Rehad (Renungan Hadits) 172
Dan Setiap Infak Di Jalan Allah, Akan Dilipagandakan Pahalanya Menjadi 700 Kali Lipatnya

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فَقَالَ هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّه،ِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُ مِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَة (رواه مسلم)
Dari Abu Mas'ud Al Anshari ra berkata, "Seorang laki-laki datang dengan menuntun seekor untanya yang telah diikat dengan tali kekangnya seraya berkata, "Unta ini saya infakkan di jalan Allah." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Pada hari kiamat kelak, kamu akan mendapatkan tujuh ratus unta beserta tali kekangnya. (HR. Muslim, hadits no. 3508)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa menginfakkan harta di jalan Allah Swt memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu bahwa setiap "sen" harta yang diinfakkan seseorang di jalam Allah Swt, maka akan diganti oleh Allah Swt kelak dengan 700 kali lipatnya. Hal ini sebagaimana riwayat di atas, yaitu ketika seorang sahabat datang kepada Rasulullah Saw dan menginfakkan unta untuk digunakan dalam rangka perjuangan di jalan Allah Swt, lalu Nabi Saw bersabda kepadanya bahwa Allah kelak di akhirat akan menggantinya dengan 700 ekor unta, lengkap dengan tali-tali kekangnya. Masya Allah... sungguh mulia ganjanran yang Allah Swt berikan kepada mereka yang berinfak di jalan Allah Swt.
2. Riwayat hadits di atas juga menguatkan keutamaan berinfak shadaqah sebagaimana yang Allah Swt firmankan dalam QS Al-Baqarah : 261, "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
3. Bahwa dalam bersedekah, meskipun terkesan seseorang mengeluarkan harta dan oleh karenanya hartanya menjadi berkurang, akan tetapi sesungguhnya dengan bersedekah harta seseorang tidak akan pernah berkurang, bahkan justru akan semakin berkah dan bertambah. Menjelaskan hal ini, Nabi Saw bersabda, "Sedekah itu tidak akan pernah mengurangi harta. Dan Tidaklah seseorang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, melainkan niscaya Allah akan mengangkat derajatnya." (HR. Muslim).
4. Bahwa sedekah (termasuk di dalamnya zakat, infak dan shadaqah) adalah merupakan salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi syariah. Apabila zakat infak dan shadaqah tumbuh dan berkembang dengan baik, maka insya Allah ekonomi syariah juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik, serta dengan sendirinya akan mengalahkan sistem ekonomi ribawi. Maka oleh karenanya membangun ekonomi syariah tidak bisa lepas dari membangun dan menumbuh kembangkan zakat infak dan shadaqah. Allah Swt berfirman, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah : 276).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 171. Ketika Hutang Menjadi Ganjalan

Rehad (Renungan Hadits) 171
Ketika Hutang Menjadi Ganjalan

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin 'Amru bin 'Ash ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Seorang yang mati syahid akan diampuni segala dosa-dosanya, kecuali hutang." (HR. Muslim, hadits no 3498)

Hikmah Hadits ;
1. Keutamaan orang yang meninggal dunia dalam keadaan syahid, yaitu meninggal dalam rangka membela dan memperjuangkan agama Allah Swt. Bahwa diantara keutamaannya adalah bahwa orang yang mati syahid akan diampuni seluruh dosa dan kesalahan-kesalahannya dan kelak akan dimasukkan ke dalan surga serta ditinggikan derajatnya di dalam surga, setinggi 100 derajat; dimana antara derajat satu dengan derajat lainnya adalah setinggi antara langit dan bumi. Itulah sebabnya, para salafuna shaleh sangat antusias dalam menggapai derajat sebagai syuhada'.
2. Namun yang perlu menjadi catatan penting bagi setiap kita adalah bahwa kendatipun semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni Allah Swt, ternyata ada satu hal yang tidak akan terhapus dan tidak akan diampuni oleh Allah Swt kendatipun ia meninggal dunia dalam keadaan mati syahid. Satu hal tersebut adalah "hutang". Karena hutang piutang adalah haqun adamiyun (hak antara sesama manusia) yang harus ditunaikan kepada pemberi hutang yang tidak akan pernah dihapuskan oleh Allah Swt kecuali jika si pemberi hutang mengikhlaskan dan membebaskannya dari hutang tersebut. Inilah bukti betapa kepemilikian harta seseorang sangat dihargai dalam Islam dan oleh karenanya tak seorang pun boleh mengambil dan atau merampasnya secara bathil.
3. Bahwa Nabi Saw "tidak mau" menshalatkan jenazah seorang sahabat yang masih memiliki hutang. Dalam riwayat disebutkan dari Salamah bin Al Akwa' ra bahwa Nabi Saw dihadirkan kepada Beliau satu jenazah agar dishalatkan. Maka Beliau bertanya: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka berkata: "Tidak". Maka Beliau menshalatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, maka Beliau bertanya kembali: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Shalatilah saudaramu ini". Berkata, Abu Qatadah: "Biar nanti aku yang menanggung hutangnya". Maka Beliau Saw menshalatkan jenazah itu. (HR. Bukhari, hadits no 2131)
4. Ada doa yang diajarkan Nabi Saw agar kita terhindar dari lilitan hutang. Doa tersebut adalah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegundahan dan kesedihan dan aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan dan aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan bakhil dan aku berlindung kepadaMu dari terlilit hutang dan pemaksaan dari orang lain. (HR. Abu Daud)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 170
Ketika Keridhaan Mengantarkan Pada Kebahagiaan

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا سَعِيدٍ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّة،ُ فَعَجِبَ لَهَا أَبُو سَعِيدٍ فَقَالَ أَعِدْهَا عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّه،ِ فَفَعَلَ ثُمَّ قَالَ وَأُخْرَى يُرْفَعُ بِهَا الْعَبْدُ مِائَةَ دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْض،ِ قَالَ وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّه؟ِ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda kepadanya: "Wahai Abu Sa'id, barangsiapa yang ridla Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad Saw sebagai Nabinya, maka ia pasti akan masuk surga." Abu Sa'id takjub serya berkata, "Wahai Rasulullah, sudikah anda mengulanginya lagi untukku?" Beliau pun mengulanginya, kemudian beliau melanjutkan. "Dan ada satu amalan yang dengannya seorang hamba akan diangkat derajatnya di surga sebanyak seratus derajat, antara derajat satu dengan derajat yang lain seperti jarak antara langit dan bumi." Abu Sa'id berkata, "Amalan apakah itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah, Jihad di jalan Allah." (HR. Muslim, hadits no. 3496)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa prinsip dasar keimanan dalam Islam ada 3 hal, yaitu ; (1) Ridha Allah sebagai Rabnya, (2) Ridha Islam sebagai agamanya, dan (3) Ridha Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi utusan Allah Swt. Bahkan orang yang bisa menggapai hal tersebut, ia akan menjadi orang yang dapat merasakan manisnya iman. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw dalam riwayat lainnya, "Orang yang ridha dengan Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai agama serta Muhammad sebagai Rasul utusan Allah, maka dia akan merasakan manisnya iman." (HR. Muslim, no 49).
2. Orang yang dapat merasakan manisnya iman adalah orang yang sangat berbahagia dalam kehidupannya karena berarti ia telah mampu membuka tabir rahasia setiap sisi kehidupan yang dijalaninya. Baginya apapun yang menimpa adalah limpahan anugrah dari Yang Maha Kuasa. Bahkan bukan hanya itu saja, ia pun kelak berhak untuk dapat masuk ke dalam surga atas dasar "keridhaan" tersebut, sebagaimana dijelaskan Nabi Saw dalam hadits di atas.
3. Ridha adalah puncak keikhlasan dan menerima sepenuh hati atas apapun yang terjadi. Ridha kepada Allah berarti ia sepenuh hati menerima dengan senang hati segala apa yang Allah beri, disertai dgn positif thinking dalam menjalaninya. Demikian juga ridha terhadap Islam, yaitu rela, ikhlas dan senang hati terhadap apapun aturan dan syariat Allah Swt dalam ajaran agama Islam. Sedangkan ridha terhadap Rasulullah Saw berarti sepenuh hati mencintai beliau, mengamalkan sunnah2 beliau, membela kehormatan beliau, senantiasa gemar bershalawat untuk beliau serta mengajarkan ajaran2 beliau.
4. Jika prinsip dasar keimanan telah terpatri dalam hati, maka setiap hamba pasti menginginkan derajat yang lebih tinggi di sisi Allah Swt di akhirat nanti. Allah akan meninggikannya 100 derajat lebih tinggi, dimana antara satu derajat dengan derajat lainnya, tingginya seumpama langit dan bumi. Masya Allah, betapa mulianya derajat tersebut. Dan derajat itu bisa digapai dengan satu amalan yang sangat mulia. Amalan tersebut adalah jihad fi sabilillah, yaitu memperjuangkan agama Allah di jalan Allah Swt. Maka, sudahkan kita turut andil dalam memperjuangkan agama Allah? Ya Rabb, jadikanlah kami termasuk di dalamnya.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 169
Berpergian Di Jalan Allah Adalah Lebih Mulia Daripada Dunia & Segala Isinya

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَدْوَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ رَوْحَةٌ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا (رواه مسلم)
Dari Anas bin Malik ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Berpergian di jalan Allah, baik di pagi hari ataupun di sore hari adalah lebih baik daripada dunia dan segala isinya." (HR. Muslim, hadits no 3492)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pada hakekatnya setiap manusia diciptakan oleh Allah Swt adalah semata2 hanya untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an, "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku".(QS. Ad-Dzariyat : 56). Maka segala apapun yang kita lakukan, sudah seharusnya merefleksikan nilai2 ibadah kepada Allah, yang semakin hari harus menjadi sarana untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.
2. Dalam koteks setiap kita adalah seorang hamba, jikapun perlu untuk berpergian, maka berpergian pun haruslah dilakukan dalam rangka ketaatan dan atau untuk memperjuangkan agama Allah Swt, bukan untuk maksiat atau menjauhkan diri dari Allah Swt. Seperti perjalanan dalam rangka untuk ibadah, menuntut ilmu, birrul walidain, mengunjungi para ulama, terlebih perjalanan dalam rangka mengagungkan dan memuliakan kehormatan agama Islam, ketika ada orang orang atau kelompok yang menistakan agama Islam, menghina dan merendahkannya. Perjalanan seperti ini adalah merupakan perjalanan fi sabilillah.
3. Dan insya Allah, perjalanan yang seperti inilah yang kelak akan mendatangkan benefit yang sangat mulia di sisi Allah Swt yaitu "lebih baik dari dunia dan segala isinya". Masya Allah... dunia dengan segala isinya adalah idaman dan dambaan setiap manusia, dengan rumah megah nan luasnya, dengan kendaraan mewah nan nyamannya, dengan pendamping hidup yang cantik atau tampan yg mempesona, dengan emas, perhiasan dengan segala pernak perniknya, dengan uang yang melimpah yang selalu terus bertambah dan tidak pernah berkurang...dan dengan segala keindahan dan pesona dunia lainnya yang membuat mata terpana... Namun semua itu ternyata tidak ada apa2nya dibandingkan dengan "berpergian" di jalan Allah Swt dalam rangka memperjuangkan dan memuliakan agama Allah Swt.
4. Maka, hendaknya setiap kita memastikan bahwa setiap perjalanan yang dilakukannya adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt dan atau dalam tangka memperjuangkan agama Allah Swt. Karena dengan demikian berarti kita mendapatkan benefit yang luar biasa mulianya, yaitu balasan yang lebih baik dibandingkan dengan dunia dan segala isinya. Ya Rabb, izinkan kami mendapatkan kemuliaan tersebut...

Wallahu A'lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 168
Berkomitmen Untuk Membela Islam dan Mengerjakan Amal Kebaikan

عن مُجَاشِع بْن مَسْعُودٍ السُّلَمِيُّ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُبَايِعُهُ عَلَى الْهِجْرَة،ِ فَقَالَ إِنَّ الْهِجْرَةَ قَدْ مَضَتْ لِأَهْلِهَا، وَلَكِنْ عَلَى الْإِسْلَامِ وَالْجِهَادِ وَالْخَيْرِ (رواه مسلم)
Dari Mujasyi' bin Mas'ud As-Sulami ra berkata, "Aku pernah menemui Nabi Saw guna berbai'at kepadanya untuk berhijrah. Namun beliau bersabda: "Sesungguhnya hijrah telah berlalu, akan tetapi berbaiatlah (berkomitmenlah) untuk Islam, Jihad (memperjuangkan Islam) dan mengerjakan amal kebaikan." (HR. Muslim, hadits no. 3465)

Hikmah Hadits ;
1. Setiap manusia kelak akan dihisab dan ditimbang segala amal perbuatannya. Jika termasuk orang yang amal shalehnya banyak dan timbangan kebaikannya dominan maka ia akan beruntung mendapatkan keridhaan Allah Swt. Sebaliknya jika timbangan keburukannya yang dominan maka kelak ia akan merugi dan akan mendekam di lembah kenistaan di dalam neraka Jahannam. Allah Swt berfirman, "Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami". (QS. Al-A'raf ; 9 - 10).
2. Melakukan amal kebajikan haruslah memiliki komitmen dan janji (baca ; bai'at), agar konsistensi dan keistiqamahannya selalu terjaga dengan baik. Sebab dalam perjalanannya, akan banyak sekali aral melintang dalam memperjuangkan kebaikan dan amal shaleh; baik berupa godaan duniawi seperti godaan 5-TA (yaitu harTa, tahTa, waniTa, kaTa dan cinTa) maupun halangan dari pihak luar berupa ancaman, intimidasi dan penganiayaan. Namun dengan komitmen yang kuat, lalu dibingkai dengan ukhuwah Islamiyah yang solid, maka insya Allah segala aral melintang kan pasti dapat dilalui dengan baik.
3. Maka setiap kita hendaknya "menajamkan" komitmennya untuk beramal shaleh, khususnya pada tiga hal sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw dalam hadits di atas, yaitu
#1) Pertama komitmen terhadap Islam, dengan mengamalkan ajaran dan aturan Islam, serta berpegang teguh pada prinsip2 dasar Dinul Islam.
#2) Kedua komitmen untuk memperjuangan agama Islam (jihad), khususnya ketika agama Islam dan kaum muslimin dihinakan dan dinistakan.
#3) Ketiga komitmen mengerjakan amal kebaikan, yaitu dengan memperbanyak amal shaleh dalam kehidupan, yaitu segala amal yang mendatangkan kemaslahatan bagi orang lain serta diridhai oleh Allah Swt. Allah berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl : 97)

Wallahu A'lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 167. Menyikapi Pemimpin Yang Dzalim

Rehad (Renungan Hadit) 167
Menyikapi Pemimpin Yang Dzalim

عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ، وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْض،َ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْض (رواه الترمذي)
Dari Ka'ab bin 'Ujrah berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada para pemimpin, yang barangsiapa mendukung mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kelaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku dan tidak akan pernah mendatangi telagaku (di dalam surga). Dan barangsiapa yang tidak mendukung mereka, tidak membantu kelaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, maka ia akan termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya dan ia kelak akan mendatangi telagaku (di dalam surga)." (HR. Tirmidzi, hadits no 2185)

Hikmah Hadits ;
1. Pemimpin yang dzalim adalah pemimpin yang memimpin rakyatnya jauh dari nilai-nilai keimanan, mengabaikan aspek keadilan; yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, menyusahkan, meresahkan, banyak berdusta, dan menyengsarakan rakyatnya serta tidak berpihak sedikitpun kepada umat namun justru berpihak pada golongan atau kelompok yang mampu memberikan mereka kesenangan dan keuntungan duniawi semata.
2. Terhadap pemimpin seperti ini, haram hukumnya untuk mendukung, mengukuti dan atau membelanya. Karena mendukung suatu kedzaliman adalah bagian dari kedzaliman itu sendiri. Dan bahkan Nabi Saw dengan tegas bersabda bahwa siapa yang mendukung dan mengikuti mereka, maka ia bukan termasuk golonganku, yaitu bukan termasuk golongan umat Nabi Muhammad Saw dan tidak akan pernah masuk ke dalam surga, na'udzubillahi min dzalik.
3. Sebaliknya siapa yang mengingkari, tidak mendukung, tidak membantu dan tidak membenarkan kedustaan mereka, maka ia adalah termasuk ke dalam golongan Nabi Muhammad Saw yang oleh karenanya ia berhak masuk ke dalam surga, meminum air dari telaga Rasulullah Saw di dalam surga. Semoga kita termasuk di dalamnya.
4. Bahwa pertentangan antara yang haq dan bathil akan selalu terus berlanjut hingga akhir zaman. Al-haq adalah segala kebaikan dan kebenaran yang dasar dan sumbernya adalah keimanan kepada Allah Swt. Sementara al-bathil adalah segala bentuk kemungkaran dan keburukan yang bertolak belakang dengan keimanan kepada Allah Swt. Keduanya (baik al-haq dan al-bathil) sama2 mempunyai pengikut, pendukukung, dan kader yang siap memperjuangkannya, baik dengan hati, lisan ataupun actionnya. Pendukung al-haq dibahasakan dalam Al-Qur'an dengan istilah hizbullah (golongan Allah Swt) sementara pendukung al-bathil disebut Allah dalam Al-Qur'an dengan hizbus syaitan (golongan syaitan). Dan setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih; apakah ia akan menjadi golongan hizbullah ataukah hizbus syaitan? Maka renungkanlah setiap langkah dan kecenderungan hati kita, jangan sampai terjerumus atau tertipu oleh manisnya kemasan golongan syaitan.... Ya Allah jadikanlah kami semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang selalu mengikuti kebenaran dan istiqamah di jalan kebenaran tersebut hingga kami semua kelak meninggal dalam keadaan berpegang dalam kebenaran dan husnul khaitimah.... Amiin Ya Rabbal Alamiiin.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 166. Pemimpin Yang Membela Kemungkaran

Rehad (Renungan Hadits) 166
Pemimpin Yang Membela Kemungkaran

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُون،َ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئ،َ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِم،َ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ، قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نُقَاتِلُهُمْ؟ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا أَيْ مَنْ كَرِهَ بِقَلْبِهِ وَأَنْكَرَ بِقَلْبِ (رواه مسلم)
Dari Ummu Salamah isteri Nabi Saw, bahwa Nabi Saw bersabda, "Kalian kelak akan dipimpin oleh para penguasa, yang kalian mengenal mereka namun kalian mengingkari (perbuatan mereka). Barangsiapa yang membenci kemungkarannya maka ia telah berlepas diri. Dan barangsiapa yang mengingkari (kemungkaran)nya berarti ia telah selamat. Tetapi bagi orang yang ridla dan mengikuti (maka ia berdosa). Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita perangi saja mereka?" beliau menjawab: "Tidak! Selama mereka masih melaksanakan shalat." (Maksudnya barang siapa membenci dan mengingkari dengan hatinya). (HR. Muslim, hadits no 3446)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa sudah menjadi kehendak Allah Swt untuk menguji para hamba-Nya kaum muslimin; apakah mereka tetap bisa istiqamah konsisten terhadap kebenaran dan berpegang teguh pada prinsip2 keimanan kepada Allah Swt, jika mereka diuji dengan hadirnya pemimpin yang dzalim, jauh dari agama, dekat dengan orang kafir, berdusta, berkhianat dan cenderung memusuhi umat. Demikianlah hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, bahwa pemimpin seperti itu pasti akan muncul menghantui perjalanan umat Islam dalam sejarah kehidupannya.
2. Maka ada tiga golongan manusia menyikapi munculnya pemimpin yang dzalim dan khianat sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, yaitu ;
#1. Golongan yang "membenci" kemungkaran yang dilakukan oleh sang penguasa dzalim tersebut, hatinya berontak, jiwanya bergelora mengutuk dan mengecam tindakan sang penguasa dusta tersebut, meskipun bisa jadi ia tidak bisa berbuat banyak namun hatinya mengingkari dengan keras. Maka golongan ini adalah termasuk ke dalam golongan yang dianggap berlepas diri dari kemungkarannya dan tidak terlibat di dalamnya sehingga ia tidak terkena dosa2nya. Artinya golongan ini masih selamat dari dosa dan murka Allah Swt.
#2. Golongan yang "mengingkari" kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa tersebut. Ia bukan hanya membenci, namun lebih dari itu, ia refleksikan dalam wujud nyata; aksi amar ma'ruf nahi mungkar. Lisannya berani mengingatkan dan menyuarakan kebenaran di tengah umat, dan fisiknya berani menghadang arus kebatilan yang dilakukan sang penguasa lalim tersebut. Maka golongan ketiga ini adalah golongan yang akan selamat dan akan mendapatkan keridhaan Allah Swt. Karena ia mengamalkan hadits Nabi Saw, "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim No 70).
#3. Golongan yang diam, ridha dan mendukung bahkan mengikuti kebijakan sang penguasa nista. Alih2 membenci dan atau mengingkari kemungkaran; ia justru menjadi pengikut setia dan pembelanya atau bahkan diam saja; tidak turut membenci dan mengingkarinya dan tidak pula mendukungnya. Maka golongan ketiga inilah merupakan golongan yang tidak selamat, berdosa dan memdapat murka dari Allah Swt.  Karena memdukung dan membiarkan suatu kemungkaran, adalah bagian dari kemungkaran itu sendiri.
3. Maka hendaknya setiap kita perlu memahami kondisi yang sedang terjadi dan mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap; apakah ia termasuk yang membenci sikap pemimpin tsb? Mengingkarinya atau hanya diam tak bersikap dan cenderung membela atau membiarkan sang penguasa dzalim tersebut? Ingatlah firman Allah Swt, "...Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya (pengikutnya) adalah orang-orang yang bersalah." (QS. Al-Qashas : 8)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 165. Ketika Fitnah Bertaburan Dalam Kehidupan

Rehad (Renungan Hadits) 165
Ketika Fitnah Bertaburan Dalam Kehidupan

عن حُذَيْفَة بْن الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَر؟ٌّ قَالَ نَعَمْ ، فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْر؟ٍ قَالَ نَعَمْ ، وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ ؟ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي، وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي، تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِر،ُ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّم،َ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا، قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ؟ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُم،ْ فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ ؟ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ (رواه مسلم)
Dari Hudzaifah bin Yaman ra berkata, "Biasanya para sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw tentang kebajikan. Namun aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena khawatir keburukan tsb akan menimpaku. Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan keburukan, karena itu Allah Ta'ala menurunkan kebaikan (agama) ini kepada kami. Apakah mungkin sesudah kebaikan ini akan munul lagi keburukan?" beliau menjawab: "Ya." Lalu aku bertanya lagi, "Apakah setelah itu akan ada lagi kebaikan?" beliau menjawab, "Ya, akan tetapi ada cacatnya! Aku bertanya, "Apa cacatnya?" Beliau bersabda, "Akan muncul suatu kaum yang mengamalkan sunnah selain dari sunnahku, dan memimpin rakyat tanpa hidayah petunjukku, kamu mengetahui mereka tapi kamu mengingkarinya." Aku bertanya lagi, "Apakah setelah itu akan ada keburukan lagi?" Jawab beliau: "Ya. Yaitu orang-orang yang menyeru menuju neraka Jahannam, barangsiapa memenuhi seruannya maka ia akan dilemparkan ke dalam neraka itu." Maka aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah! Tunjukanlah kepada kami ciri-ciri mereka." Beliau menjawab: "Kulit mereka seperti kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita." Aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana arahan anda seandainya aku menemui hal yang demikian?" Jawab beliau, "Tetaplah kamu bersama jama'ah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka." Aku bertanya lagi, "Jika tidak ada jama'ah dan imam?" beliau menjawab: "Tinggalkan semua golongan meskipun kamu menggigit akar kayu sampai ajal menjemputmu, dan kamu masih tetap pada keteguhanmu." (HR. Muslim, hadits no. 3434)

Hikmah Hadits ;
1. Keutamaan Khudzaifah ra; dimana beliau bertanya kepada Nabi Saw, tentang keburukan lantaran khawatir keburukan tsb akan menimpa mereka. Juga dimaksudkan agar ketika diketahui keburukan2 tersebut, umat bisa mengantisipasinya dengan baik dan tidak terjerumus padanya.
2. Bahwa kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang bertentangan yang tiada pernah kan bertemu selama-lamanya. Namun keduanya akan selalu datang silih berganti, seiring berjalannya waktu dan zaman. Dan kita semua diperintahkan untuk senantiasa konsisten pada kebaikan, kendatipun fitnah dan kegelapan telah merajalela menguasai kehidupan.
3. Bahwa akan muncul kelak, para penyeru (baca ; tokoh) yang mengajak dan menjerumuskan manusia pada kenistaan dan menyesatkan mereka dari jalan Allah Swt. Mereka berpenampilan dan bertutur kata sama seperti kaum muslimin pada umumnya. Namun pada hakekatnya mereka menggiring manusia ke dalam neraka Jahanam. Maka siapa yang mengikuti mereka maka kelak akan turut dilemparkan ke dalam Jahanam.
4. Pentingnya bersama-sama dengan jamaah kaum muslimin, karena dengan bersama akan menjadi sebab datangnya rahmat Allah Swt. Serta urgensi istiqamah di jalan Allah Swt, kendatipun harus bertahan dengan menggigit akar kayu sekalipun.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc M.Ag

Rehad 164. Pemimpin Yang Membenci dan Dibenci Umat

Rehad (Renungan Hadits) 164
Pemimpin Yang Membenci dan Dibenci Umat

عَنْ أُسَيْدِ بْنِ حُضَيْرٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ خَلَا بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي كَمَا اسْتَعْمَلْتَ فُلَانًا؟ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الْحَوْضِ (رواه مسلم)
Dari Usaid bin Khudlair ra, bahwa seorang laki-laki Anshar menemui Rasulullah Saw seraya berkata, "Tidakkah anda mengangkatku sebagaimana anda mengangkat fulan (sebagai amir)?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya sepeninggalanku kelak, kamu akan menjumpai (penguasa) yang mementingkan diri sendiri. Maka sabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga." (HR. Muslim, hadits no. 3432)

Hikmah Hadits :
1. Bahwa ambisi terhadap jabatan demi kepentingan diri sendiri adalah tercela. Terlebih dengan bentuk datang kepada orang yang berpengaruh, lalu "meminta" untuk diberikan jabatan dan kedudukan, senagaimana digambarkan dalam hadits di atas. Berkeinginan terhadap suatu jabatan akan menjadi mulia ketika jabatan dan kedudukan tersebut digunakan dalam rangka ibadah kepada Allah Swt, dakwah di jalan Allah, memberikan perlindungan bagi umat dan atau untuk memberikan kemaslahatan yang lebih luas bagi masyarakat.
2. Bahwa fenomena akan munculnya kepemimpinan yang hanya mementingkan diri sendiri dan atau mementingkan kelompoknya, serta tidak punya keberpihakan sama sekali terhadap umat, adalah hal yang telah disampaikan oleh Nabi Saw akan terjadi sejak 14 abad yang silam. Alih-alih melundungi dan mengayomi umat, bahkan mereka pun tega untuk berkhianat terhadap umat dan negrinya. Menjual dan menggadaikan negrinya demi keuntungan dan kepentingan diri pribadi dan atau kelompoknya saja. Inilah hal yang disabdakan Nabi Saw sejak berabad silam, dan rasanya sekarang ini kita berada di zaman tersebut.
3. Dalam riwayat lainnya Nabi Saw bersabda, Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." (HR. Muslim, hadits no 3447). Benar2 hadits ini menggambarkan kondisi kepemimpinan dewasa ini;  pemimpin yang membenci umat, mencaci umat, menfitnah umat, mengutuk umat dan umat Islam pun membencinya dan mengutuknya.
4. Maka pemimpin seperti ini harus dihadapi dengan sabar. Dan sabar dalam monteks ini maknanya adalah dengan mengatakan yang haq adalah haq, dan yang bathil adalah bathil. Karena sebaik2 jihad adalah perkataan yang haq dihadapan penguasa yang dzalim, sebagaimana sabda Nabi Saw, Sesungguhnya jihad yang paling agung adalah ungkapan yang adil (benar) yang disampaikan di hadapan penguasa yang zhalim." (HR. Tirmidzi no 2100, Abu Daud no 3781, Nasa'i no 4138, Ibnu Majah 4001, Imam Ahmad no 18076). Dan siapa yang konsisten dengan hal tersebut, maka Nabi Saw menjanjikan sebuah pahala yang besar, yaitu "haudh". Haudh adalah sebuah telaga di dalam surga, yang siapapun meminum air darinya maka ia tidak pernah merasakan dahaga selamanya...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 163
Jabatan, Antara Ambisi Pribadi dan Sebuah Amanah

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَل،َّ وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, "Saya dan dua orang anak pamanku menemui Nabi Saw, salah seorang dari keduanya lalu berkata, "Wahai Rasulullah, angkatlah (jadikanlah) kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah Azza Wa Jalla kepadamu." Dan seorang lagi mengucapkan ungkapan yang sama, maka beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang berambisi terhadapnya." (HR. Muslim, hadits no. 3402)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa jabatan pada hakekatnya merupakan  amanah dari Allah Swt yang dipikulkan ke atas pundak hamba-hamba-Nya. Dan bahwasanya setiap jabatan dan kedudukan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Oleh karena itulah, ketika ada sahabat yang datang untuk meminta jabatan sebagai amir wilayah (kepala daerah), maka Nabi Saw justru tidak memberikannya kepada sahabat teraebut. Bahkan dalam hadits lainnya Nabi Saw berkata kepada Abu Dzar, "...bahwasanya jabatan itu adalah amanah, dan kelak di akhirat akan menjadi kehinaan dan pengesalan di hari kemudian." (HR. Muslim, no 2404).
2. Namun hal ini bukan berarti bahwa seorang muslim dilarang untuk mengejar jabatan dan kedudukan. Jika ada kemaslahatan bagi umat dengan jabatan tersebut, yang apabila dipegang oleh orang lain maka justru akan menimbulkan mudharat besar bagi umat, maka jabatan bahkan bisa jadi menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam. Misalnya saja dalam konteks kepemimpinan di ibukota Jakarta sebagaimana yang terjadi saat ini, yang memang kenyataannya banyak sekali menimbulkan kemudharatan bagi umat Islam, bangsa dan negara. Maka "meraih" jabatan dan kedudukan dari pemimpin penista agana dan sewenang2 serta berbuat dzalim adalah menjadi fardhu kifayah bagi kaum muslimin di Indonesia khususnya di Ibukota DKI Jakarta.
3. Dikisahkan dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Yusuf as pun pernah meminta jabatan dalam rangka untuk perbaikan Negri yang ketika itu belum ada yang mampu untuk menanggulanginya selain beliau. Karena negri Mesir ketika itu berpotensi mengalami kebangkrutan lantaran akan ada kemarau panjang yang menjadikam seluruh sawah dan ladang mereka tdk bisa menghasilkan. Al-Qur'an mengisahkan, "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. 12 : 55) Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa motivasi dari jabatan tersebut bukanlah ambisi pribadi, melainkan dalam rangka dakwah dan islah. Itupun ada 2 syarat untuk dapat "mengajukan diri" sebagai calon pemimpin sebagaimana dalam kisah Nabi Yusuf as (QS. 12 : 55) yaitu pandai menjaga (amanah) dan berpengetahuan (profesional).
4. Mudah2an Allah Swt akan memberikan anugrah kepada kita khususnya warga di DKI Jakarta seorang pemimpin yang shaleh, ramah, adil, amanah dan profesional serta memiliki keberpihakan yang kuat kepada umat. Sehingga insya Allah DKI Jakarta kelak di 2017 akan menjadi sebuah kawasan sebagaimana kawasan masyarakat Madani, yaitu kawasan yang "Maju Kotanya & Bahagia Warganya". Amiiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A'lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 162
Dan Doa Untuk Mendapatkan Kemenangan Adalah Bagian Dari Kemenangan Itu Sendiri

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْأَحْزَاب،ِ فَقَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اهْزِمْ الْأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Abu Aufa ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw mendo'akan kehancuran bagi pasukan Ahzab (pasukan gabungan para musuh Islam diantaranya; kafir Quriasy, kaum munafikin, Yahudi, dan para sekutunya), beliau berdoa, "Ya Allah, Dzat yang menurunkan kitab, Dzat yang cepat dalam membuat perhitungan, hancurkanlah pasukan Ahzab. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan cerai-beraikanlah mereka." (HR. Muslim, hadits no 3277)

Hikmah Hadits ;
1. Doa merupakan implementasi dari sebuah visi besar yang terdapat di dalam diri pribadi setiap orang yang beriman. Karena doa adalah refleksi dari luapan harapan yang membuncah yang tercetus dari dalam relung hati yang paling dalam guna meneguhkan langkah, cita, asa dan tujuan sebagai tumpuan dari sebuah harapan. Maka doa juga bisa menjadi tolak ukur obsesi seseorang dalam kehidupan, terkait arah mana yang akan ia tuju dan ke dermaga mana akan ia tambatkan.
2. Maka Nabi Saw mencontohkan bagaimana seharusnya setiap muslim menggantungkan obsesinya, yaitu "li takuna kalamatullahi hiyal 'ulya (untuk mengagungkan dan memuliakan serta memenangkan panji Allah Swt)." Karena obsesi termulia bagi setiap muslim adalah obsesi agar dakwah Islamiyah selalu tersebar ke seluruh penjuru dunia. Terlebih, dengan doa akan semakin memantapkan hati, menenangkan jiwa dan menentramkan raga, yang oleh karenanya akan menjadi faktor penunjang utama dalam kemenangan dalam sebuah perjuangan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa doa menjadi bagian dari kemenangan itu sendiri.
3. Doa yang dilantunkan Nabi Saw sebagaimana dalam riwayat hadits di atas, adalah doa yang beliau lantunkan dalam peristiwa perang Ahzab, yaitu perang yang terjadi di tahun ke 5 H. Dimana kaum Kafir Quraisy menghimpun kekuatan2 besar dengan para suku2 besar lainnya, diantaranya dengan suku Bani Ghathafan, Bani Asad, Bani Sulaim, dan juga dimotori oleh kaum Yahudi Bani Qunaiqa', Bani Nadhir, dsb. Dan pada akhirnya hampir semua kekuatan di luar kekuatan Islam, berhimpun menjadi satu membentuk sebuah pasukan yang sangat besar yang secara keseluruhan berjumlah lebih dari 10.000 pasukan yang siap untuk mengepung, menyerang dan menghancurkan kekuatan Islam. Oleh karena itulah gabungan pasukan tsb disebut dengan ahzab yang berarti kelompok2 atau golongan2 yg besar.
4. Menghadapi pasukan yg sangat besar akan menyerang kota Madinah, tentu secara manusiawi membuat sebagian kaum muslimin menjadi takut dan khawatir, yang kemudian Nabi Saw mengambil usulan Salman Al-Farisi untuk membuat parit (Khandak), sabagai ikhtiar yang dilakukan guna menahan serangan pasukan besar tersebut, dengan tentu disertai doa dan permohonan kepada Allah Swt yang dimunajatkan dengan setulus hati dan seikhlas jiwa. Dan dengan izin Allah Swt, pasukan ahzab yang besar tersebut menjadi kocar kacir dengan angin kencang yg memporakporandakan mereka dan hati mereka menjadi takut dengan para malaikat yg Allah kirimkan menghembuskan ketekutan di dalam hati mereka. Dan akhirnya merekapun kembali pulang dengan tangan hampa tanpa mendapatkan satu kemenangan pun. Itu semua adalah berkat ikhtiar dan doa yang dilantunkan dari lubuk hati yg paling dalam. Maka, jangan pernah meninggalan doa demi kejayaan dan kemuliaan agama Islam.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 161. Jatidir Orang-Orang Yang Beriman

Rehad (Renungan Hadits) 161
Jatidiri Orang-orang Yang Beriman

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُو،ِّ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengharap bertemu musuh, namun jika kalian bertemu mereka maka bersabarlah (teguhkan hati kalian)." (HR. Muslim hadits no 3275)

Hikmah Hadits ;
1. Pada hakekatnya, Islam adalah agama yang damai, sesuai dengan makna lughawi (makna secara bahasa) dari Al-Islam itu sendiri yaitu berasal dari kata as-salmu yang berarti damai. Artinya bahwa ajaran agama Islam akan membawa pada kedamaian dan ketentraman di hati para pemeluknya. Selain tentunya seorang muslim diharuskan untuk menjadi pribadi yang membawa kedamaian bagi orang lain, sebagaimana hadits Nabi Saw, "Seorang muslim adalah orang menjadikan orang lain selamat dari lisan dan perbuatannya." (HR. Muslim). Maka oleh karenanya setiap muslim harus menjadi "penentram" dan "pendamai" bagi orang lain.
2. Di sisi lain, setiap muslim juga merupakan seseorang yang mempunyai jati diri dan mrnjaga martabat dan kehormatannya berdasarkan keyakinan dan agamanya. Apabila kehormatan dan martabatnya diusik, tentu pasti akan menimbulkan reaksi, demi menjaga martabat dan kehormatan agamanya. Inilah uniknya kaum muslimin, yang diibaratkan seperti lebah; di satu sisi lebah tidak hinggap kecuali di tempat yang baik dan tidak menghasilkan kecuali hal-hal yang baik saja. Namun di sisi yang lain, lebah juga bersatu dan memiliki keberanian yang besar demi mempertahankan kehormatannya. Lebah akan bersatu padu, yang apabila pihak lain yg mengusiknya atau mengganggunya maka setiap lebah akan rela mengorbankan apa saja demi membela kehormatannya, bahkan mengorbankan ngawanya sekalipun.
3. Maka oleh karenanya umat Islam adalah umay yang tidak suka mencari-cari musuh, namun apabila ada musuh yang datang maka umat Islam siap menghadapinya bahkan sampai titik darah penghabisan. Nabi Saw pun berpesan demikian; melarang umat Islam untuk tidak mencari-cari musuh dan masalah, bahkan berharap bertemu musuh pun dilarang. Namun jika musuh datang dan menantang, maka Nabi Saw memerintahkan kita utk sabar yaitu tidak goyah dalam menghadapinya.
4. Menghadapi musuh Allah dan musuh umat Islam, tidaklah harus menggunakan senjata dan kekuatan. Kecuali apabila musuh menyerang dengan senjata dan kekuatan. Jika musuh datang melalui perang media, maka harus dihadapi juga dengan media, dengan politik, dengan ekonomi, dengan opini atau dengan berbagai wasilah lainnya yg dirasa efektif untuk menghadapinya. Tujuannya hanya satu, yaitu agar kalimat Allah menjadi kalimat yang Agung dan Mulia, yang cahaya Ilahi menjadi cahaya yang menerangi seluruh penjuru alam. Maka, siapkah kita menghadapi musuh Allah? Allah menantimu saudara...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 160
Dan Mendukung Kemungkaran Adalah Sebuah Kemungkaran

عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ قَالَ قُطِعَ عَلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ بَعْثٌ فَاكْتُتِبْتُ فِيهِ، فَلَقِيتُ عِكْرِمَةَ فَأَخْبَرْتُهُ فَنَهَانِي أَشَدَّ النَّهْي،ِ ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ أَنَّ أُنَاسًا مِنْ الْمُسْلِمِينَ كَانُوا مَعَ الْمُشْرِكِينَ يُكَثِّرُونَ سَوَادَ الْمُشْرِكِينَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَأْتِي السَّهْمُ فَيُرْمَى فَيُصِيبُ أَحَدَهُمْ فَيَقْتُلُهُ أَوْ يَضْرِبُهُ فَيَقْتُلُه،ُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمْ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ... } (رواه البخاري)
Dari Abul aswad ra berkata 'Ada sekelompok tentara dibentuk untuk menyerang penduduk Madinah (kaum muslimin) dan namaku diikutsertakan dalam daftar. Selanjutnya aku bertemu 'Ikrimah dan kusampaikan nasibku tersebut. Lantas dia melarangku secara serius kemudian mengatakan, Ibnu Abbas mengabariku bahwa beberapa orang muslimin ikut serta pasukan kaum musyrikin sekedar untuk menambah jumlah pasukan demi melawan Rasulullah Saw. Lantas sebagian mereka terkena anak panah sehingga meninggal, dan sebagian mereka terkena luka senjata sehingga tewas. Maka Allah Swt menurunkan ayat sebagai jawaban nasib mereka; "Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." QS. Annisa ; 97. (HR. Bukhari, hadits no. 6558)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan/kemungkaran) adalah dua hal yang tidak akan pernah bertemu dan menyatu selama-lamanya. Keduanya adalah bagaikan siang dan malam, atau ibarat utara dan selatan, atau juga seumpama cahaya (nur) dan kegelapan (dzulumat). Itulah sebabnya Allah Swt memisahkan sedemikan rupa antara keimanan dan kekufuran, bahwa keduanya adalah ibarat dua kutub yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
2. Bahwa baik al-haq maupun al-bathil, keduanya memiliki pendukung dan pasukan  yang siap membela dan memperjuangkannya. Bahkan terkadang rela untuk mengorbankan harta, jiwa dan nyawanya. Tentu bagi pejuang dan pasukan kebenaran, adalah sebuah kemuliaan jika turut berperan untuk eksisnya sebuah nilai kebenaran. Karena berarti ia telah menapaki jalan yang benar, yang insya Allah akan mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki nan abadi dalam mihrab cinta Ilahi. Namun sebaliknya, pejuang dan pasukan kebathilan, mereka akan hina dan nestapa, sengasara nan abadi selamanya, dalam murka dari Sang Maha Kuasa.
3. Maka, jangan pernah sekalipun turut serta dalam barisan "pasukan kedzaliman", yang berbuat ingkar dan menebar mungkar, berbuat onar menghantam wahyu demi mendapat tenar. Karena, setitik dukungan membela  mungkar, kendatipun hanya sekedar, adalah samudra murka dari Yang Maha Benar. Dan kemungkaran apa lagi yg lebih besar dibandingkan dengan menista, menginjak dan menghina Kitab Suci yang setiap ayat-ayat-Nya menjadi pijakan dalam kehidupan dan menjadi dasar. Mendukung dan membela para penista adalah kesengsaraan besar, yang akan mengantarkannya masuk ke dalam siksa api neraka yg berkobar, dan kelak ia akan menyesal berada di dalam jurang neraka yang paling dasar.
4. Tidakkah kita mengambil hikmah dari semut dan cicak di zaman Nabi Ibrahim as. Semut mendapat ridha dan kasih sayang dari Allah, lantaran ia mendukung Nabi Ibrahim as dan berusaha membawa air kendatipun sangat sedikit, guna memadamkan api yg sedang berkobar. Sebaliknya, cicak mendapat murka dan cerca serta menjadi terhina lantaran meniup api agar semakin berkobar. Tidak penting seberapa besar pengaruh air yg dibawa oleh semut, atau tiupan angin oleh cicak, namun yang terpenting adalah bahwa sikap kita akan menentukan posisi dan dimana kita berada kelak; surga atau neraka.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 159. Ketika Penguasa Mengkhianati Rakyatnya

Rehad (Renungan Hadits) 159
Ketika Penguasa Mengkhianati Rakyatnya

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ، أَلَا وَلَا غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa'id dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Di hari Kiamat kelak setiap pengkhianat akan membawa tanda (bendera) yang dikibarkannya tinggi-tinggi sesuai dengan pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianatan yang lebih besar daripada pengkhianatan seorang penguasa terhadap rakyatnya." (HR. Muslim, hadits no. 3272)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa khianat merupakan salah satu sifat yang sangat buruk dan sangat dibenci oleh Allah Swt. Dalam QS.8 : 58 Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." Demikian juga dalam QS. 4 : 107, Allah Swt berfirman, "Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa."
2. Bahkan, khianat melekat erat menjadi sifat orang yang paling buruk di dunia, yaitu menjadi sifat dan karakter orang-orang munafik. Dan orang munafik merupakan orang yang paling pedih siksanya dan akan ditempatkan di dalam dasar neraka Jahanam yang paling dalam. Dalam hadits disebutkan, dari 'Abdullah bin 'Amru ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Empat hal bila keempatnya ada pada diri seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, yaitu jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari, jika diberi amanat dia khianat dan jika berseteru dia curang. Dan barangsiapa yang ada padanya salah satu sifat tersebut, maka berarti dia memiliki sifat kemunafikan hingga dia meninggalkannya." (HR. Bukhari, hadits no. 2942).
3. Bahkan bukan hanya itu, setiap pengkhianat kelak akan memiliki tanda yang dapat dilihat oleh semua orang pada Hari Kiamat, karena pengkhianatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di dunia. Baik pengkhianatan terhadap temannya, sahabatnya, keluarganya, organisasinya, jamaahnya, dsb. Kelak semua orang akan tahu dan akan mengenalinya sebagai pengkhianat, dari tanda berupa bendera yg Allah lekatkan pada dirinya dan ia tidak akan bisa melepaskan diri dari tanda tersebut.
4. Bahwa ternyata bentuk pengkhianatan yang paling buruk dan paling keji sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas adalah pengkhianatan seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Dan diantara bentuknya adalah curang dalam proses pemilihan, bohong dalam menginformasikan tingkat kesejahteraan, hanya membela kalangan elitis dan orang berduit, membuai rakyatnya dengan pencitraan semata, dsb. Maka pemimpin yg seperti ini selamanya tidak akan pernah mencium aroma surga. Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya'." (HR. Muslim, hadits no. 203).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 158
Da'wah Itu Mempermudah, Menentramkan dan Menyejukkan Hati

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, "Apabila Rasulullah Saw mengutus seseorang dari kalangan sahabatnya untuk melaksanakan suatu urusan, beliau berpesan, "Berilah mereka kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti mereka. Mudahkan urusan mereka dan janganlah kamu mempersulit." (HR. Muslim, hadits no. 3262)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa Islam merupakan agama yg rahmatan lil alamin, yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam. Kehadiran Islam utamanya memberikan kesejukan, ketentraman, kebahagiaan dan kedamaian di hati objek da'wahnya. Oleh karena itulah dalam berda'wah, Islam menganjurkan untuk memberikan kabar gembira dan kebaikan bukan memberikan "ketakutan" dan "kecaman" pada objek da'wahnya. Demikianlah yg selalu dipesankan Nabi Saw terhadap para sahabat yg akan diutus dalam tugas menyampaikan dakwah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas.
2. Karena da'wah secara bahasa berarti ajakan dan undangan. Seorang da'i hakikatnya adalah seperti seseorang yg sedang mengundang orang lain untuk menikmati suatu hidangan, yang dengan hidangan tersebut orang yg diundang akan merasa senang. Hidangan ini adalah hidangan rohani (baca ; ruhiyah) yang apabila mereka bisa merasakannya, maka mereka akan merasa bahagia dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, kita selalu melihat bagaimana da'wah Nabi Saw yang selalu mengedepankan kebaikan dan harapan akan kebahagian di masa mendatang. Tidak pernah Nabi Saw mencontohkan untuk bersikap menyalahkan dalam da'wah, terlebih dengan bahasa menjelekkan, menakut-nakuti, dsb. Da'wah beliau justru memberikan kesejukan dan kedamaian serta membuat para sahabat menjadi selalu rindu dan rindu terhadap untaian kata yang terlahir dari lisan beliau Saw. Kecuali terhadap orang yang dengan "jelas" menistakan agama Allah Swt. Maka Nabi Saw bersikap sangat tegas dan keras, seperti pengusiran beliau terhadap kaum Yahudi Bani Qunaiqa' dari Madinah, lantarakan mereka menghinakan seorang wanita muslimah, dengan menyingkap aurat muslimah ini ketika ia sedang berbelanja di pasar.
3. Tersirat dari hadits di atas juga sebuah makna tentang pentingnya sebuah organisaai da'wah terorganisir dan ter-manage dengan rapi, baik dan profesional, yang selalu concern memberikan bekal kepada para da'inya sebelum mengutus dan atau menerjunkan mereka dalam medan da'wah. Agar da'wah yang dilakukan para dainya tidak kontra produktif dengan substansi da'wah itu sendiri yaitu mengajak dan merangkul orang lain, bukan justru membuat mereka takut, antipati dan lari dari da'wah.
4. Sebuah untaian kata indah dari salafuna shaleh perihal da'wah yang semoga bisa menjadi inspirasi untuk kita semua, "Perbaikilah akhiratmu, kelak duniamu akan menjadi baik. Dan perbaikilah pula batinmu, kelak lahirmu pun akan menjadi baik." (Umar bin Abdul Azis). Subhanallah..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 157
Dan Dalam Perjalanan Pun Ada Anjuran Berbagi Kepada Orang Lain

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَةٍ لَه،ُ قَالَ فَجَعَلَ يَصْرِفُ بَصَرَهُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلُ ظَهْرٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لَا ظَهْرَ لَهُ، وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ مِنْ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لَا زَادَ لَهُ (رواه مسلم)
Dari Sa'id Al Khudri ra berkata, "Ketika kami dalam perjalanan bersama-sama dengan Nabi Saw, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dengan mengendarai kendaraannya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang memiliki kelebihan tempat pada kendaraannya, maka hendaklah dia memberikannya (memberikan tumpangan) kepada orang yang tidak memiliki tempat (kendaraan). Dan barang siapa yang memiliki kelebihan perbekalan, maka hendaklah ia memberikannya kepada orang yang tidak memiliki perbekalan." (HR. Muslim, hadits no. 3258)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa diantara akhlak dan etika yang terpuji (akhlak karimah) di dalam Islam adalah "memberikan tumpangan" pada orang lain yang tidak memiliki kendaraan, khususnya yang memiliki tujuan dan atau memiliki arah yang sama dan sejalan. Karena dengan demikian berarti ia telah menolong dan membantunya dari kesulitan. Dalam hasits riwayat lainnya, Nabi Saw bersabda, "..Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi segala kebutuhannya. Dan barang siapa yang membebaskan kesulitan seorang muslim, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat.." (HR. Muslim, hadits no 4677)
2. Ada pengalaman pribadi penulis yang cukup unik, yaitu ketika penulis berada di kota Madinah Al-Munawarah, saat berada di pinggir jalan hendak mencari taksi ketika hendak berangkat ke Masjid Nabawi. Namun yang terjadi adalah, hampir setiap mobil pribadi yg melintas menawari kami tumpangan untuk ke Masjid Nabawi. Dan kami pun akhirnya turut menumpang salah satu mobil milik orang Madinah hingga sampai ke Masjid Nabawi. Tentu tidak lupa kami mengucapkan rasa terimakasih yg sebesar2nya kepadanya. Dan ia tampak begitu senang memberikan tumpangan kepada kami. Subhanallah, betapa indahnya suasana antara sesama muslim, ketika memandang sesama mislim lainnya sebagai saudara dan rela berbagi dengan senang hati.
3. Selain dianjurkan untuk berbagi kendaraan dan tumpangan, kita juga dianjurkan untuk berbagi perbekalan ketika dalam perjalanan, khususnya apabila kita memiliki kelebihan dalam perbekalan kita. Karena bisa jadi, orang lain yg bersama dengan kita dalam perjalanan tidak memiliki perbekalan yg cukup, atau tidak sempat membeli, atau bahkan tidak memiliki perbekalan makanan sama sekali, dan ia juga malu untuk meminta kepada kita, sehingga ia harus menahan lapar sepanjang perjalanannya. Jangan sampai pula, ia hanya mencium lezatnya aroma makanan kita, tanpa bisa menikmatinya sama sekali, padahal mungkin ia juga sedang kelaparan. Maka kita dianjurkan untuk menawarkan makanan atau minuman dalam perjalanan, kepada teman kanan atau kiri kita dalan perjalanan. Subhanallah... betapa indahnya akhlak dalam Dinul Islam. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berakhlakul karimah dan dihindarkan dari sifat dan akhlak yang tercela

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 156
Tiga Hal Yang Disukai dan Tiga Hal Yang Dibenci Oleh Allah Allah Swt

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَال،َ وَكَثْرَةَ السُّؤَال،ِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah menyukai tiga perkara dan membenci tiga perkara. Allah menyukai kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; kalian berpegang teguh dengan agama-Nya dan tidak berpecah belah. Dan Allah membenci kalian dari mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta." (HR. Muslim, hadits no 3236)

Hikmah Hadits ;
1. Ada tiga hal atau tiga amalan yang apabila dilakukan oleh seseorang maka niscaya Allah Swt akan ridha dan mencintainya. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut ;
#A. Menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun juga (tidak syirik). Yaitu senantiasa berusaha istiqamah dalam tauhidullah sepanjang hayat dgn merealisasikan ibadah serta menjauhi segala hal yang mengandung unsur kemusyrikan kepada Allah Swt.
#B. Berpegang teguh terhadap tali agama Allah Swt, yaitu berpegang teguh pada hukum dan aturan Allah Swt, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an maupun juga disabdakan oleh Nabi Saw dalam sunnahnya. Dengan kata lain, berusaha untuj melaksanakan segala yg diperintahkan Allah Swt dan meninggalkan segala yang diharamkan oleh Allah Swt.
#C. Tidak berpecah belah antara sesama umat Islam. Karena sesama orang2 yang beriman adalah bersaudara, maka harus menjadikan sesama muslim sebagai saudara bahkan seharusnya sesama muslim adalah ibarat satu tubuh, yang apabila salah satu bagian tubuh ada yg sakit, maka bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit juga.
2. Selain menjelaskan tentang tiga hal yang dicintai dan diridhai Allah Swt, hadits di atas juga menggambarkan tentang tiga hal yang dibenci oleh Allah Swt, yang apabila seseorang melakukannya niscaya Allah Swt akan membencinya. Tiga hal tersebut adalah ;
#A. Qila wa qala, yaitu menyebar berita yang tidak jelas sumbernya, yaitu berita atau informasi atau apapun namanya, baik secara lisan maupun melalui media sosial. Terlebih di era sekarang ini, banyak diantara kita yang terjebak pada sharing berita atau informasi melalui media sosial sebelum jelas informasi atau sumbernya. Sehingga tidak jarang menimbulkan keresahan bahkan merusak ukhuwah Islamiyah.
#B. Terlalu banyak bertanya, yaitu terlalu banyak bertanya pada hal2 yang tidak perlu yang justru akan menimbulkan kesulitan. Adapun bertanya perihal ilmu pengetahuan, atau terhadap hal yang bermanfaat adalah boleh bahkan bisa jadi dianjurkan.
#C. Menyia-nyiakan harta, seperti boros dalam pengeluaran uang, atau mengeluarkan uang untuk hal2 yang tidak ada/ kurang manfaatnya. Termasuk juga di dalamnya terlalu mewah dalam membeli suatu barang tertentu, spt hp, kendaraan, jam tangan, pakaian, dsb. Krn harta sebaiknya dimanfaatkan utk hal2 yg mendatangkan maslahat, spt nafkah yg baik kpd keluarga dan juga digunakan utk zakat, infak dan shadaqah.
3. Mudah2an kita semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang senantiasa mendapatkan cinta dan ridha dari Allah Swt serta terhindar dari segala bentuk kemurkaan dan kebencian Allah Swt. Amiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 155. Ketika Para Pembesar Melanggar

Rehad (Renungan Hadits) 155
Ketika Para Pembesar Melanggar

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم،َ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه؟ِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا (رواه مسلم)
Dari 'Aisyah ra, bahwa orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita Makhzumiyah yang ketahuan mencuri, lalu mereka berkata, "Siapakah yang kiranya berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah Saw?" Maka mereka mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, seorang yang dicintai oleh Rasulullah Saw." Sesaat kemudian, Usamah mengadukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah Saw bersabda, "Apakah kamu hendak memberi Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?" Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya, "Wahai sekalian manusia, bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Muslim, hadits no 3196)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa kecenderungan manusia, sering merasa berat untuk menerapkan hukum apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang yang memiliki kedudukan dan jabatan, terlebih juga jika ia adalah orang yang memiliki kekuatan finansial yang besar, atau dengan kata lain, kaya raya. Maka umumnya penerapan hukum kepada mereka hanya menjadi isapan jempol belaka. Hal ini tentu berbeda apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang kecil yg lemah yang tidak punya harta dan kedudukan. Maka penerapan hukuman akan sangat tajam terhadapnya.
2. Namun dalam Islam, hal seperti itu dilarang sengan keras. Dan Nabi Saw sangat marah ketika Usamah datang dan "melobi" Nabi Saw dengan maksud agar seorang wanita bangsawan dari Bani Makhzumiyah terbebas dari hukuman karena ia telah melakukan satu perbuatan melanggar hukum, yaitu mencuri. Bahkan hal ini justru membuat Nabi Saw naik ke atas mimbar dan dengan tegas beliau katakan bahwa sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya. Artinya dalam Islam, tidak boleh ada tebang pilih; siapapun yang melakukan pelanggaran maka ia harus mendapatkan hukuman, baik dia bangsawan maupun masyarakat kecil, laki-laki maupun perempuan.
3. Keteladannan Nabi Saw dalam kepemimpinan, khususnya dalam penerapan hukum dan keadilan bagi masyarakat (baca ; umat). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wanita Makhzumiyah yg mencuri itu bernama Fatimah binti Abu Asad, orang terpandang dan berasal dari kalangan pembesar di kaumnya. Sehingga mereka khawatir akan timbulnya gejolak jika hukum diterapkan padanya. Maka hal inilah yg membuat Rasulullah Saw, hingga seolah beliau menyampaikan pesan, "Jangankan Fatimah binti Abu Asad, kalaulah Fatimah binti Muhammad yg mencuri, pasti akan aku potong tangannya."
4. Bahwa kehancuran sistem sosial umumnya dimulai dari ketidakadilan dalam penerapan hukum, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menjadi hilang dan kewibawaan merekapun menjadi sirna. Rasa keadilan pun menjadi terusik, berubah menjadi selimut rasa ketidakadilan. Pada saat spt itulah, kehancura  sistem sosial masyarakat dimulai. Dan kaum2 terdahulu, mereka dibinasakan oleh Allah Swt adalah lantaran perbuatan mereka yang seperti itu. Mudah2an kita semua dibindarkan dari kehancuran dan kebinasaan.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 154
Larangan Bersumpah Selain Dengan Nama Allah Swt

عن بْن عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلَا يَحْلِفْ إِلَّا بِاللَّه،ِ وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تَحْلِفُ بِآبَائِهَا، فَقَالَ لَا تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah ia bersumpah kecuali dengan menggunakan nama Allah." (HR. Muslim, hadits no. 3106)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa sebagai seorang muslim, kita dilarang untuk bersumpah selain dengan menggunakan nama Allah Swt. Ulama mengatakan bahwa hukum bersumpah dengan selain nama Allah adalah haram, bahkan termasuk dosa besar yg dapat menyebabkan pelakunya terjerumus pada kekufuran atau kemusyrikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lainnya, dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik." (HR. Abu Daud, hadits no. 2829). Maka oleh karenanya tidak boleh seorang muslim bersumpah dengan selain nama Allah, spt bersumpah dgn, "Demi Rasulullah, demi Ka'bah, demi matahari, demi rembulan, demi bintang, demi gunung, dsb. Jika akan bersumpah karena suatu hal, maka bersumpahlah dengan nama Allah Swt.
2. Meskipun hukum asal sumpah adalah boleh,  namun kita tidak dianjurkan untuk bersumpah kecuali dalam hal2 yang sangat diperlukan, seperti bersumpah dalam persaksian, dalam persengketaan, atau dalam hal2 lain yang membutuhkan sumpah. Sehingga ditinjau dari aspek hukum, sumpah bisa jadi menjadi wajib (sumpah dlm membela kebenaran atau mencegah kemungkaran), sunnah (untuk menguatkan suatu kebaikan tertentu), mubah (untuk menguatkan sesuatu dalam kehidupan sehari2), makruh (untuk melakukan perkara yg makruh, untuk melariskan barang dagangan, dsb) bahkan haram (untuk sesuatu yg haran, atau seperti bersumpah palsu dan berdusta dalam sumpah, dsb).
3. Dusta dalam sumpah merupakan dosa besar dan sangat dibenci Allah Swt, terlebih ketika sumpahnya hanya digunakan untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Abdullah bin Amru, bahwa seorang arab badui menemui Nabi Saw dan bertanya; 'Wahai Rasulullah, apa sajakah dosa-dosa besar itu? ' Beliau menjawab, "Menyekutukan Allah" 'Lantas selanjutnya apa? Nabi menjawab, "Mendurhakai orang tua." 'Lalu selanjutnya apa? Nabi Saw menjawab: "Sumpah ghamus." Kami bertanya; 'apa makna ghamus? ' Beliau jawab, "Yaitu sumpah palsu, dusta, yang karena sumpahnya ia bisa menguasai harta seorang muslim, padahal sumpahnya adalah bohong belaka." (HR. Bukhari, hadits no 6409). Na'udzubillahi min dzalik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 153
Ketika Harta Terus Berguna Kendatipun Kita Telah Tiada (Wakaf)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُنِي بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا... (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Bahwa Umar bin Khatab ra mendapatkan bagian tanah perkebunan di Khaibar, lalu dia datang kepada Nabi Saw dan meminta saran mengenai bagian tersebut, dia berkata, "Wahai Rasulullah, saya mendapat bagian tanah perkebunan di Khaibar, dan saya belum pernah mendapatkan harta yang sangat saya banggakan seperti kebun itu, maka apa yang anda perintahkan mengenai kebun tersebut?" beliau menjawab: "Jika kamu mau, tahanlah (wakafkanlah) asetnya dan sedekahkanlah (hasilnya)..." (HR. Muslim, Hadits no 3085)

Hikmah Hadits ;
1. Secara bahasa, wakaf bermakna menahan (al-habsu) dan mencegah (al-man'u), maksudnya adalah menahan atau mencegah harta yang diwakafkan agar tidak dijual, tidak dihibahkan atau tidak dihabiskan. Sehingga harta dan atau aset yg diwakafkan harus tetap utuh dan langgeng, agar hasilnya bisa dirasakan manfaatnya bagi umat. Sedangkan definisi wakaf secara istilah adalah "menahan asli harta dan mendermakan hasilnya di jalan Allah Swt, yang diberikan oleh seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat secara permanen untuk kepentingan atau kemaslahatan bagi masyarakat, umat, dan bermanfaat lebih bagi kemaslahatan dakwah yang bernilai sangat mulia di sisi Allah SWT.
2. Wakaf hukumnya sunnah, yaitu sangat dianjurkan utk dilakukan terlebih ketika seseorang memiliki kelebihan harta atau asset khususnya yg berwujud tanah. Dan orang yang berwakaf akan mendapatkan benefit sbb ;
#1. Mendapatkan derajat "al-birru", yaitu kebaikan yang sempurna di sisi Allah Swt. Hal ini sebagaimana dalam riwayat tentang kisah Abu Darda ra yg mewakafkan tanah miliknya yg sangat berharga9 setelah membaca firman Allah Swt ; Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran : 92)
#2. Dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Swt. Karena setiap harta yg dikeluarkan di jalan Allah Swt (termasuk wakaf), maka kelak akan Allah lipatgandakan pahalanya hingga 700 kali lipat. Allah Swt berfirman Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261).
#3. Mendapatkan pahala yg terus menerus mengalir, selama manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat dan ummat. Hal ini sebagaimana dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Muslim, tentang 3 amalan yg akan terus menerus mengalirkan pahala kebaikannya kendatipun ia telah meninggal dunia, diantaranya adalah shadaqah jariyah (wakaf).
3. Maka, oleh karena substansi dari wakaf adalah agar dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu yg panjang, dan atau agar pahalanya dapat mengalir terus menurus sepanjang zaman, maka salah satu ketentuan dari wakaf (harta yg diwakafkan) adalah bahwa harta tersebut harus bersifat langgeng dan tidak bisa habis. Maka tdk boleh menjadikan barang yg habis sebagai objek wakaf, seperti makanan dan minuman, dsb. Utamanya wakaf bersifat barang atau aset yg relatif langgeng.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 152
Dan Pahala Pun Akan Terus Mengalir Jika Melakukan Tiga Amalan Ini

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَة،ٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه،ِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Apabila seorang insan meninggal dunia, maka akan terputuslah segala (pahala) amal kebaiakannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim, hadits no. 3084)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, khususnya dari sisi usia dan kehidupannya. Hingga pada saatnya kelak, semua akan terhenti dan ia akan berpindah ke dimensi kehidupan lain di luar kehidupan yg pernah dilaluinya di dunia. Dan ketika saat tersebut tiba, maka akan terhenti pulalah segala kesempatan untuk beramal ibadah dan beramal shaleh lainnya. Semua akan terputus, krn segala kesempatan telah berakhir bersamaan dengan berakhirnya nafas di kehidupan dunia.
2. Namun ternyata, kendatipun semua telah terputus dan terhenti, di sana masih ada beberapa amalan yang akan terus mengalirkan "pahala" kebajikannya, kendatipun raga telah terkubur berselimut kafan di pemakaman. Ia akan selalu mendapatkan pahalanya kendatipun sudah tiada lagi kesempatan beramal kebajikan. Dan itu semua adalah karena beberapa amalan yang dahulu dilakukannya semasa hidup di dunia. Adapun amalan2 tersebut adalah sebagai berikut ;
#1. Shadaqah Jariyah. Yaitu sedekah yang bersifat langgeng, dan manfaatnya bisa dirasakan oleh orang lain dalam jangka waktu yang relatif lama. Sebagian ulama lainnya menspesifikasikan bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah adalah "wakaf". Maka jika ingin memiliki investasi amalan yang benefit pahalanya terus mengalir, wakaf adalah pilihan yang paling tepat. Dan umumnya wakaf  berbentuk aset yang relatif bersifat abadi, seperti tanah, bangunan, masjid, atau karya intelektual seperti buku, dsb.
#2. Ilmu yang betmanfaat. Yaitu ilmu yang dipelajarinya dan diamalkan dalam kehidupan sehari2 serta diajarkan kepada orang lain, sehingga ilmu tersebut bermafaat bagi dirinya sendiri dan juga bermanfaat bagi orang lain. Karena orang lain menjadi terinspirasi untuk melakukan kebaikan atas dasar ilmu yang diajarkan kepada mereka. Maka hal tersebut akan melahirkan pahala yang terus menerus mengalir baginya.
#3. Anak shaleh yang selalu mendoakannya. Yaitu anak yg dididik, dirawat dan dibesarkannya dalam lingkup keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, sehingga ia menjadi insan yg bertakwa dan berakhlak mulia dan selalu dalam setiap doanya menyebutkan orang tuanya agar mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Mendidik anak hingga seperti ini akan menjadi amalan yg terus mengalirkan pahala kepada kita.
Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang walaupun kelak raga telah terpisah dari nyawa, namun tetap mendapatkan pahala yg selalu mengalir dalam mizan kebaikan kita semua... Amiin Ya Rabbal Alamiiin..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.

Rehad (Renungan Hadits) 150
Dan Kebaikan Seorang Anak Pun Akan Sangat Bermanfaat Bagi Orangtuanya Yang Sudah Tiada

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوص،ِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw, "Ayahku telah meninggal dunia dan meninggalkan harta, namun dia tidak memberi wasiat terhadap harta yang ditinggalkannya, dapatkah harta itu menghapus dosa-dosanya jika harta tersebut saya sedekahkan atas namanya?" beliau menjawab: "Ya." (HR. Muslim, hadits no. 3081)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa diantara amalan yang dilakukan oleh seseorang, ada suatu amalan yang akan terus menerus mengalirkan "pahala" amal shaleh kebaikannya kendatipun ia sudah meninggal dunia. Amalan tersebut adalah anak yang shaleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Namun ternyata bukan hanya doa dari anak yang shaleh yang dapat mengalirkan pahala dan ampunan kepada orang tuanya, ternyata juga terdapat amalan lainnya yang dilakukan seorang anak, dalam rangka kebaikan orang tuanya yang sudah meninggal dunia, ternyata juga dapat memberikan "manfaat kebaikan" berupa pahala yang terus menerus mengalir kepada orang tuanya, yaitu mensedekahkan harta milik almarhum orang tuanya di jalan Allah Swt, kendatipun tanpa ada pesan atau wasiat sebelumnya dari org tuanya tersebut. Hal ini sangat jelas digambarkan dalam hadits di atas.
2. Bahkan dalam hadits di atas juga digambarkan dengan redaksi sbb "..dapatkah harta (yg disedakahkan atas nama org tuanya) menghapuskan dosa2nya?" Dan Nabi Saw menjawabnya dengan sabda beliau, "Ya". Hal ini menunjukkan bahwa beramal dengan diniatkan agar memberikan manfaat kebaikan bagi orang yang sudah meninggal dunia, khususnya kepada orang tuanya adalah bisa memberikan manfaat kebaikan kepada orgtuanya dan juga bahkan dapat meringankannya dari dosa2 yg pernah dilakukannya.
3. Meskipun demikian, ulama berbeda pendapat terkait dengan "sampai atau tidaknya" pahala bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh seseorang, terhadap orang yang sdh meninggal dunia. Terkait dengan hal ini, dalam Kitab Al-Adzkar, Al-Imam An-Nawawi mengemukakan (hal 208) sbb, "Yang masyhur dikalangan ulama dari Madzhab Syafii dan juga  pendapat jamaah (ulama) lainnya, bahwasanya hal tersebut (mengirimkan pahala bacaan Al-Qur'an) tidak akan sampai kepada orang sdh meninggal dunia. Sementara itu, Imam Ahmad bin Hambal serta jamaah dari kalangan ulama lainnya termasuk dar sebagian ulama kalangan Syafii lainnya berpendapat bahwa pahala bacaan tersebut akan sampai (kepada orang yang sudah meninggal dunia). Dan yang paling baik (menurut Imam Nawawi) adalah hendaknya bagi setiap otang yg membacakan Al-Qur'an dan dimaksudkan akan dikirimkan pahala bacaannya tersebut kepada orang yg sudah meninggal dunia, maka hendaknya ia berdoa sbb, "Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan Al-Qur'an ku ini kepada fulan.."

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 149
Puasa Hari Asyura, dan Puasa Sebelum Atau Sesudahnya

عن بْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِع،َ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa pada saat Rasulullah Saw berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, hari Asyura adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Maka tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw wafat.' (HR. Muslim, hadits no. 1916)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pada 10 Muharram, Nabi Saw melaksanakan puasa Asyura dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut. Namun ketika para sahabat mengemukakan bahwa hari Asyura adalah hari yg sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, maka Nabi Saw barazam untuk berpuasa pada hari ke 9 Muharram (tasu'a) pada tahun mendatang. Namun belum sampai pada tahun berikutnya, ternyata Nabi Saw telah wafat, sehingga beliau belum sempat melaksanakannya.
2. Oleh karena iulah, para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan puasa asyura dan berpuasa sehari sebelum dan sehari sesudahnya:
#1). Sebagian ulama berpandapat bahwa yang utama adalah berpuasa asyura (10 Muharram) dengan diiringi puasa pada sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Sehingga menurut mereka, yang afdhal adalah puasa pada 9, 10 dan 11 Muharram. Dasar yg menjadi sandaran pendapat ini adalah sabda Nabi Saw, untuk menyelisihi (membedakan) dengan puasanya kaum Yahudi. Walaupun riwayat yg memerintahkan utk menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut dipermasalahkan oleh sebagian ulama.
#2). Berpuasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 (tasu'a) dan 10 (asyura) Muharram. Dan ternyata, sebagian besar ulama berpendapat bahwa berpuasa di dua hari ini adalah bentuk puasa Muharram yang paling afdhal. Karena Nabi Saw sendiri, beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram saja dan berniat kuat untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya. Hanya saja beliau telah wafat sebelum sempat untuk melaksanakannya. Dikatakan paling afdhal adalah karena dalil yang menunjukkan hal tersebut paling jelas dan paling shahih dibandingkan dengan dalil2 lainnya.
#3). Berpuasa dua hari juga, namun pada 10 dan 11 Muharram, dengan dasar perintah untuk menyelisihi kaum Yahudi. Meskipun sejauh penelusuran kami, dalil berkenaan dengan perintah menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut, tidak kami dapatkan dalam Kutubut Tis'ah, dan hanya terdapat dalam Kitab Al-Mushannafnya Abdur Razzaq dan pada Syu'abul Iman nya Al-Baihaqi, bahkan sebagian ulama juga mempermasalahkan riwayatnya.
#4). Berpuasa hanya pada 10 Muharram saja. Karena Nabi Saw dalam banyak riwayat disebutkan bahwa beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram, meskipun kemudian beliau berambisi untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya, namun belum sempat terlaksana karena beliau wafat sebelum menjalankannya.
2. Sebaiknya kita berusaha untuk menjalankan puasa sunnah di bulan Muharram, karena keutamaan yg besar yang terdapat di dalamnya (lihat rehad 148 yang lalu). Minimal sekali, berpuasa pada 10 Muharram saja. Walaupun akan lebih baik jika diiringi dengan berpuasa sehari aebelumnya, yaitu pada 9 Muharram, dan ini adalah yg paling afdhal. Meskipun juga tidak salah bila ingin berpuasa pada 9, 10 dan 11 Muharram, atau juga 10 dan 11 saja sebagaimana dijelaskan di atas. Ala kulli hal, semoga Allah Swt ridha terhadap amal ibadah kita lakukan, dan kita semu dimasukkan ke dalam golongan hamba2-Nya yang bertakwa..... Amiiin Ya Rabbal Alamiin

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan,Lc, M.Ag

Rehad 148. Keutamaan Puasa Sunnah di Bulan Muharram

Rehad (Renungan Hadits) 148
Keutamaan Puasa Sunnah di Bulan Muharram

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadlan adalah puasa di bulan Muharram. Dan shalat yang paling afdhal sesudah shalat Fardlu, adalah shalat malam." (HR. Muslim, hadits no. 1982)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa berpuasa di bulan Muharram memiliki keutamaan tersendiri, diantaranya adalah sebagai berikut ;
#1) Puasa pada bulan Muharram dikategorikan sebagai puasa sunnah yg paling afdhal, setelah puasa Ramadhan. Hal ini adalah sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim di atas.
#2) Puasa pada 10 Muharram ('asyuro), akan menghapuskan dosa setahun yang lalu. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits yg cukup panjang, '..dan beliau SAW ditanya tentang (keutamaan) puasa pada hari asyuro (10 Muharam), maka beliau bersabda, akan menghapus dosa setahun yang lalu...' (HR. Muslim).
#3) Puasa di bulan Muharram merupakan puasa yg diperintahkan Nabi Saw untuk dilaksanakan (diwajibkan) sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Dalam riwayat disebutkan, '...Maka tatkala puasa Ramadlan diwajibkan, beliau bersabda: "Siapa yang mau berpuasa di hari 'Asyura` maka hendaklah ia berpuasa, dan siapa yang tidak mau, maka ia boleh meninggalkannya." (HR. Muslim)
#4) Nabi Saw sangat antusias utk berpuasa di bulan Muharram. Hal ini sebagaimana diriwayatkan sbb, dari Ibnu 'Abbas ra berkata, "Tidak pernah aku melihat Nabi Saw sengaja berpuasa pada suatu hari yang Beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari 'Asyura' dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan". (HR. Bukhari)
2. Bahwa history dari anjuran berpuasa di bulan Muharram, khususnya pada 10 Muharram adalah sbb ;
#1) Bahwa Nabi Musa as berpuasa pada hari Asyuro rasa syukur kepada Allah Swt krn pada hari tersebut, Allah selamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Dalam riwayat disebutkan, "Nabi Saw tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HR. Bukhari)
#2). Nabi Nuh as juga berpuasa pada hari ini sebagai wujud syukur kepada Allah Swt. Dalam hadits disebutkan, Dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi Saw pernah melewati beberapa orang yahudi yang berpuasa pada hari 'Asyuro, maka beliau bersabda: "Puasa apa ini?" mereka berkata; "Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra`il dari tenggelam, dan menenggelamkan fir`aun di dalamnya, dan ini juga hari dimana kapal Nuh berlabuh di atas gunung Judiy hingga Nuh dan Musa berpuasa untuknya sebagai wujud rasa syukur mereka kepada Allah Ta'ala." Maka Nabi Saw bersabda: "Aku lebih berhak atas diri Musa dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini." Lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa." (HR. Ahmad hadits no 8360)
3. Adapun bagaimana tata cara puasa sunnah di bulan Muharram, insya Allah akan dibahas dalam Renungan Hadits (Rehad) berikutnya.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 147
Setiap Kedzaliman Akan Terbalaskan 7 Kali Lipat Di Akhirat

 عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ (رواه مسلم)
Dari Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa mengambil sejengal tanah orang lain dengan zhalim, maka niscaya Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat." (HR. Muslim, hadits no. 3020).

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa kita diharamkan untuk berlaku dzalim dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam aspek muamalah. Dan diantara bentuk kedzaliman dalam muamalah adalah mengambil hak orang lain, mencurangi milik orang lain, mengurangi takaran dan timbangan, mengklaim kepemilikan suatu barang yg bukan miliknya, menggeser patok (batas) tanah, mengambil alih tanah milik orang lain, baik secara penguasaan maupun secara kepemilikan melalui dokumen surat2nya, dsb.
2. Bahwa orang yang berlaku dzalim dalam muamalah memiliki konsekwensi yang sangat berat di akhirat. Dalam kasus sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, bahwa orang yang mengambil 'sejengkal' saja tanah milik orang lain secara dzalim, maka kelak di akhirat tanah tersebut akan ditimpakan di atas punggungnya hingga menghimpitnya sedemikian rupa, sebagai balasan dan siksa atas perbuatannya semasa di dunia.
3. Bahwa selain balasan di akhirat, di dunia pun bisa jadi Allah Swt membalaskan kedzaliman yang diperbuatnya. Dalam riwayat disebutkan dari Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail, bahwa Arwa menuduhnya telah mengambil sebagian dari tanah miliknya, maka Sa'id berkata, "Tinggalkanlah dia dan biarkan ia mengambil tanahnya, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa mengambil sejengkal tanah tanpa hak, maka Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi dihari Kiamat kelak. (Sa'id berdo'a) Ya Allah…jika dia berdusta, butakanlah matanya dan jadikanlah tanahnya (rumahnya) sebagai kuburannya." Ayah Umar melanjutkan, "Tidak lama kemudian, saya melihatnya buta dan berjalan sambil meraba-raba dinding, dia berkata, 'Saya terkena do'anya Sa'id bin Zaid.' Tatkala ia berjalan dari rumahnya menuju sumur, dia terjatuh ke dalamnya, maka itu sebagai kuburannya." (HR. Muslim). Na'udzubillahi min dzalik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 146
Dan Meninggalkan Keburukan Di Masa Lalu Pun Adalah Hijrah

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin 'Amru ra bahwa Nabi Saw, bersabda, "Seorang muslim adalah seseorang yang menjadikan Kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangan (perbuatan)nya. Sedangkan Muhajir (otang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. (HR. Bukhari, hadits no. 9)

Hikmah Hadits :
1. Bahwa seorang muslim adalah seseorang yang memiliki dua karakter mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Kedua karakter tersebut adalah ; #1. baik tutur katanya dan #2. baik pula tingkah lakunya. Ia tidak berkata-kata yang menyakitkan perasaan orang lain, artinya orang lain "selamat" dari setiap kata yang terlahir dari ucapannya, dan juga ia tidak berbuat atau beraktivitas yang "mengganggu" ketentraman dan kenyaman orang lain, artinya orang lain "selamat" dari segala perbuatan dan tindaktanduknya. Itulah karakter sejati orang yang beriman, yang tidak mungkin dipisah-pisahkan dari keimananya kepada Allah Swt.
2. Namun bukan berarti bahwa seorang muslim itu adalah manusia super yang tidak pernah berbuat salah, atau manusia malaikat yang tidak pernah khilaf dan selalu bersujud sepanjang hayatnya kepada Allah Swt. Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa dan nista, pernah berbuat maksiat dan alpa. Maka oleh karenanya ia perlu "berhijrah" meninggalkan masa lalunya yang "hitam" dan berlumur dosa, guna menyongsong masa depannya di bawah cahaya hidayah Allah Swt, menuju kebahagiaan yang hakiki dan sejati.
3. Bertekad kuat dan bermujahadah (bersungguh2) untuk meninggalkan segala keburukan di masa lalu adalah esensi dan intisari dari hijrah, sebagaimana disabdakan Nabi Saw dalam hadits di atas, ulama menyebutnya sebagai hijrah ma'nawiyah (hijrah secara makna dan esensinya). Dan Hijrah Ma'nawiyah diklasifikasikan sebagai berikut ;
#1). Minal Jahiliyah Ilal Islam, yaitu hijrah meninggalkan segala hal yang bersifat jahiliyah dalam kehidupannya, seperti meninggalkan kepercayaan thd dukun, thd penggandaan uang, dsb lalu merubahnya dengan keyakinan dan kepercayaan atas dasar keislamannya, seperti jika ingin kaya dan memiliki harta maka harus bekerja keras dan bersungguh2 dalam berusaha, dsb.
#2). Minal Kufri Ilal Iman, yaitu meninggalkan segala hal yang berbau kekufuran, atau jika dilakukan dapat mengantarkannya pada kekufuran kepada Allah Swt, seperti memilih non muslim menjadi pemimpin, sengaja meninggalkan shalat fardhu, dsb
#3). Minal Ma'shiyat Ilat Tha'at, yaitu meninggalkan segala perbuatan dan perkataan yang berbau maksiat kepada Allah Swt, seperti berzina, minum khamer, mencuri, memakan riba, dsb.
#4). Minan Nifaq Ilal Istiqamah, yaitu meninggalkan segala bentuk anasir kemunafikan, seperti berdusta ketika berbicara, berkhianat ketika diberi amanat, memgingkari ketika berjanji, dsb
#5). Minal Haram Ilal Halal, yaitu meninggalkan segala kebiasaan atau perilaku atau pola konsumsi maupun pola mencari rizki dengan cara-cara yang haram atau yang tercampir dengan yang haram, untuk kemudian merubahnya dengan sikap mental untuk tidak mengambil rizki kecuali yang benar2 halal.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 145. Hijrah Setelah Fathu Makkah

Rehad (Renungan Hadits) 145
Hijrah Setelah Fathu Makkah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَتْحِ مَكَّة،َ لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ia berkata, bahwa pada peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah Saw bersabda: "Makkah telah ditaklukkan. Mulai sekarang tidak ada lagi hijrah, akan tetapi yang ada hanyalah jihad dan niat (untuk menegakkan agama Allah). Bila kamu diperintahkan berangkat, maka berangkatlah. (HR. Muslim, hadits no. 2412)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa dahulu Nabi Saw dan para sahabatnya pergi berhijrah meninggalkan kota Mekah menuju kota Madinah diantaranya adalah lantaran kota Mekah tidak lagi aman bagi kaum muslimin dalam menjalankan ibadah dan mempertahankan keimanan mereka kepada Allah Swt. Banyak para sahabat yang disiksa bahkan dibunuh hanya karena mereka beriman kepada Allah Swt. Bahkan Nabi Saw pun mengalami upaya dan makar dari kaum Kafir Quriasy yg berupaya membunuh beliau. Maka Allah Swt pun memerintahkan beliau dan para sahabat untuk hijrah meninggalkan kota Mekah ke kota  Madinah (Yatsrib).
2. Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa sahabat Nabi Saw yang pertama hijrah adalah Mush'ab bin Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum. Namun sebagian lainnya berpendapat bahwa yg pertama kali hijrah adalah Abu Salamah bin Al-Asad. Menanggapi perbedaan ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengemukakan bahwa Abu Salamah hijrah meninggalkan kota Makkah adalah tidak dengan niatan menetap di Madinah, namun hanya menghindari intimidasi kafir Quraisy. Sedangkan Mush’ab bin Umair berhijrah adalah sudah berniat untuk menetap di Madinah dan  untuk memberi pengajaran kepada penduduk Madinah atas perintah Rasulullah Saw. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Mush'ab ke Madinah adalah karena perintah dan diutus oleh Rasulullah Saw untuk berdakwah dan mengajarkan Dinul Islam kepada penduduk Madinah. Kemudian berikutnya para sahabat silih berganti berhijrah ke Madinah mengharapkan keridhaan Allah Swt demi menyelamatkan keimanan dan agamanya.
3. Ketika terjadi peristiwa Fathu Makah pada tahun ke 8 hijriah dengan kemenangan mutlak bagi kaum muslimin, dan Mekah sudah berubah menjadi kota bagi kaum Muslimin. Dimana setelah itu mereka bisa bebas menampakkan keimanannya dan bebas menjalankan ibadah kepada Allah Swt dengan leluasa, maka Nabi Saw bersabda 'tidak ada hijrah (lagi) setelah peristiwa Fathu Makah.' Karena substansi hijrah adalah meninggalkan negri kufur dan maksiat atau negri syirik menuju negri lainnya dalam rangka mempertahankan keimanan kepada Allah Swt, dan substansi tersebut sudah tidak lagi ada setelah Fathu Makah dan para sahabat sdh tidak perlu lagi meninggalkan Mekah.
4. Kendatipun sdh tdk perlu hijrah, di sana masih ada amalan besar bagi sahabat yg belum sempat berhijrah atau bagi sahabat yg menetap di Mekah, yaitu niat dan jihad dalam rangka menegakkan dan menyebarkan agama Allah Swt di muka bumi. Namun hal ini bukan berarti bahwa pintu hijrah sudah tertutup. Hijrah tetap berlaku bagi siapapun di zaman manapun utk meninggalkan negrinya atau daerahnya yg penuh dgn kekufuran dan kemusyrikan menuju negri dan daerah lain dalam rangka menyelamatkan agama dan keimanannya kepada Allah Swt.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 144
Dan Hijrah Ke Madinah Adalah Atas Dasar Wahyu Dari Allah Swt

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْل،ٌ فَذَهَبَ وَهْلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ، فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ، وَرَأَيْتُ فِي رُؤْيَايَ هَذِهِ أَنِّي هَزَزْتُ سَيْفًا فَانْقَطَعَ صَدْرُهُ فَإِذَا هُوَ مَا أُصِيبَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ أُحُد،ٍ ثُمَّ هَزَزْتُهُ أُخْرَى فَعَادَ أَحْسَنَ مَا كَانَ فَإِذَا هُوَ مَا جَاءَ اللَّهُ بِهِ مِنْ الْفَتْحِ وَاجْتِمَاعِ الْمُؤْمِنِينَ، وَرَأَيْتُ فِيهَا أَيْضًا بَقَرًا وَاللَّهُ خَيْرٌ فَإِذَا هُمْ النَّفَرُ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ أُحُدٍ، وَإِذَا الْخَيْرُ مَا جَاءَ اللَّهُ بِهِ مِنْ الْخَيْرِ بَعْد،ُ وَثَوَابُ الصِّدْقِ الَّذِي آتَانَا اللَّهُ بَعْدَ يَوْمِ بَدْرٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa ra bahwa Nabi Saw beliau bersabda: "Aku bermimpi dalam tidurku bahwa aku berhijrah dari Mekkah ke suatu negri yang yang banyak pohon kurmanya. Aku menduga bahwa negri itu adalah Yamamah atau Hajar, tetapi ternyata itu adalah kota Madinah (Yatsrib). Dalam mimpi itu, aku juga terlihat membawa pedang. Tiba-tiba bagian tengah pedang itu patah dan ternyata itu adalah musibah yang menimpa orang-orang mukmin pada perang uhud. Setelah itu aku aku pun terlihat membawa pedang lagi dan ternyata pedang itu lebih baik dari yang pertama. Itulah kemenangan yang diberikan Allah dan bersatunya orang-orang Mukmin. Selain itu dalam mimpi itu pula, aku melihat sapi -dan Allah Maha Baik-. Ternyata tafsiran mimpi itu adalah bahwa orang-orang mukmin yang mati syahid dalam perang Uhud dan pahala yang diberikan Allah sesudah itu, serta pahala kejujuran pada perang Badar yang diberikan Allah setelahnya." (HR. Muslim, hadits no. 4217)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa Hijrahnya Nabi Saw dari kota Mekah ke Yatarib (Kota Madinah) adalah atas dasar wahyu dari Allah Swt, yang Allah Swt wahyukan melalui mimpi beliau. Dan mimpi Nabi Saw adalah wahyu, sebagaimana juga mimpi beliau terkait kekalahan di Perang Uhud dan kemenangan di Perang Badar yg terjadi setelah hijrah.
2. Hijrah secara bahasa memiliki makna memutuskan dan meninggalkan. Karena orang yang berhijrah adalah orang yang memutuskan hubungan dengan masa lalunya hitam, atau orang yang meninggalkan tempat tinggalnya dalam rangka menyelamatkan agama dan keimanannya.
3. Setidaknya kata hijrah disebutkan sebanyak 31 kali dalam Al-Qur'an, hal ini menunjukkan betapa pentingnya peristiwa hijrah dalam perjalanan dakwah Islam. Dan makna yg terkandung dari hijrah hendaknya selalu tertanam dalam hati setiap muslim, bahwa kehidupan menuntut adanya perubahan le arah yang lebih baik. Karena sesungguhnya esensi dari hijrah adalah memindahkan manusia dari satu kondisi ke kondisi lainnya yang lebih baik; dari kufur kepada iman, dari maksiat kepada taat dan dari  jahiliyah kepada Islam. Dan proses memindahkan manusia dari satu kondisi ke kondisi lainnya yg lebih baik adalah intisari dan esensi 6dari dakwah.
4. Dan terbukti bahwa hijrahnya Nabi Saw dan para sahabat dari Mekah ke Madinah, memberikan pengaruh sangat besar dalam perjalanan dakwah Islam. Dimana dakwah semakin menyebar ke berbagai wilayah, Agama Islam semakin kokoh, syariat dan hukum Allah semakin disempurnakan dan kehidupan kaum muslimin juga semakin baik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 143
Dan Setiap Sumpah Dalam Muamalah Ternyata Tidak Mendatangkan Berkah

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْع،ِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ (رواه مسلم)
Dari Abu Qatadah Al Anshari ra, bahwa beliau mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam jual beli, karena ia dapat melariskan (dagangan) dan kemudian akan menghilangkan (keberkahan)." (HR. Muslim, hadita no. 3015)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa jual beli merupakan salah satu bentuk usaha yang halal dan bahkan kehalalannya telah ditetapkan dalam Al-Qur'an, yaitu dalam QS. Al-Baqarah : 275, "....dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.." Namun bukan berarti ketika hukumnya halal, seseorang boleh melakukan proses apa saja guna melariskan dagagannya. Karena disana ada adab dan etika yang harus diindahkan oleh setiap muslim. Dan diantara adab dan etika tersebut adalah "tidak banyak bersumpah" dalam jual beli. Dalam riwayat lain hanya disebutkan "bersumpah" saja tanpa menyebutkan kata "banyak" (katsrah).
2. Sumpah dalam jual beli memang dapat melariskan dagangan, karena bisa jadi akan semakin menimbulkan kepercayaan pembeli terhadap pedagang atau terhadap pelaku bisnis lainnya. Namun di sisi lainnya ia juga akan menghilangkan keberkahan dalam jual belinya tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Muslim di atas. Karena walaupun hukum asal bersumpah itu adalah boleh, namun rasanya "tidak pantas" bagi seorang muslim bersumpah menggunakan nama Allah Swt hanya untuk mendapatkan keuntungan duniawi dalam berdagang, atau sekedar mengharapkan kepercayaan orang lain, guna melariskan bisnisnya. Jumhur ulama mengatakan bahwa sumpah dalam jual beli hukumnya makruh bagi pedagang yang jujur, namun haram bagi pedagang yang tidak jujur.
3. Sumpah hendaknya digunakan dalam perkara2 yang besar, menyangkut kepentingan yang besar dan untuk hal2 yang besar pula, seperti dalam proses peradilan, dsb. Dan dalam riwayat lainnya, Allah bahkan memberikan ancaman terhadap pedagang atau pelaku bisnis yg banyak bersumpah dengan ancaman yang berat, "Tiga golongan manusia yang Allah tidak akan mengajak mereka bicara pada hari kiamat, tidak melihat mereka, tidak mensucikan dosanya dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih." Abu Dzar berkata, "Rasulullah Saw membacanya tiga kali. Abu Dzar berkata, "Mereka gagal dan rugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang melakukan isbal (memanjangkan pakaian), orang yang suka memberi dengan menyebut-nyebutkannya (karena riya'), dan orang yang membuat laku barang dagangannya dengan sumpah palsu." (HR. Bukhari)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

;;