Rehad (Renungan Hadits) 158
Da'wah Itu Mempermudah, Menentramkan dan Menyejukkan Hati

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ أَمْرِهِ قَالَ بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, "Apabila Rasulullah Saw mengutus seseorang dari kalangan sahabatnya untuk melaksanakan suatu urusan, beliau berpesan, "Berilah mereka kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti mereka. Mudahkan urusan mereka dan janganlah kamu mempersulit." (HR. Muslim, hadits no. 3262)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa Islam merupakan agama yg rahmatan lil alamin, yaitu menjadi rahmat bagi semesta alam. Kehadiran Islam utamanya memberikan kesejukan, ketentraman, kebahagiaan dan kedamaian di hati objek da'wahnya. Oleh karena itulah dalam berda'wah, Islam menganjurkan untuk memberikan kabar gembira dan kebaikan bukan memberikan "ketakutan" dan "kecaman" pada objek da'wahnya. Demikianlah yg selalu dipesankan Nabi Saw terhadap para sahabat yg akan diutus dalam tugas menyampaikan dakwah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits di atas.
2. Karena da'wah secara bahasa berarti ajakan dan undangan. Seorang da'i hakikatnya adalah seperti seseorang yg sedang mengundang orang lain untuk menikmati suatu hidangan, yang dengan hidangan tersebut orang yg diundang akan merasa senang. Hidangan ini adalah hidangan rohani (baca ; ruhiyah) yang apabila mereka bisa merasakannya, maka mereka akan merasa bahagia dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, kita selalu melihat bagaimana da'wah Nabi Saw yang selalu mengedepankan kebaikan dan harapan akan kebahagian di masa mendatang. Tidak pernah Nabi Saw mencontohkan untuk bersikap menyalahkan dalam da'wah, terlebih dengan bahasa menjelekkan, menakut-nakuti, dsb. Da'wah beliau justru memberikan kesejukan dan kedamaian serta membuat para sahabat menjadi selalu rindu dan rindu terhadap untaian kata yang terlahir dari lisan beliau Saw. Kecuali terhadap orang yang dengan "jelas" menistakan agama Allah Swt. Maka Nabi Saw bersikap sangat tegas dan keras, seperti pengusiran beliau terhadap kaum Yahudi Bani Qunaiqa' dari Madinah, lantarakan mereka menghinakan seorang wanita muslimah, dengan menyingkap aurat muslimah ini ketika ia sedang berbelanja di pasar.
3. Tersirat dari hadits di atas juga sebuah makna tentang pentingnya sebuah organisaai da'wah terorganisir dan ter-manage dengan rapi, baik dan profesional, yang selalu concern memberikan bekal kepada para da'inya sebelum mengutus dan atau menerjunkan mereka dalam medan da'wah. Agar da'wah yang dilakukan para dainya tidak kontra produktif dengan substansi da'wah itu sendiri yaitu mengajak dan merangkul orang lain, bukan justru membuat mereka takut, antipati dan lari dari da'wah.
4. Sebuah untaian kata indah dari salafuna shaleh perihal da'wah yang semoga bisa menjadi inspirasi untuk kita semua, "Perbaikilah akhiratmu, kelak duniamu akan menjadi baik. Dan perbaikilah pula batinmu, kelak lahirmu pun akan menjadi baik." (Umar bin Abdul Azis). Subhanallah..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 157
Dan Dalam Perjalanan Pun Ada Anjuran Berbagi Kepada Orang Lain

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَةٍ لَه،ُ قَالَ فَجَعَلَ يَصْرِفُ بَصَرَهُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلُ ظَهْرٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لَا ظَهْرَ لَهُ، وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلٌ مِنْ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لَا زَادَ لَهُ (رواه مسلم)
Dari Sa'id Al Khudri ra berkata, "Ketika kami dalam perjalanan bersama-sama dengan Nabi Saw, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dengan mengendarai kendaraannya sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa yang memiliki kelebihan tempat pada kendaraannya, maka hendaklah dia memberikannya (memberikan tumpangan) kepada orang yang tidak memiliki tempat (kendaraan). Dan barang siapa yang memiliki kelebihan perbekalan, maka hendaklah ia memberikannya kepada orang yang tidak memiliki perbekalan." (HR. Muslim, hadits no. 3258)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa diantara akhlak dan etika yang terpuji (akhlak karimah) di dalam Islam adalah "memberikan tumpangan" pada orang lain yang tidak memiliki kendaraan, khususnya yang memiliki tujuan dan atau memiliki arah yang sama dan sejalan. Karena dengan demikian berarti ia telah menolong dan membantunya dari kesulitan. Dalam hasits riwayat lainnya, Nabi Saw bersabda, "..Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi segala kebutuhannya. Dan barang siapa yang membebaskan kesulitan seorang muslim, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat.." (HR. Muslim, hadits no 4677)
2. Ada pengalaman pribadi penulis yang cukup unik, yaitu ketika penulis berada di kota Madinah Al-Munawarah, saat berada di pinggir jalan hendak mencari taksi ketika hendak berangkat ke Masjid Nabawi. Namun yang terjadi adalah, hampir setiap mobil pribadi yg melintas menawari kami tumpangan untuk ke Masjid Nabawi. Dan kami pun akhirnya turut menumpang salah satu mobil milik orang Madinah hingga sampai ke Masjid Nabawi. Tentu tidak lupa kami mengucapkan rasa terimakasih yg sebesar2nya kepadanya. Dan ia tampak begitu senang memberikan tumpangan kepada kami. Subhanallah, betapa indahnya suasana antara sesama muslim, ketika memandang sesama mislim lainnya sebagai saudara dan rela berbagi dengan senang hati.
3. Selain dianjurkan untuk berbagi kendaraan dan tumpangan, kita juga dianjurkan untuk berbagi perbekalan ketika dalam perjalanan, khususnya apabila kita memiliki kelebihan dalam perbekalan kita. Karena bisa jadi, orang lain yg bersama dengan kita dalam perjalanan tidak memiliki perbekalan yg cukup, atau tidak sempat membeli, atau bahkan tidak memiliki perbekalan makanan sama sekali, dan ia juga malu untuk meminta kepada kita, sehingga ia harus menahan lapar sepanjang perjalanannya. Jangan sampai pula, ia hanya mencium lezatnya aroma makanan kita, tanpa bisa menikmatinya sama sekali, padahal mungkin ia juga sedang kelaparan. Maka kita dianjurkan untuk menawarkan makanan atau minuman dalam perjalanan, kepada teman kanan atau kiri kita dalan perjalanan. Subhanallah... betapa indahnya akhlak dalam Dinul Islam. Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berakhlakul karimah dan dihindarkan dari sifat dan akhlak yang tercela

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 156
Tiga Hal Yang Disukai dan Tiga Hal Yang Dibenci Oleh Allah Allah Swt

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَال،َ وَكَثْرَةَ السُّؤَال،ِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah menyukai tiga perkara dan membenci tiga perkara. Allah menyukai kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; kalian berpegang teguh dengan agama-Nya dan tidak berpecah belah. Dan Allah membenci kalian dari mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta." (HR. Muslim, hadits no 3236)

Hikmah Hadits ;
1. Ada tiga hal atau tiga amalan yang apabila dilakukan oleh seseorang maka niscaya Allah Swt akan ridha dan mencintainya. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut ;
#A. Menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukan Allah terhadap sesuatu apapun juga (tidak syirik). Yaitu senantiasa berusaha istiqamah dalam tauhidullah sepanjang hayat dgn merealisasikan ibadah serta menjauhi segala hal yang mengandung unsur kemusyrikan kepada Allah Swt.
#B. Berpegang teguh terhadap tali agama Allah Swt, yaitu berpegang teguh pada hukum dan aturan Allah Swt, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an maupun juga disabdakan oleh Nabi Saw dalam sunnahnya. Dengan kata lain, berusaha untuj melaksanakan segala yg diperintahkan Allah Swt dan meninggalkan segala yang diharamkan oleh Allah Swt.
#C. Tidak berpecah belah antara sesama umat Islam. Karena sesama orang2 yang beriman adalah bersaudara, maka harus menjadikan sesama muslim sebagai saudara bahkan seharusnya sesama muslim adalah ibarat satu tubuh, yang apabila salah satu bagian tubuh ada yg sakit, maka bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit juga.
2. Selain menjelaskan tentang tiga hal yang dicintai dan diridhai Allah Swt, hadits di atas juga menggambarkan tentang tiga hal yang dibenci oleh Allah Swt, yang apabila seseorang melakukannya niscaya Allah Swt akan membencinya. Tiga hal tersebut adalah ;
#A. Qila wa qala, yaitu menyebar berita yang tidak jelas sumbernya, yaitu berita atau informasi atau apapun namanya, baik secara lisan maupun melalui media sosial. Terlebih di era sekarang ini, banyak diantara kita yang terjebak pada sharing berita atau informasi melalui media sosial sebelum jelas informasi atau sumbernya. Sehingga tidak jarang menimbulkan keresahan bahkan merusak ukhuwah Islamiyah.
#B. Terlalu banyak bertanya, yaitu terlalu banyak bertanya pada hal2 yang tidak perlu yang justru akan menimbulkan kesulitan. Adapun bertanya perihal ilmu pengetahuan, atau terhadap hal yang bermanfaat adalah boleh bahkan bisa jadi dianjurkan.
#C. Menyia-nyiakan harta, seperti boros dalam pengeluaran uang, atau mengeluarkan uang untuk hal2 yang tidak ada/ kurang manfaatnya. Termasuk juga di dalamnya terlalu mewah dalam membeli suatu barang tertentu, spt hp, kendaraan, jam tangan, pakaian, dsb. Krn harta sebaiknya dimanfaatkan utk hal2 yg mendatangkan maslahat, spt nafkah yg baik kpd keluarga dan juga digunakan utk zakat, infak dan shadaqah.
3. Mudah2an kita semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang senantiasa mendapatkan cinta dan ridha dari Allah Swt serta terhindar dari segala bentuk kemurkaan dan kebencian Allah Swt. Amiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 155. Ketika Para Pembesar Melanggar

Rehad (Renungan Hadits) 155
Ketika Para Pembesar Melanggar

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم،َ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه؟ِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا (رواه مسلم)
Dari 'Aisyah ra, bahwa orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita Makhzumiyah yang ketahuan mencuri, lalu mereka berkata, "Siapakah yang kiranya berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah Saw?" Maka mereka mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, seorang yang dicintai oleh Rasulullah Saw." Sesaat kemudian, Usamah mengadukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah Saw bersabda, "Apakah kamu hendak memberi Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?" Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya, "Wahai sekalian manusia, bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Muslim, hadits no 3196)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa kecenderungan manusia, sering merasa berat untuk menerapkan hukum apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang yang memiliki kedudukan dan jabatan, terlebih juga jika ia adalah orang yang memiliki kekuatan finansial yang besar, atau dengan kata lain, kaya raya. Maka umumnya penerapan hukum kepada mereka hanya menjadi isapan jempol belaka. Hal ini tentu berbeda apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang kecil yg lemah yang tidak punya harta dan kedudukan. Maka penerapan hukuman akan sangat tajam terhadapnya.
2. Namun dalam Islam, hal seperti itu dilarang sengan keras. Dan Nabi Saw sangat marah ketika Usamah datang dan "melobi" Nabi Saw dengan maksud agar seorang wanita bangsawan dari Bani Makhzumiyah terbebas dari hukuman karena ia telah melakukan satu perbuatan melanggar hukum, yaitu mencuri. Bahkan hal ini justru membuat Nabi Saw naik ke atas mimbar dan dengan tegas beliau katakan bahwa sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya. Artinya dalam Islam, tidak boleh ada tebang pilih; siapapun yang melakukan pelanggaran maka ia harus mendapatkan hukuman, baik dia bangsawan maupun masyarakat kecil, laki-laki maupun perempuan.
3. Keteladannan Nabi Saw dalam kepemimpinan, khususnya dalam penerapan hukum dan keadilan bagi masyarakat (baca ; umat). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wanita Makhzumiyah yg mencuri itu bernama Fatimah binti Abu Asad, orang terpandang dan berasal dari kalangan pembesar di kaumnya. Sehingga mereka khawatir akan timbulnya gejolak jika hukum diterapkan padanya. Maka hal inilah yg membuat Rasulullah Saw, hingga seolah beliau menyampaikan pesan, "Jangankan Fatimah binti Abu Asad, kalaulah Fatimah binti Muhammad yg mencuri, pasti akan aku potong tangannya."
4. Bahwa kehancuran sistem sosial umumnya dimulai dari ketidakadilan dalam penerapan hukum, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menjadi hilang dan kewibawaan merekapun menjadi sirna. Rasa keadilan pun menjadi terusik, berubah menjadi selimut rasa ketidakadilan. Pada saat spt itulah, kehancura  sistem sosial masyarakat dimulai. Dan kaum2 terdahulu, mereka dibinasakan oleh Allah Swt adalah lantaran perbuatan mereka yang seperti itu. Mudah2an kita semua dibindarkan dari kehancuran dan kebinasaan.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 154
Larangan Bersumpah Selain Dengan Nama Allah Swt

عن بْن عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلَا يَحْلِفْ إِلَّا بِاللَّه،ِ وَكَانَتْ قُرَيْشٌ تَحْلِفُ بِآبَائِهَا، فَقَالَ لَا تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah, maka janganlah ia bersumpah kecuali dengan menggunakan nama Allah." (HR. Muslim, hadits no. 3106)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa sebagai seorang muslim, kita dilarang untuk bersumpah selain dengan menggunakan nama Allah Swt. Ulama mengatakan bahwa hukum bersumpah dengan selain nama Allah adalah haram, bahkan termasuk dosa besar yg dapat menyebabkan pelakunya terjerumus pada kekufuran atau kemusyrikan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lainnya, dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka sungguh ia telah berbuat syirik." (HR. Abu Daud, hadits no. 2829). Maka oleh karenanya tidak boleh seorang muslim bersumpah dengan selain nama Allah, spt bersumpah dgn, "Demi Rasulullah, demi Ka'bah, demi matahari, demi rembulan, demi bintang, demi gunung, dsb. Jika akan bersumpah karena suatu hal, maka bersumpahlah dengan nama Allah Swt.
2. Meskipun hukum asal sumpah adalah boleh,  namun kita tidak dianjurkan untuk bersumpah kecuali dalam hal2 yang sangat diperlukan, seperti bersumpah dalam persaksian, dalam persengketaan, atau dalam hal2 lain yang membutuhkan sumpah. Sehingga ditinjau dari aspek hukum, sumpah bisa jadi menjadi wajib (sumpah dlm membela kebenaran atau mencegah kemungkaran), sunnah (untuk menguatkan suatu kebaikan tertentu), mubah (untuk menguatkan sesuatu dalam kehidupan sehari2), makruh (untuk melakukan perkara yg makruh, untuk melariskan barang dagangan, dsb) bahkan haram (untuk sesuatu yg haran, atau seperti bersumpah palsu dan berdusta dalam sumpah, dsb).
3. Dusta dalam sumpah merupakan dosa besar dan sangat dibenci Allah Swt, terlebih ketika sumpahnya hanya digunakan untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata. Dalam sebuah riwayat disebutkan, dari Abdullah bin Amru, bahwa seorang arab badui menemui Nabi Saw dan bertanya; 'Wahai Rasulullah, apa sajakah dosa-dosa besar itu? ' Beliau menjawab, "Menyekutukan Allah" 'Lantas selanjutnya apa? Nabi menjawab, "Mendurhakai orang tua." 'Lalu selanjutnya apa? Nabi Saw menjawab: "Sumpah ghamus." Kami bertanya; 'apa makna ghamus? ' Beliau jawab, "Yaitu sumpah palsu, dusta, yang karena sumpahnya ia bisa menguasai harta seorang muslim, padahal sumpahnya adalah bohong belaka." (HR. Bukhari, hadits no 6409). Na'udzubillahi min dzalik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 153
Ketika Harta Terus Berguna Kendatipun Kita Telah Tiada (Wakaf)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُنِي بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا... (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, "Bahwa Umar bin Khatab ra mendapatkan bagian tanah perkebunan di Khaibar, lalu dia datang kepada Nabi Saw dan meminta saran mengenai bagian tersebut, dia berkata, "Wahai Rasulullah, saya mendapat bagian tanah perkebunan di Khaibar, dan saya belum pernah mendapatkan harta yang sangat saya banggakan seperti kebun itu, maka apa yang anda perintahkan mengenai kebun tersebut?" beliau menjawab: "Jika kamu mau, tahanlah (wakafkanlah) asetnya dan sedekahkanlah (hasilnya)..." (HR. Muslim, Hadits no 3085)

Hikmah Hadits ;
1. Secara bahasa, wakaf bermakna menahan (al-habsu) dan mencegah (al-man'u), maksudnya adalah menahan atau mencegah harta yang diwakafkan agar tidak dijual, tidak dihibahkan atau tidak dihabiskan. Sehingga harta dan atau aset yg diwakafkan harus tetap utuh dan langgeng, agar hasilnya bisa dirasakan manfaatnya bagi umat. Sedangkan definisi wakaf secara istilah adalah "menahan asli harta dan mendermakan hasilnya di jalan Allah Swt, yang diberikan oleh seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat secara permanen untuk kepentingan atau kemaslahatan bagi masyarakat, umat, dan bermanfaat lebih bagi kemaslahatan dakwah yang bernilai sangat mulia di sisi Allah SWT.
2. Wakaf hukumnya sunnah, yaitu sangat dianjurkan utk dilakukan terlebih ketika seseorang memiliki kelebihan harta atau asset khususnya yg berwujud tanah. Dan orang yang berwakaf akan mendapatkan benefit sbb ;
#1. Mendapatkan derajat "al-birru", yaitu kebaikan yang sempurna di sisi Allah Swt. Hal ini sebagaimana dalam riwayat tentang kisah Abu Darda ra yg mewakafkan tanah miliknya yg sangat berharga9 setelah membaca firman Allah Swt ; Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran : 92)
#2. Dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Swt. Karena setiap harta yg dikeluarkan di jalan Allah Swt (termasuk wakaf), maka kelak akan Allah lipatgandakan pahalanya hingga 700 kali lipat. Allah Swt berfirman Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261).
#3. Mendapatkan pahala yg terus menerus mengalir, selama manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat dan ummat. Hal ini sebagaimana dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Muslim, tentang 3 amalan yg akan terus menerus mengalirkan pahala kebaikannya kendatipun ia telah meninggal dunia, diantaranya adalah shadaqah jariyah (wakaf).
3. Maka, oleh karena substansi dari wakaf adalah agar dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu yg panjang, dan atau agar pahalanya dapat mengalir terus menurus sepanjang zaman, maka salah satu ketentuan dari wakaf (harta yg diwakafkan) adalah bahwa harta tersebut harus bersifat langgeng dan tidak bisa habis. Maka tdk boleh menjadikan barang yg habis sebagai objek wakaf, seperti makanan dan minuman, dsb. Utamanya wakaf bersifat barang atau aset yg relatif langgeng.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 152
Dan Pahala Pun Akan Terus Mengalir Jika Melakukan Tiga Amalan Ini

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَة،ٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه،ِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Apabila seorang insan meninggal dunia, maka akan terputuslah segala (pahala) amal kebaiakannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya." (HR. Muslim, hadits no. 3084)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, khususnya dari sisi usia dan kehidupannya. Hingga pada saatnya kelak, semua akan terhenti dan ia akan berpindah ke dimensi kehidupan lain di luar kehidupan yg pernah dilaluinya di dunia. Dan ketika saat tersebut tiba, maka akan terhenti pulalah segala kesempatan untuk beramal ibadah dan beramal shaleh lainnya. Semua akan terputus, krn segala kesempatan telah berakhir bersamaan dengan berakhirnya nafas di kehidupan dunia.
2. Namun ternyata, kendatipun semua telah terputus dan terhenti, di sana masih ada beberapa amalan yang akan terus mengalirkan "pahala" kebajikannya, kendatipun raga telah terkubur berselimut kafan di pemakaman. Ia akan selalu mendapatkan pahalanya kendatipun sudah tiada lagi kesempatan beramal kebajikan. Dan itu semua adalah karena beberapa amalan yang dahulu dilakukannya semasa hidup di dunia. Adapun amalan2 tersebut adalah sebagai berikut ;
#1. Shadaqah Jariyah. Yaitu sedekah yang bersifat langgeng, dan manfaatnya bisa dirasakan oleh orang lain dalam jangka waktu yang relatif lama. Sebagian ulama lainnya menspesifikasikan bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah adalah "wakaf". Maka jika ingin memiliki investasi amalan yang benefit pahalanya terus mengalir, wakaf adalah pilihan yang paling tepat. Dan umumnya wakaf  berbentuk aset yang relatif bersifat abadi, seperti tanah, bangunan, masjid, atau karya intelektual seperti buku, dsb.
#2. Ilmu yang betmanfaat. Yaitu ilmu yang dipelajarinya dan diamalkan dalam kehidupan sehari2 serta diajarkan kepada orang lain, sehingga ilmu tersebut bermafaat bagi dirinya sendiri dan juga bermanfaat bagi orang lain. Karena orang lain menjadi terinspirasi untuk melakukan kebaikan atas dasar ilmu yang diajarkan kepada mereka. Maka hal tersebut akan melahirkan pahala yang terus menerus mengalir baginya.
#3. Anak shaleh yang selalu mendoakannya. Yaitu anak yg dididik, dirawat dan dibesarkannya dalam lingkup keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, sehingga ia menjadi insan yg bertakwa dan berakhlak mulia dan selalu dalam setiap doanya menyebutkan orang tuanya agar mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Mendidik anak hingga seperti ini akan menjadi amalan yg terus mengalirkan pahala kepada kita.
Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang2 yang walaupun kelak raga telah terpisah dari nyawa, namun tetap mendapatkan pahala yg selalu mengalir dalam mizan kebaikan kita semua... Amiin Ya Rabbal Alamiiin..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.

Rehad (Renungan Hadits) 150
Dan Kebaikan Seorang Anak Pun Akan Sangat Bermanfaat Bagi Orangtuanya Yang Sudah Tiada

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوص،ِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw, "Ayahku telah meninggal dunia dan meninggalkan harta, namun dia tidak memberi wasiat terhadap harta yang ditinggalkannya, dapatkah harta itu menghapus dosa-dosanya jika harta tersebut saya sedekahkan atas namanya?" beliau menjawab: "Ya." (HR. Muslim, hadits no. 3081)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa diantara amalan yang dilakukan oleh seseorang, ada suatu amalan yang akan terus menerus mengalirkan "pahala" amal shaleh kebaikannya kendatipun ia sudah meninggal dunia. Amalan tersebut adalah anak yang shaleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Namun ternyata bukan hanya doa dari anak yang shaleh yang dapat mengalirkan pahala dan ampunan kepada orang tuanya, ternyata juga terdapat amalan lainnya yang dilakukan seorang anak, dalam rangka kebaikan orang tuanya yang sudah meninggal dunia, ternyata juga dapat memberikan "manfaat kebaikan" berupa pahala yang terus menerus mengalir kepada orang tuanya, yaitu mensedekahkan harta milik almarhum orang tuanya di jalan Allah Swt, kendatipun tanpa ada pesan atau wasiat sebelumnya dari org tuanya tersebut. Hal ini sangat jelas digambarkan dalam hadits di atas.
2. Bahkan dalam hadits di atas juga digambarkan dengan redaksi sbb "..dapatkah harta (yg disedakahkan atas nama org tuanya) menghapuskan dosa2nya?" Dan Nabi Saw menjawabnya dengan sabda beliau, "Ya". Hal ini menunjukkan bahwa beramal dengan diniatkan agar memberikan manfaat kebaikan bagi orang yang sudah meninggal dunia, khususnya kepada orang tuanya adalah bisa memberikan manfaat kebaikan kepada orgtuanya dan juga bahkan dapat meringankannya dari dosa2 yg pernah dilakukannya.
3. Meskipun demikian, ulama berbeda pendapat terkait dengan "sampai atau tidaknya" pahala bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh seseorang, terhadap orang yang sdh meninggal dunia. Terkait dengan hal ini, dalam Kitab Al-Adzkar, Al-Imam An-Nawawi mengemukakan (hal 208) sbb, "Yang masyhur dikalangan ulama dari Madzhab Syafii dan juga  pendapat jamaah (ulama) lainnya, bahwasanya hal tersebut (mengirimkan pahala bacaan Al-Qur'an) tidak akan sampai kepada orang sdh meninggal dunia. Sementara itu, Imam Ahmad bin Hambal serta jamaah dari kalangan ulama lainnya termasuk dar sebagian ulama kalangan Syafii lainnya berpendapat bahwa pahala bacaan tersebut akan sampai (kepada orang yang sudah meninggal dunia). Dan yang paling baik (menurut Imam Nawawi) adalah hendaknya bagi setiap otang yg membacakan Al-Qur'an dan dimaksudkan akan dikirimkan pahala bacaannya tersebut kepada orang yg sudah meninggal dunia, maka hendaknya ia berdoa sbb, "Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan Al-Qur'an ku ini kepada fulan.."

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 149
Puasa Hari Asyura, dan Puasa Sebelum Atau Sesudahnya

عن بْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِع،َ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa pada saat Rasulullah Saw berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, hari Asyura adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Maka tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw wafat.' (HR. Muslim, hadits no. 1916)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pada 10 Muharram, Nabi Saw melaksanakan puasa Asyura dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut. Namun ketika para sahabat mengemukakan bahwa hari Asyura adalah hari yg sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, maka Nabi Saw barazam untuk berpuasa pada hari ke 9 Muharram (tasu'a) pada tahun mendatang. Namun belum sampai pada tahun berikutnya, ternyata Nabi Saw telah wafat, sehingga beliau belum sempat melaksanakannya.
2. Oleh karena iulah, para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan puasa asyura dan berpuasa sehari sebelum dan sehari sesudahnya:
#1). Sebagian ulama berpandapat bahwa yang utama adalah berpuasa asyura (10 Muharram) dengan diiringi puasa pada sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Sehingga menurut mereka, yang afdhal adalah puasa pada 9, 10 dan 11 Muharram. Dasar yg menjadi sandaran pendapat ini adalah sabda Nabi Saw, untuk menyelisihi (membedakan) dengan puasanya kaum Yahudi. Walaupun riwayat yg memerintahkan utk menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut dipermasalahkan oleh sebagian ulama.
#2). Berpuasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 (tasu'a) dan 10 (asyura) Muharram. Dan ternyata, sebagian besar ulama berpendapat bahwa berpuasa di dua hari ini adalah bentuk puasa Muharram yang paling afdhal. Karena Nabi Saw sendiri, beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram saja dan berniat kuat untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya. Hanya saja beliau telah wafat sebelum sempat untuk melaksanakannya. Dikatakan paling afdhal adalah karena dalil yang menunjukkan hal tersebut paling jelas dan paling shahih dibandingkan dengan dalil2 lainnya.
#3). Berpuasa dua hari juga, namun pada 10 dan 11 Muharram, dengan dasar perintah untuk menyelisihi kaum Yahudi. Meskipun sejauh penelusuran kami, dalil berkenaan dengan perintah menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut, tidak kami dapatkan dalam Kutubut Tis'ah, dan hanya terdapat dalam Kitab Al-Mushannafnya Abdur Razzaq dan pada Syu'abul Iman nya Al-Baihaqi, bahkan sebagian ulama juga mempermasalahkan riwayatnya.
#4). Berpuasa hanya pada 10 Muharram saja. Karena Nabi Saw dalam banyak riwayat disebutkan bahwa beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram, meskipun kemudian beliau berambisi untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya, namun belum sempat terlaksana karena beliau wafat sebelum menjalankannya.
2. Sebaiknya kita berusaha untuk menjalankan puasa sunnah di bulan Muharram, karena keutamaan yg besar yang terdapat di dalamnya (lihat rehad 148 yang lalu). Minimal sekali, berpuasa pada 10 Muharram saja. Walaupun akan lebih baik jika diiringi dengan berpuasa sehari aebelumnya, yaitu pada 9 Muharram, dan ini adalah yg paling afdhal. Meskipun juga tidak salah bila ingin berpuasa pada 9, 10 dan 11 Muharram, atau juga 10 dan 11 saja sebagaimana dijelaskan di atas. Ala kulli hal, semoga Allah Swt ridha terhadap amal ibadah kita lakukan, dan kita semu dimasukkan ke dalam golongan hamba2-Nya yang bertakwa..... Amiiin Ya Rabbal Alamiin

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan,Lc, M.Ag

Rehad 148. Keutamaan Puasa Sunnah di Bulan Muharram

Rehad (Renungan Hadits) 148
Keutamaan Puasa Sunnah di Bulan Muharram

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadlan adalah puasa di bulan Muharram. Dan shalat yang paling afdhal sesudah shalat Fardlu, adalah shalat malam." (HR. Muslim, hadits no. 1982)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa berpuasa di bulan Muharram memiliki keutamaan tersendiri, diantaranya adalah sebagai berikut ;
#1) Puasa pada bulan Muharram dikategorikan sebagai puasa sunnah yg paling afdhal, setelah puasa Ramadhan. Hal ini adalah sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim di atas.
#2) Puasa pada 10 Muharram ('asyuro), akan menghapuskan dosa setahun yang lalu. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits yg cukup panjang, '..dan beliau SAW ditanya tentang (keutamaan) puasa pada hari asyuro (10 Muharam), maka beliau bersabda, akan menghapus dosa setahun yang lalu...' (HR. Muslim).
#3) Puasa di bulan Muharram merupakan puasa yg diperintahkan Nabi Saw untuk dilaksanakan (diwajibkan) sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan. Dalam riwayat disebutkan, '...Maka tatkala puasa Ramadlan diwajibkan, beliau bersabda: "Siapa yang mau berpuasa di hari 'Asyura` maka hendaklah ia berpuasa, dan siapa yang tidak mau, maka ia boleh meninggalkannya." (HR. Muslim)
#4) Nabi Saw sangat antusias utk berpuasa di bulan Muharram. Hal ini sebagaimana diriwayatkan sbb, dari Ibnu 'Abbas ra berkata, "Tidak pernah aku melihat Nabi Saw sengaja berpuasa pada suatu hari yang Beliau istimewakan dibanding hari-hari lainnya kecuali hari 'Asyura' dan bulan ini, yaitu bulan Ramadhan". (HR. Bukhari)
2. Bahwa history dari anjuran berpuasa di bulan Muharram, khususnya pada 10 Muharram adalah sbb ;
#1) Bahwa Nabi Musa as berpuasa pada hari Asyuro rasa syukur kepada Allah Swt krn pada hari tersebut, Allah selamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Dalam riwayat disebutkan, "Nabi Saw tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.” (HR. Bukhari)
#2). Nabi Nuh as juga berpuasa pada hari ini sebagai wujud syukur kepada Allah Swt. Dalam hadits disebutkan, Dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi Saw pernah melewati beberapa orang yahudi yang berpuasa pada hari 'Asyuro, maka beliau bersabda: "Puasa apa ini?" mereka berkata; "Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Isra`il dari tenggelam, dan menenggelamkan fir`aun di dalamnya, dan ini juga hari dimana kapal Nuh berlabuh di atas gunung Judiy hingga Nuh dan Musa berpuasa untuknya sebagai wujud rasa syukur mereka kepada Allah Ta'ala." Maka Nabi Saw bersabda: "Aku lebih berhak atas diri Musa dan lebih berhak untuk berpuasa pada hari ini." Lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa." (HR. Ahmad hadits no 8360)
3. Adapun bagaimana tata cara puasa sunnah di bulan Muharram, insya Allah akan dibahas dalam Renungan Hadits (Rehad) berikutnya.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 147
Setiap Kedzaliman Akan Terbalaskan 7 Kali Lipat Di Akhirat

 عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنْ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ (رواه مسلم)
Dari Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa mengambil sejengal tanah orang lain dengan zhalim, maka niscaya Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari Kiamat." (HR. Muslim, hadits no. 3020).

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa kita diharamkan untuk berlaku dzalim dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam aspek muamalah. Dan diantara bentuk kedzaliman dalam muamalah adalah mengambil hak orang lain, mencurangi milik orang lain, mengurangi takaran dan timbangan, mengklaim kepemilikan suatu barang yg bukan miliknya, menggeser patok (batas) tanah, mengambil alih tanah milik orang lain, baik secara penguasaan maupun secara kepemilikan melalui dokumen surat2nya, dsb.
2. Bahwa orang yang berlaku dzalim dalam muamalah memiliki konsekwensi yang sangat berat di akhirat. Dalam kasus sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, bahwa orang yang mengambil 'sejengkal' saja tanah milik orang lain secara dzalim, maka kelak di akhirat tanah tersebut akan ditimpakan di atas punggungnya hingga menghimpitnya sedemikian rupa, sebagai balasan dan siksa atas perbuatannya semasa di dunia.
3. Bahwa selain balasan di akhirat, di dunia pun bisa jadi Allah Swt membalaskan kedzaliman yang diperbuatnya. Dalam riwayat disebutkan dari Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail, bahwa Arwa menuduhnya telah mengambil sebagian dari tanah miliknya, maka Sa'id berkata, "Tinggalkanlah dia dan biarkan ia mengambil tanahnya, sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa mengambil sejengkal tanah tanpa hak, maka Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi dihari Kiamat kelak. (Sa'id berdo'a) Ya Allah…jika dia berdusta, butakanlah matanya dan jadikanlah tanahnya (rumahnya) sebagai kuburannya." Ayah Umar melanjutkan, "Tidak lama kemudian, saya melihatnya buta dan berjalan sambil meraba-raba dinding, dia berkata, 'Saya terkena do'anya Sa'id bin Zaid.' Tatkala ia berjalan dari rumahnya menuju sumur, dia terjatuh ke dalamnya, maka itu sebagai kuburannya." (HR. Muslim). Na'udzubillahi min dzalik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 146
Dan Meninggalkan Keburukan Di Masa Lalu Pun Adalah Hijrah

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (رواه البخاري)
Dari Abdullah bin 'Amru ra bahwa Nabi Saw, bersabda, "Seorang muslim adalah seseorang yang menjadikan Kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangan (perbuatan)nya. Sedangkan Muhajir (otang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. (HR. Bukhari, hadits no. 9)

Hikmah Hadits :
1. Bahwa seorang muslim adalah seseorang yang memiliki dua karakter mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Kedua karakter tersebut adalah ; #1. baik tutur katanya dan #2. baik pula tingkah lakunya. Ia tidak berkata-kata yang menyakitkan perasaan orang lain, artinya orang lain "selamat" dari setiap kata yang terlahir dari ucapannya, dan juga ia tidak berbuat atau beraktivitas yang "mengganggu" ketentraman dan kenyaman orang lain, artinya orang lain "selamat" dari segala perbuatan dan tindaktanduknya. Itulah karakter sejati orang yang beriman, yang tidak mungkin dipisah-pisahkan dari keimananya kepada Allah Swt.
2. Namun bukan berarti bahwa seorang muslim itu adalah manusia super yang tidak pernah berbuat salah, atau manusia malaikat yang tidak pernah khilaf dan selalu bersujud sepanjang hayatnya kepada Allah Swt. Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa dan nista, pernah berbuat maksiat dan alpa. Maka oleh karenanya ia perlu "berhijrah" meninggalkan masa lalunya yang "hitam" dan berlumur dosa, guna menyongsong masa depannya di bawah cahaya hidayah Allah Swt, menuju kebahagiaan yang hakiki dan sejati.
3. Bertekad kuat dan bermujahadah (bersungguh2) untuk meninggalkan segala keburukan di masa lalu adalah esensi dan intisari dari hijrah, sebagaimana disabdakan Nabi Saw dalam hadits di atas, ulama menyebutnya sebagai hijrah ma'nawiyah (hijrah secara makna dan esensinya). Dan Hijrah Ma'nawiyah diklasifikasikan sebagai berikut ;
#1). Minal Jahiliyah Ilal Islam, yaitu hijrah meninggalkan segala hal yang bersifat jahiliyah dalam kehidupannya, seperti meninggalkan kepercayaan thd dukun, thd penggandaan uang, dsb lalu merubahnya dengan keyakinan dan kepercayaan atas dasar keislamannya, seperti jika ingin kaya dan memiliki harta maka harus bekerja keras dan bersungguh2 dalam berusaha, dsb.
#2). Minal Kufri Ilal Iman, yaitu meninggalkan segala hal yang berbau kekufuran, atau jika dilakukan dapat mengantarkannya pada kekufuran kepada Allah Swt, seperti memilih non muslim menjadi pemimpin, sengaja meninggalkan shalat fardhu, dsb
#3). Minal Ma'shiyat Ilat Tha'at, yaitu meninggalkan segala perbuatan dan perkataan yang berbau maksiat kepada Allah Swt, seperti berzina, minum khamer, mencuri, memakan riba, dsb.
#4). Minan Nifaq Ilal Istiqamah, yaitu meninggalkan segala bentuk anasir kemunafikan, seperti berdusta ketika berbicara, berkhianat ketika diberi amanat, memgingkari ketika berjanji, dsb
#5). Minal Haram Ilal Halal, yaitu meninggalkan segala kebiasaan atau perilaku atau pola konsumsi maupun pola mencari rizki dengan cara-cara yang haram atau yang tercampir dengan yang haram, untuk kemudian merubahnya dengan sikap mental untuk tidak mengambil rizki kecuali yang benar2 halal.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 145. Hijrah Setelah Fathu Makkah

Rehad (Renungan Hadits) 145
Hijrah Setelah Fathu Makkah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَتْحِ مَكَّة،َ لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ia berkata, bahwa pada peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah Saw bersabda: "Makkah telah ditaklukkan. Mulai sekarang tidak ada lagi hijrah, akan tetapi yang ada hanyalah jihad dan niat (untuk menegakkan agama Allah). Bila kamu diperintahkan berangkat, maka berangkatlah. (HR. Muslim, hadits no. 2412)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa dahulu Nabi Saw dan para sahabatnya pergi berhijrah meninggalkan kota Mekah menuju kota Madinah diantaranya adalah lantaran kota Mekah tidak lagi aman bagi kaum muslimin dalam menjalankan ibadah dan mempertahankan keimanan mereka kepada Allah Swt. Banyak para sahabat yang disiksa bahkan dibunuh hanya karena mereka beriman kepada Allah Swt. Bahkan Nabi Saw pun mengalami upaya dan makar dari kaum Kafir Quriasy yg berupaya membunuh beliau. Maka Allah Swt pun memerintahkan beliau dan para sahabat untuk hijrah meninggalkan kota Mekah ke kota  Madinah (Yatsrib).
2. Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa sahabat Nabi Saw yang pertama hijrah adalah Mush'ab bin Umair dan Abdullah bin Ummi Maktum. Namun sebagian lainnya berpendapat bahwa yg pertama kali hijrah adalah Abu Salamah bin Al-Asad. Menanggapi perbedaan ini, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengemukakan bahwa Abu Salamah hijrah meninggalkan kota Makkah adalah tidak dengan niatan menetap di Madinah, namun hanya menghindari intimidasi kafir Quraisy. Sedangkan Mush’ab bin Umair berhijrah adalah sudah berniat untuk menetap di Madinah dan  untuk memberi pengajaran kepada penduduk Madinah atas perintah Rasulullah Saw. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Mush'ab ke Madinah adalah karena perintah dan diutus oleh Rasulullah Saw untuk berdakwah dan mengajarkan Dinul Islam kepada penduduk Madinah. Kemudian berikutnya para sahabat silih berganti berhijrah ke Madinah mengharapkan keridhaan Allah Swt demi menyelamatkan keimanan dan agamanya.
3. Ketika terjadi peristiwa Fathu Makah pada tahun ke 8 hijriah dengan kemenangan mutlak bagi kaum muslimin, dan Mekah sudah berubah menjadi kota bagi kaum Muslimin. Dimana setelah itu mereka bisa bebas menampakkan keimanannya dan bebas menjalankan ibadah kepada Allah Swt dengan leluasa, maka Nabi Saw bersabda 'tidak ada hijrah (lagi) setelah peristiwa Fathu Makah.' Karena substansi hijrah adalah meninggalkan negri kufur dan maksiat atau negri syirik menuju negri lainnya dalam rangka mempertahankan keimanan kepada Allah Swt, dan substansi tersebut sudah tidak lagi ada setelah Fathu Makah dan para sahabat sdh tidak perlu lagi meninggalkan Mekah.
4. Kendatipun sdh tdk perlu hijrah, di sana masih ada amalan besar bagi sahabat yg belum sempat berhijrah atau bagi sahabat yg menetap di Mekah, yaitu niat dan jihad dalam rangka menegakkan dan menyebarkan agama Allah Swt di muka bumi. Namun hal ini bukan berarti bahwa pintu hijrah sudah tertutup. Hijrah tetap berlaku bagi siapapun di zaman manapun utk meninggalkan negrinya atau daerahnya yg penuh dgn kekufuran dan kemusyrikan menuju negri dan daerah lain dalam rangka menyelamatkan agama dan keimanannya kepada Allah Swt.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 144
Dan Hijrah Ke Madinah Adalah Atas Dasar Wahyu Dari Allah Swt

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْل،ٌ فَذَهَبَ وَهْلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ، فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ، وَرَأَيْتُ فِي رُؤْيَايَ هَذِهِ أَنِّي هَزَزْتُ سَيْفًا فَانْقَطَعَ صَدْرُهُ فَإِذَا هُوَ مَا أُصِيبَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ أُحُد،ٍ ثُمَّ هَزَزْتُهُ أُخْرَى فَعَادَ أَحْسَنَ مَا كَانَ فَإِذَا هُوَ مَا جَاءَ اللَّهُ بِهِ مِنْ الْفَتْحِ وَاجْتِمَاعِ الْمُؤْمِنِينَ، وَرَأَيْتُ فِيهَا أَيْضًا بَقَرًا وَاللَّهُ خَيْرٌ فَإِذَا هُمْ النَّفَرُ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ أُحُدٍ، وَإِذَا الْخَيْرُ مَا جَاءَ اللَّهُ بِهِ مِنْ الْخَيْرِ بَعْد،ُ وَثَوَابُ الصِّدْقِ الَّذِي آتَانَا اللَّهُ بَعْدَ يَوْمِ بَدْرٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa ra bahwa Nabi Saw beliau bersabda: "Aku bermimpi dalam tidurku bahwa aku berhijrah dari Mekkah ke suatu negri yang yang banyak pohon kurmanya. Aku menduga bahwa negri itu adalah Yamamah atau Hajar, tetapi ternyata itu adalah kota Madinah (Yatsrib). Dalam mimpi itu, aku juga terlihat membawa pedang. Tiba-tiba bagian tengah pedang itu patah dan ternyata itu adalah musibah yang menimpa orang-orang mukmin pada perang uhud. Setelah itu aku aku pun terlihat membawa pedang lagi dan ternyata pedang itu lebih baik dari yang pertama. Itulah kemenangan yang diberikan Allah dan bersatunya orang-orang Mukmin. Selain itu dalam mimpi itu pula, aku melihat sapi -dan Allah Maha Baik-. Ternyata tafsiran mimpi itu adalah bahwa orang-orang mukmin yang mati syahid dalam perang Uhud dan pahala yang diberikan Allah sesudah itu, serta pahala kejujuran pada perang Badar yang diberikan Allah setelahnya." (HR. Muslim, hadits no. 4217)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa Hijrahnya Nabi Saw dari kota Mekah ke Yatarib (Kota Madinah) adalah atas dasar wahyu dari Allah Swt, yang Allah Swt wahyukan melalui mimpi beliau. Dan mimpi Nabi Saw adalah wahyu, sebagaimana juga mimpi beliau terkait kekalahan di Perang Uhud dan kemenangan di Perang Badar yg terjadi setelah hijrah.
2. Hijrah secara bahasa memiliki makna memutuskan dan meninggalkan. Karena orang yang berhijrah adalah orang yang memutuskan hubungan dengan masa lalunya hitam, atau orang yang meninggalkan tempat tinggalnya dalam rangka menyelamatkan agama dan keimanannya.
3. Setidaknya kata hijrah disebutkan sebanyak 31 kali dalam Al-Qur'an, hal ini menunjukkan betapa pentingnya peristiwa hijrah dalam perjalanan dakwah Islam. Dan makna yg terkandung dari hijrah hendaknya selalu tertanam dalam hati setiap muslim, bahwa kehidupan menuntut adanya perubahan le arah yang lebih baik. Karena sesungguhnya esensi dari hijrah adalah memindahkan manusia dari satu kondisi ke kondisi lainnya yang lebih baik; dari kufur kepada iman, dari maksiat kepada taat dan dari  jahiliyah kepada Islam. Dan proses memindahkan manusia dari satu kondisi ke kondisi lainnya yg lebih baik adalah intisari dan esensi 6dari dakwah.
4. Dan terbukti bahwa hijrahnya Nabi Saw dan para sahabat dari Mekah ke Madinah, memberikan pengaruh sangat besar dalam perjalanan dakwah Islam. Dimana dakwah semakin menyebar ke berbagai wilayah, Agama Islam semakin kokoh, syariat dan hukum Allah semakin disempurnakan dan kehidupan kaum muslimin juga semakin baik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

;;