya terjaga keimanannya kepada Allah SWT, Nabi Ibrahim as juga mengikrarkan Keislamannya serta menampakkan pengingkarannya terhadap kemusyrikan. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an : QS Al-An'am 79
إني وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا وما أنا من المشركين
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

Da'wah Nabi Ibrahim as Kepada Bapaknya
Nabi Ibrahim memulai da'wahnya pertama-tama kepada Bapaknya sendiri, yaitu Azar. Hal ini beliau lakukan dengan alasan atau pertimbangan tersendiri, yaitu :
  1. Supaya kebaikan pertama kali muncul dari keluarganya. Rasulullah SAW pun juga mengikuti langkah beliau, yang menda'wahi keluarganya terlebih dahulu.
  2. Karena Bapaknya adalah pembuat dan penjual berhala, yang apabila Bapaknya mengikuti da'wahnya, berarti otomatis biang kemusyrikan bisa ditiadakan.
Nabi Ibrahim as sangat membenci berhala-berhala. Pernah suatu ketika Azar mengejak beliau ke tempat penyembahan berhala. Pada saat tersebut nabi Ibrahim seorang dukun yang tengah berdiri dihadapan berhala dengan posisi ruku' meminta kepada berhala. Lantas nabi Ibrahim menghardiknya, sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur'an. Peristiwa ini terjadi sebelum beliau diangkat menjadi Nabi : QS. Al-An'am 74 :
وإذ قال إبراهيم لآبيه آزر أتتخذ أصناما آلهة إني أراك وقومك في ضلال مبين
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata".

Setelah beliau menjadi nabi, beliau juga menda'wahi kembali Bapaknya. Bahkan setelah menjadi nabi, beliau menda'wahi bapaknya dengan penjelasan yang lebih luas. Hal ini sebagaimana yang dibadikan Allah dalam firman-Nya : QS. Maryam 42 - 45
ياأبت لم تعبد مالا يسمع ولا يبصر ولا يغني عنك شيئا، ياآبت إني قد جاءني من العلم ما لم يأتك افاتعني أهدك صراطا سويا، ياأبت لا تعبد الشيطان إن الشيطان كان للرحمن عصيا، ياأبت إني أخاف أن يمسك عذاب من الرحمن فتكون للشيطان وليا
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".

Mendengar seruan dan ajakan Nabi Ibrahim as, Azar mengingkari dan bahkan mengancam Nabi Ibrahim as dengan rajam dan pengusiran : QS. Maryam 46
قال أراغب أنت عن آلهتي يا إبراهيم، لئن لم تنته لأرجمنك واهجرني مليا
Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".

Azar mengingkari da'wah nabi Ibrahim as adalah karena Azar mendapatkan “tempat” dan kemuliaan di masyarakatnya, terkait profesinya sebagai pembuat dan penjual berhala. Dan tentunya sekiranya Azar menerima da'wah Nabi Ibrahim, akan berakibat pada kemurkaan kaumnya. Namun Nabi Ibrahim as berusaha sekuat tenaga untuk menda'wahi Bapaknya. Tercatat metode yang beliau guanakan untuk menda'wahi Bapaknya adalah sebagai berikut :
1.    Memberikan nasehat yang baik kepada Bapaknya.
2.    Memperingatkan Bapaknya dari bahaya syaitan
3.    Metode memberikan ancaman (akhirat) apabila beliu tidak mengikuti da'wahnya.
4.    Menda'wahi dengan cara yang lembut dan santun kepada Bapaknya, bahkan Nabi Ibrahim pernah juga mendoakan Bapaknya :
قال سلام عليك سأستغفر لك ربي إنه كان بي حفيا
Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (QS. Maryam 47)

Namun akhirnya setelah Nabi Ibrahim as telah mengetahui keingkaran Bapaknya terhadap da'wah beliau, beliau pun menarik diri daripadanya dan tidak lagi mendoakannya. Allah SWT berfimrna dalam Al-Qur'an :
وما كان استغفار إبراهيم لأبيه إلا عن موعدة وعدها إياه فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه إن إبراهيم لأواه حليم
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. At-Taubah 114)

Dari da'wah yang beliau lakukan terhadap bapaknya, dapat disimpulkan bahwa beliau menggunakan  metode da'wah sebagai berikut :
  1. Menjelaskan tentang hakekat berhala; “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun.” QS. Maryam 42
  2. Peringatan dari bahaya syaitan dan dari azab Allah SWT (QS Maryam 44 – 45)
  3. Memberitahukan tentang kenabian dirinya. (QS. Maryam 42)
  4. Kesabaran dan kelemahlembutan, diantaranya dengan mendoakannya (QS. As-Syu'ara' 86)

Da'wah Nabi Ibrahim as Terhadap Raja Namrudz
Ulama berbeda pendapapat tentang kapan dilakukan da'wah Nabi Ibrahim kepada Raja Namrudz bin Kan'an? Apakah sebelum penghancuran beliau terhadap berhala-berhala dan sebelum beliau dilemparkan ke dalam api, ataukah sesudahnya? Menurut Imam As-Sidy dialog antaran Nabi Ibrahim dan Raja Namrudz ini terjadi pada hari keluarnya beliau dari Api, yaitu setelah beliau menghancurkan berhala.
Namun yang jelas bahwa Raja yang diktator ini mendepat masalah Tauhid yang diajarkan nabi Ibrahim. Pertanyaan pertama dari sang Raja adalah sisapakah tuhanmu? Nabi Ibrahim menjawab, Tuhanku adalah Dzat yang menghidupkan dan mematikan. Namrudz kemudian menjabaw, 'Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan”. Lalu ia memanggil dua orang, dibunuh salah satunya serta dibiarkan yang lainnya. Kemudian manakala Sang Raja menampakkan kekafirannya dengan menjawab pertanyaan beliau, Nabi Ibrahim bertanya lagi dengan pertanyaan yang kemudian membuat Raja Namrudz terdiam tak mampu menjawab, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dari barat.” (Kisah ini diabadikan dalam QS Al-Baqarah 258 :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ ءَاتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Da'wah Nabi Ibrahim as Di Negri Hiran
Sebagaimana diketahui bahwa beliau lahir dan tumbuh di Babilonia, kemudian pindah ke Baitul Maqdis, lalu kemudian berpindah juga ke Hiran. Negri Hiran merupakan negri dimana penduduknya juga penyembah bintang-bintang. Berbeda dengan metode da'wah beliau sebelumnya, di sini beliau menggunakan metode yang berbeda. Dialog yang digunakan nabi Ibrahim as lebih mendalam, bahkan beliau seolah turut terlibat langsung. QS. Al-An'am 75 – 84
وكذلك نري إبراهيم ملكوت السموات والأرض وليكون من الموقنين* فلما جن عليه الليل رأى كوكبا قال هذا ربي فلما أفل قال لا أحب الآفلين* فلما رأى القمر بازغا قال هذا ربي فلما أفل قال لئن لم يهدني ربي لأكونن من القوم الضالين* فلما رأى الشمس بازغة قال هذا ربي هذا أكبر فلما أفلت قال ياقوم إني بريء مما تشركون* إني وجهت وجهي للذي فطر السموات والأرض حنيفا وما أنا من المشركين* وحاجه قومه قال أتحاجوني في الله وقد هدان ولا أخاف ما تشركون به إلا أن يشاء ربي شيئا وسع ربي كل شيء علما أفلا تتذكرون* وكيف أخاف ما أشركتم ولا تخافون أنكم أشركتم بالله ما لم ينزل به عليكم سلطانا فأي الفريقين أحق بالأمن إن كنتم تعلمون* الذين ءامنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون* وتلك حجتنا ءاتيناها إبراهيم على قومه نرفع درجات من نشاء إن ربك حكيم عليم* ووهبنا له إسحاق ويعقوب كلا هدينا ونوحا هدينا من قبل ومن ذريته داود وسليمان وأيوب ويوسف وموسى وهارون وكذلك نجزي المحسنين*
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?"  Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya`qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baikز

Da'wah beliau ini menggunakan dialog yang dapat menggiring 'paradigma' berfikir dan keyakinan kaumnya, bahwa bintang, bulan dan matahari tidak patut untuk disembah. Hanya pencipta itu semua yang patut disembah, yaitu Allah SWT. Dalam dialog tersebut, beliau memposisikan diri seolah sebagai orang yang mencari tuhan, yang hidup, berfikir dan bernafas seperti mereka. Dengan posisi seperti ini, beliau leluasa menggiring opini mereka, dan bahkan dapat mengantarkan mereka (atas izin Allah) kepada agama yang benar, menyembah Allah SWT.

Kepergian Ke Mesir
Nabi Ibrahim as, istrinya Sarah dan juga Nabi Luth pergi ke Mesir pada saat di Baitul Maqdis mengalami masa sulit. Disana bertemu dengan Raja Mesir, yang tertarik dengan  Sarah. Namun berkat pertolongan Allah SWT mereka terselamatkan dari makar Sang Raja. Bahkan akhirnya mereka dapat kembali ke Baitul Maqdis dengan membawa harta, hewan ternak serta seorang budak.

Berita Gembira Untuk Nabi Ibrahim as
Setelah itu mereka menetap kembali di Baitul Maqdis. Di sini Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk melihat ke timur, barat, utara dan selatan. Dan Allah memberikan kabar gembira kepadanya bahwa sejauh matanya memandang tersebut akan menjadi daerah yang dikuasainya hingga akhir zaman dari anak dan keterunannya. Padahal pada saat itu, Nabi Ibrahim hanya beristrikan Sarah yang mandul.
Namun Nabi Ibrahim as tetap berdoa kepada Allah SWT agar diberikan keturunan, dengan sebuah doa yang diabadikan dalam Al-Qur'an :
وقال إني ذاهب إلى ربي سيهدين* رب هب لي من الصالحين* فبشرناه بغلام حليم*
Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. "Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. As-Shafat 99 – 101)

Dan Allah mengabulkan permohonannya dengan Nabi Ismail as, dari istrinya Hajar. Hajar adalah seorang budak yang diberikan Raja Mesir untuk Sarah. Namun kemudian Sarah memberikan Hajar kepada Nabi Ibrahim as, dan menikahkannya dengan keridhaannya, dengan harapan agar Allah SWT memberikan keturunan yang shaleh. Usia Ibrahim ketika itu kurang lebih 80 th.

Perintah Untuk Meninggalkan Anak Dan Istrinya di Mekah
Ketika nabi Ismail masih dalam susuan, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT untuk membawa anak dan istrinya ke Baitullah al-Haram di Mekah Al-Mukarramah. Bahkan Allah memerintahkannya untuk meninggalkan anak dan istrinya tersebut di tempat itu.
ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقيموا الصلاة فاجعل أفئدة من الناس تهوي إليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim :  37)

Perintah Untuk Menyembelih Anaknya
Kemudian beliau diuji kembali dengan mimpi beliau menyembelih nabi Ismail putra beliau, yang kala itu baru berumur 13 tahun. Pada saat itu nabi Ismail telah mencapai usia bisa berusaha. Dan pada akhirnya Nabi Ibrahim as melaksanakannya, dan digantikan Nabi Ismail dengan seekor Kibas dari surga persis pada saat Nabi Ibrahim akan melakukan penyembelihan. Hal ini Allah abadikan dalam Al-Qur'an : QS. As-Shaffat 102 – 112 :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ* وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ* قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ* إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِينُ* وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ* وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ* سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ* كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ* إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ* وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ* سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ*
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.  Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh.

Ujian untuk menyembelih anak, lebih berat dibandingkan dengan ujian ketika beliau dilemparkan ke dalam api untuk dibakar. Karena perjuangan beliau mendapatkan keturunan harus melalui proses yang panjang. Kemudian karena keiffahannya Sarah mendapatkan hadiah seorang budak. Lalu dengan keikhlasan Sarah, budak tersebut dinikahkan ke Nabi Ibrahim. Karena keikhlasan Sarah, Allah SWT pun memberikan anugerah mulia bagi Sarah. Hal ini seperti yang diabadikan dalam Al-Qur'an (QS. Ad-Dzariyat : 24 – 30)
هل أتاك حديث ضيف إبراهيم المكرمين* إذ دخلوا عليه فقالوا سلاما قال سلام قوم منكرون* فراغ إلى أهله فجاء بعجل سمين* فقربه إليهم قال ألا تأكلون* فأوجس منهم خيفة قالوا لا تخف وبشروه بغلام عليم* فأقبلت امرأته في صرة فصكت وجهها وقالت عجوز عقيم* قالوا كذلك قال ربك إنه هو الحكيم العليم*
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaaman", Ibrahim menjawab: "Salaamun" (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: "Silakan kamu makan". (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut," dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). Kemudian isterinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan". Sesungguhnya Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Sebagai seroang wanita Sarah heran dengan berita gembira yang disampaikan oleh Malaikat. Namun kemudian malaikat meyakinkan, bahwa ini merupakan kehendak  Allah SWT mengabadikannya QS Hud 72 – 73 :
قالت ياويلتى ءألد وأنا عجوز وهذا بعلي شيخا إن هذا لشيء عجيب* قالوا أتعجبين من أمر الله رحمة الله وبركاته عليكم أهل البيت إنه حميد مجيد*
Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."

Hikmah dari perjalanan Nabi Ibrahim as :
1.    Keberanian yang luar biasa dalam memperjuangkan kebenaran. Diantaranya adalah dalam hal-hal berikut :
a.    Ketika menghancurkan berhala, tanpa peduli dengan bahaya yang ditimbulkan dari aksinya tersebut.
b.    Penjulukannya terhadap kaumnya yang menyembah berhala dengan julukan gila, kehilangan akal, bahkan penghinaannya terhadap berhala-berhala tersebut : (QS Al-Anbiya' 67)
أف لكم ولما تعبدون من دون الله أفلا تعقلون
Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?

c.    Ketika beliau dilemparkan ke api, sedikitpun beliau tidak merasa takut atau khawatir. Yang terucap oleh beliau hanya habunallah wani'mal wakil.
d.    Berani mendebat Raja Namrud yang kejam dan diktator. Padahal di masanya, Raja Namrudz merupakan sosok raja yang memiliki dunia dan ditakuti oleh semua orang. Namun beliau bernai berbicara dan menentangnya secara langsung dihadapan sang Raja.

2.    Memiliki fariasi dalam metode da'wah
a.    Beliau menggunakan metode dialog yang lembut ketika menda'wahi Bapaknya Azar.. Dialog yang pantas antara seorang anak dengan Bapaknya.
b.    Sikap ini berbeda, ketika beliau menda'wahi kaumnya yang terkesan lebih tegas.
c.    Demikian juga metode beliau dalam menda'wahi kaum penyembah berhala. Dimana beliau turut masuk ke dalam kaum tersebut. Lalu berdiskusi atas apa yang mereka sembah. Beliau arahkan dari bintang, bulan dan matahari. Sekiranya sejak awal beliau mengatakan bahwa menyembah bintang adalah batil, pastilah sejak awal beliau diusir oleh kaumnya.

3.    Memiliki kecerdasan dan kemampuan diskusi yang luar biasa. Dinataranya terlihat dari hal-hal berikut :
a.    Dalam memilih waktu yang tepat untuk menghancurkan berhala. Yaitu pada hari dimana kaumnya melakukan perayaan yang menjadikan mereka tidak terlalu mengawasi berhala-berhalanya. Kondisi seperti ini menjadikan Nabi Ibrahim sangat leluasa untuk menghancurkan berhala.
b.    Beliau tidak menghancurkan semua berhala. Namun beliau sisakan berhala yang paling besar, lalu beliau gantungkan kapak yang beliau gunakan untuk menghancurkan berhala di leher berhala yang paling besar. Ketika kaumnya datang dan bertanya kepada beliau siapa yang melakukan hal ini, Nabi Ibrahim menjawab, yang melakukannya adalah berhala yang paling besar :
قالوا ءأنت فعلت هذا بآلهتنا ياإبراهيم* قال بل فعله كبيرهم هذا فاسألوهم إن كانوا ينطقون*
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara".

c.    Beliau juga meminta kepada kaumnya untuk bertanya kepada berhala yang paling besar, apakah dia yang menghancurkannya? Ketika itulah, hujah menjadi sangat nyata dan jelas, bahwa berhala tidak bisa berkata-kata dan tidak bisa berbuat apa-apa. Akankah berhala seperti itu disembah?

4.    Tidak terpengaruh dengan perasaan dalam menjalankan perintah Allah SWT, baik ketika berda'wah terhadap ayahnya, maupun ketika melaksanakan perintah Allah terkait dengan anaknya, Ismail as.
a.    Beliau membawa istri dan anaknya yang masih menyusui dari Palestina ke Mekahyang gersang dan tandus, lalu meninggalkannya di tempat tersebut.
b.    Implementasi beliau terhadap perintah Allah SWT untuk menyembelih anaknya Ismail. Dengan tanpa ragu beliau mengimplementasikannya.

Wallahu A'lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc,. M.Ag

Menggagas Fiqh Marketing Asuransi Syariah

Asuransi Syariah di Indonesia, berkembang demikian pesatnya. AASI (Asosiasi Asuransi Syariah) memperkirakan bahwa pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia pada tahun 2013 mencapai  40%. (m.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/12/12/04/meigt9-asuransi-syariah-tumbuh-40-persen-2013). Sungguh merupakan perkembangan yang demikian pesatnya, khususnya apabila diandingkan dengan asuransi konvensional yang tidak jauh dari angka 20% saja. Pertumbuhan yang besar ini, tentunya menjadi angin segar bagi pelaku Industri Asuransi Syariah di tanah air. Karena potensi pasar asuransi syariah di Indonesia yang merupakan negeri dengan jumlah kaum muslimin terbesar di dunia masihlah sangat terbuka lebar dan sangat menjanjikan.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan asuransi syariah, ada sebuah tantangan penting lainnya yang harus menjadi catatan bagi pelaku industri asuransi syariah, yaitu tantangan kesesuian dengan aspek syariah pada sisi pemasaran atau sisi marketing di lapangan. Karena asuransi syariah dapat secara baik menerpakan prinsip operasional dan pengelolaan keuangannya sesuai dengan syariah, namun ternyata ketika menjual di lapangan terjerumus pada kecenderungan image umumnya sales di pasaran, yaitu “yang penting produknya laku di pasaran terlebih dahulu”. Sehingga bisa jadi, seorang marketing atau seles menanggalkan atau mengabaikan “baju syariahnya” ketika menjual produk di lapangan.
Bisa jadi seorang seles atau marketing asuransi syariah merasa “galau”, apakah satu objek ini boleh diasuransikan secara syariah atau tidak? Karena secara syariah (baca ; fiqh) sah atau tidaknya objek ini sangat penting, berdampak pada keabsahan “akad” yang ditransaksikan dalam asuransi syariah tersebut. Sebagai contoh, dalam kasus general insurance syariah, ketika ada satu bangunan yang akan diasuransikan, namun ternyata bangunan ini bangunan ini menjadi tempat untuk penyimpanan minuman beralkohol. Sementara alkohol atau minuman keras (khamrer) merupakan sesuatu yang sudah jelas keharamannya. Namun bagimanakah hukum menghasuransikan gudang tersebut? Mengingat, toh itu hanya sebagai tempat untuk menyimpan saja dan kita tidak meminumnya?  Seorang seles seringkali “galau”, dan terkadang diskusi dalam dirinya berkecamuk sedemikian rupa. Bahkan terkadang muncul argumentasi-argumentasi dalam dirinya, yang kecenderungannya memperbolehkan hal tersebut, diantaranya adalah argumentasi berikut, “daripada diasuransikan ke konvensional (yang menurut jumhur ulama) hukumnya haram, lebih baik  ke syariah saja. Sehingga ia tidak terjerumus dua kali pada yang haram; sudah objeknya haram, asuransinya pun haram lagi.”  Nah, apabila seorang seles tidak jeli dalam melihat ini bisa saja ia tergoda untuk” meng accept” gudang tersebut, terlebih-lebih dengan iming-iming premi kontribusi yang tinggi dan otomatis fee atau komisi (ujrah) yang akan diterimanya juga lumayan besar.

Disinilah muncul masalah, karena apabila kemudian gudang ini di accept, akan muncul masalah baru; yaitu bahwa akad tersebut berpotensi tidak sah. Sehingga apabila akadnya tidak sah, maka premi kontribusi yang dibayarkannya pun menjadi tidak sah, dan otomatis ujrah (komisi) yang diterima oleh sales dan atau keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi syariah tersebut yang bersumber dari sisi ini akan menjadi tidak sah. Mengapa demikian? Bukan kah akad dalam asuaransi syariah tergolonga dalam akad tabarru’? Benar, memang akad yang mendasari asuaransi syariah adalah tabarru’, namun jangan lupa bahwa tabarru’ pun harus bersumber dari dana yang halal (bukan hanya dalam akad tijari yang mengharuskan hal tersebut). Perhatikan dengan seksama makna dari hadits berikut, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah (tabarru’) tidak akan diterima bila (bersumber dari yang) tidak halal.” (HR. Muslim, Kitab At-Thaharah, Bab Wujub At-Thaharah Lis Shalat, hadits no 329).  Sisi yang kelihatannya sederhana ini, ternyata memiliki implikasi yang luar biasa fatal bukan?

Dilihat dari sisi objek ini pula, muncul banyak keraguan dari seles ketika akan meng’accept suatu objek tertentu. Misalnya untuk produk marine cargo (pengangkutan laut), untuk eksport import. Apabila barang yang dikirim ternayata masuk dalam kategor barang yang tidak halal secara syariah; misalnya wine, daging import yang tidak disembelih dengan nama Allah, dsb. Atau ketika akan menutup hotel; sementara hotel tersebut bukan merupakan hotel syariah. Jika hotelnya syariah, maka permasalahannya menjadi selesai dengan sendirinya. Atau kemudian supermarket atau minimarket yang di dalamnya menjual minuman keras. Belum lagi dari sisi life insurancenya, misalnya ketika ada satu pabrik yang memproduksi minuman keras, kemudian ingin mengasuransikan semua karyawannya ke asuransi syariah, mengingat bahwa kebanyakan karyawannya adalah beragama Islam. Atau juga karyawan dan karyawati yang bekerja di bar atau diskotik dimana menu khamer menjadi salah satu ciri utamanya. Atau bahkan karyawawan dan karyawati dari bank konvensional, dst. Dan jika diinfentarisir, hal ini akan banyak sekali sehingga seringkali seroang seles atau marketing menjadi “galau”; antara apakah ini boleh diasuransikan atau tidak? Dan apabila “tidak kuat-kuat Iman”, tergiur dengan jumlah premi kontribusi yang cukup besar, atau karena pemahaman yang ”kurang”, maka bisa jadi ia akan terjerumus untuk mengaccept objek yang tidak halal.

Penulis melihat (setelah melakukan perenungan cukup lama), bahwa ada satu metode yang cukup sederhana untuk bisa “memastikan” apakah suatu object boleh atau tidak boleh diasuransikan secara syariah, yaitu memahami Fiqh Marketing Asuransi Syariah. Metode memahami Fiqh Marketing Asuransi Syariah pada dasarnya adalah kembali kepada kaidah dalam hukum jual beli umum. Dalam jual beli, terdapat satu kaidah untuk menentukan apakah suatu akad jual beli, sah atau tidak (ditinjau dari objek yang ditransaksikan) yaitu segala sesuatu yang haram (tidak boleh dikonsumsi, atau tidak boleh dimanfaatkan), maka ia tidak boleh diperjualbelikan. Kaidah ini mengambil spirit dari hadits Nabi SAW, dari Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Dan sesungguhnya Allah apabila mengharamkan untuk memakan sesuatu kepada satu kaum, maka Allah menghamkan pula harganya (keuntungannya).” (HR. Ahmad, dalam Bidayah Musnad Abdillah bin Abbas ra, hadits no 2546). Sehingga dari hadits ini dapat ditarik satu benang merah, yaitu bahwa segala sesuatu yang haram, maka ia haram pula harga atau keuntungan yang didapatkannya. Karena sesuatu yang haram, tidaklah akan menghasilkan kecuali yang haram juga.

Dalam Asuransi Syariah, hal untuk mengetahui apakah sesuatu itu boleh diasuransikan atau tidak, maka dapat digunakan sebuah kaidah sederhana, sebagai “turunan” dari kaidah dalam jual beli di atas, yang merupakan bagian dari Fiqh Marketing Asuransi Syariah. Kaidah tersebut adalah “Bahwa segala seuatu yang boleh diperjualbelikan, maka boleh di asuransikan. Dan segala sesuatu yang tidak boleh diperjualbelikan maka tidak boleh diasuransikan.”

Dengan metode kaidah ini, seorang sales relatif akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan sautu objek yang akan diasuransikan apakah boleh (halal) atau tidak boleh (haram)yang haram untuk diasuaransikan. Misalnya segala sesuatu yang terkait dengan minuman keras, apakah minuman kerasnya itu sendiri, pengangkutannya, restoran yang menyajikannya, iklannya, karyawannya, dan segala sesuatu yang terkait dengannya maka tidak boleh diasuransikan. Mengapa demikian? Karena secara syariah, objek yang tidak halal, ia tidak boleh diperjualbelikan. Dan apabila tidak boleh diperjualbelikan maka otomatis ia juga tidak boleh diasuransikan. Menguatkan hal ini, terdapat hadits sebagai berikut :  ‘Bahwa Rasulullah SAW melaknat dalam khamer sepuluh macam; pemerasnya, yang menyuruh memeras, peminumnya, pembawanya, penampungnya, pelayan yang menghidangkannya, penjualnya, yang memakan harganya, pembelinya dan yang menyuruh dibelikannya.” (HR. Turmudzi, Kitab Al-Buyu’ An Rasulillah SAW, Bab An-Nahyu An Yattakhidzal Khamru Khallan, hadits no 1216)

Bagiaman dengan gedung perkantoran? Bangunan hotel yang bukan syariah? Jawabannya adalah dilihat kembali ke kaidah di atas. Adalah komponen haram yang terdapat dalam perkantoran dan hotel tersebut? Apabila kantornya bergerak di bidang yang halal, atau hotelnya tidak menyedikan sisi haram, maka tentu mengasuranskannya juga menjadi halal.  Untuk selanjutnya, kita tinggal mengikuti kaidah tersebut saja; intinya segala sesuatu yang boleh diperjualbelikan maka ia boleh diasuransikan. Namun perlu dicatat dan digarisbawahi, bahwa segala sesuatu yang tidak boleh diperjualbelikan, atau jika jenis usaha maka segala usaha yang tidak diperbolehkan secara syariah, maka ia tidak boleh diasuransikan.

Insya Allah dengan kaidah yang merupakan bagian dari Fiqh Marketing Asuransi Syariah, akan memudahkan bagi para seles, agen atau marketing di lapangan ketika akan “menawarkan” asuransi syariah; dimana mereka akan dengan mudah mengklasifikasikan mana yang boleh diasuransikan dan mana yang tidak boleh. Selanjutnya tinggal integritas dan kemauan mereka untuk konsisten dan istiqamah mengikuti ketentuan mana yang boleh diasuransikan dan mana yang tidak boleh. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu para “pejuang” asuransi syariah di lapangan, minimal dari sudut pandang; mana yang boleh di accept oleh asuransi syariah dan mana yang tidak boleh.

Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan

;;