Tafsir Surat Al-Mujadilah (Bagian #1 : Muqaddimah)


بسم الله الرحمن الرحيم
Tafsir Surat Al-Mujadilah


Muqadimah
Surat Al-Mujadilah merupakan surat yang ke 58 dari urutan surat-surat dalam Al-Qur’an. Al-Mujadilah secara bahasa berasal dari kata “jaa-da-la” yang berarti berdebat atau berbantah-bantahan. Sehingga secara bahasa, al-mujadilah berarti seorang wanita yang berdebat atau berbantah-bantahan terhadap sesuatu. Al-Qur’an & terjemahan Departemen Agama RI menterjemahkannya dengan “wanita yang mengajukan gugatan”.
Surat ini diberi nama Al-Mujadilah karena diawali dengan firman Allah SWT, bahwa Allah SWT mendengar ucapan seorang wanita yang megajukan gugatan kepada Nabi Muhammad SAW tentang suaminya dan kemudian ia mengadukannya kepada Allah SWT. Wanita tersebut adalah Khaulah binti Tsa’labah, istri dari Aus bin Shamit :
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ ﴿١﴾
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Makiyah atau Madaniyah?
Surat yang memiliki 22 ayat ini ini, diperselisihkan oleh para ulama ahli tafsir, berkenaan tentang makiyah dan madaniyahnya :
1.     Sebagian ulama berpendapat bahwa surat ini merupakan surat Madaniyah, dimana seluruh ayat-ayatnya merupakan ayat-ayat madaniyah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
2.   Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa surat ini merupakan surat Madaniyah, kecuali satu ayat, yaitu ayat yang ke 7. Karena ayat yang ke7 diturunkan di Mekah. Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Kaliby, yaitu ayat :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧﴾
3.    Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa surat ini merupakan surat Madiniyah pada 10 ayat pertama. Adapun selebihnya merupakan Madaniyah. Pendapat ini dikemukakan oleh Atha’.

Jumhur ulama berpendapat bahwa surat ini merupakan surat Madaniyah. Adapun pendapat Al-Kaliby bahwa ayat ke 7 diturunkan di Mekah tidaklah bertentangan dengan ke Madaniyahan surat ini. Karena definisi surat Madaniyah adalah surat-surat yang diturunkan Allah SWT setelah hijrahnya Nabi SAW dari Mekah ke Madinah. Sehingga kendatipun diturunkan di Mekah, namun apabila diturunkannya setelah hijrahnya Nabi SAW dari Mekah ke Madinah, maka surat atau ayat tersebut merupakan Madaniyah.

Munasabah (Korelasi) Surat Al-Mujadilah dengan surat sebelumnya.
Surat Al-Mujadilah memiliki korelasi dengan surat sebelumnya, yaitu surat Al-Hadid dalam beberapa aspek antara lain :
1.  Pada permulaan surat Al-Hadid disebutkan tentang sifat-sifat Allah yang Agung seprti Adz-Dzahir, Al-Bathin, Al-Alim (ayat 3), juga bahwa Allah SWT sangat mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang keluar darinya, dan Allah bersama kita dimanapun kita berada (ayat 4). Sedangkan dalam permulaan surat Al-Mujadilah, digambarkan hal serupa yaitu bahwa Allah SWT Maha Mengetahui perkataan seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Nabi SAW dan mengadu kepada Allah SWT. Sementara Aisyah ra berkata, ‘Maha Suci Allah yang meluaskan pendengaran-Nya terhadap semua suara. Sesungguhnya aku di satu sisi rumah tidak bisa mendengar apa yang disampaikan wanita tersebut.’
2.    Dalam surat Al-Mujadilah disebutkan pada ayat yang ke 7 bahwa Allah SWT Maha Mengetahui atas segala hal; apa yang dilangit, di bumi dan apa saja yang diperbincangkan secara rahasia  :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧﴾
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ayat ini merupakan rincian (tafsil) dari ijmal (globalnya) firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid, dimana Allah SWT berfirman :
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٤﴾
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid : 4)

Kandungan Umum Surat Al-Mujadilah
Tema-tema yang terkandung dalam surat Al-Mujadilah ini hampir sama dengan tema-tema yang terkandung dalam surat-surat Madaniyah pada umumnya, yaitu penjelasan terkait dengan pensyari’atan suatu hukum tertentu. Dalam surat ini dijelaskan diantaranya tentang hukum dzihar dan kafaratnya, hukum tanaji (perbincangan rahasia), adab majlis, mengeluarkan shadaqah ketika hendak berbicara rahasia dengan Rasulullah SAW, hukum berkenaan dengan para munafik dan pengkategorian mereka adalah temasuk ‘hizbus syaitan’, hukum mencintai dan loyalitas terhadap orang yang membenci Allah SWT.
Selain tema-tema utama yang terdapat dalam surat Al-Mujadilah, terdapat beberapa hal unik yang penting untuk menjadi ‘tadabur’ bersama, yaitu bahwa jika diperhatikan dalam surat ini secara ayat-per ayat, maka akan didapati bahwa setiap ayat yang terdapat dalam surat ini terdapat ‘Lafdzul Jalalah’. Hal ini menunjukkan adanya tarbiyah bagi setiap jiwa untuk senantiasa tunduk dan hormat terhadap hukum Allah serta untuk tidak berfikir menyalahi segala hukum-hukum-Nya.
Secara umum, jika diklasifikasikan secara maqta’ (paragraf per tema) yang terdapat dalam surat ini, maka dapat dipilahkan menjadi tujuh tema besar :
1.       Hukum Dzihar dan Kafaratnya (ayat 1 – 4)
2.  Ancaman bagi orang-orang yang menentang Allah SWT dan Rasul-Nya, termasuk di dalamnya menentang hukum-hukum-Nya. (ayat 5 – 7)
3.     Balasan bagi orang-orang yang melakukan perbincangan rahasia untuk melakukan perbuatan dosa dan permusuhan serta untuk bermaksiat kepada Rasulullah SAW. Juga tentang adab melakukan perbincangan rahasia, yaitu diperbolehkan jika untuk tujuan kebaikan dan taqwa. (ayat 8 – 10)
4.       Adab Majlis dalam Islam (ayat 11)
5.       Bershadaqah sebelum melakukan perbincangan dengan Rasulullah SAW (ayat 12 & 13)
6.       Hukum yang berwala’ kepada selain mu’minin, bahwa mereka adalah hizbus syaitan (ayat 14 – 19)
7.    Ganjaran bagi orang yang menentang Allah & Rasul-Nya dan janji untuk kemenangan kaum muslimin serta haramnya berwala’ dan mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya (ayat 20 – 22).

Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag


عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، "اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ"  - رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah ra dan Abu Abdurrahman Mu’adz bin Jabal ra menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan , niscaya kebaikan itu akan menghapusnya. Dan pergaulihah manusia dengan akhak terpuji.’ (HR. Turmudzi dan ia berkata, ‘Ini adalah hadits hasan’ dan di sebagian kitab disebutkan sebagai hadits hasan shahih).

Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan melalui dua jalur sanad :
Pertama : Jalur Sanad Abu Dzar Al-Ghiffari sebagai berikut :
  1. Hadits diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dalam Sunannya, Kitab Al-Birr was Shillah an Rasulillah SAW, Bab Ma Ja’a fi Mu’asyaratinnas, hadits no 1910 dengan sanad dari Habib bin Abi Tsabit dari Maimun bin Abi Syabib, dari Abu Dzar ra.
  2. Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya; Musnad Al-Nashar, hadits Abi Dzar al-Ghiffari, hadits no 20392, dan no 20435, 20556 dengan sanad dari Habib bin Abi Tsabit dari Maimun bin Abi Syabib, dari Abu Dzar ra.

Kedua : Jalur Sanad Mu’adz bin Jabal
  1. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, Musnad Al-Anshar, Hadtis Mu’adz bin Jabal, hadits no 21047 dengan sanad dari Habib bin Abi Tsabit, dari Maimun bin Abi Syabib dari Mu’adz bin Jabal ra.
  2. Diriwayatkan juga oleh Imam At-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir, hadits no 16717 dan 16718. dengan sanad dari Habib bin Abi Tsabit, dari Maimun bin Abi Syabib dari Mu’adz bin Jabal ra.


Hikmah Hadits
1.    Perintah untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Dari segi bahasa, taqwa berasala dari kata “waqo”, yang berarti ‘menjaga, melindungi, sikap waspada dan penjauhan diri dari hal-hal yang membahayakan atau dapat mencelakakan. Adapun secara istilah, taqwa adalah “menjauhkan diri dari kemurkaan, azab, teguran dan ancaman Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta menjauhi hal-hal yang dapat mengarahkannya pada larangan-larangan Allah SWT.Hakekattakwadigambarkandalamkisahberikut : Pernah suatu ketika Umar bin Khattab bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang taqwa. Ubai menjawab, ‘Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?’ Umar menjawab, ‘ya!’. Ubai bertanya lagi, ‘Apa yang anda lakukan saat itu?’ Umar menjawab, ‘ Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.’ Ubai berkata lagi, ‘Itulah taqwa.”
Berpijak dari jawaban Ubai di atas, Utz Sayid Qutub mengemukakan, ‘Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, haparan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya….”

2.    Bahwa takwa itu hendaknya dilakukan dimanapun kita berada.
Artinyabahwatakwabukanlahsesuautu yang hanyamenghiasimanusiaketika di masjid saja, atau di halaqahsaja, atau di majelis-majelisdzikirsaja.Namunhendaknyatakwasenantiasamenghiasimanusiadimana pun iaberada; dimasjid, di kantor, di jalan, di pasar, di rumah, di jalan, di masyarakat, di pemerintahan, dsb. Karena Allah SWT mengetahuisegalagerakgerikmanusiadimanapuniaberada. Baikketikaseorangdiri, berdua, bertiga, dsb. Allah SWT berfirman :
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّهُوَ مَعَهُمْ أَيْنَمَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Tidakkahkamuperhatikan, bahwasesungguhnya Allah mengetahuiapa yang ada di langitdanapa yang ada di bumi? Tiadapembicaraanrahasiaantaratiga orang, melainkanDia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraanantara) lima orang, melainkanDia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraanantara (jumlah) yang kurangdariituataulebihbanyak, melainkanDiaadabersamamereka di manapunmerekaberada.KemudianDiaakanmemberitakankepadamerekapadaharikiamatapa yang telahmerekakerjakan. Sesungguhnya Allah MahaMengetahuisegalasesuatu. (QS. Al-Mujadilah : 7)

3.    Bahwa perbuatan baik bisa menghapuskan ‘dosa’ perbuatan buruk.
Bahwa perbuatan baik bisa menghapuskan dosa-dosa perbuatan buruk. Oleh karenanya, apabila karena kekhilafan kemudian kita melakukan perbuatan yang buruk, maka hendaknya ditutupi dengan perbuatan yang baik, baik berupa ibadah maupun amal shaleh pada umumnya. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadtis :
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian sekiranya ada sungai di dekat pintu rumah salah seorang diantara kalian lalu ia mandi setiap hari lima kali, apakah akan tersisi kotoran di tubuhnya? Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa kotoran di tubuhnya sedikitpun.’ Beliau bersabda, seperti itulah perumpamaan shalat lima waktu, dimana dengan shalat tersebut menghapuskan dosa-dosanya.’ (Muttafaqun Alaih)

4.    Anjuran untuk berakhlak karimah
Bahwa akhlak merupakan ciri mendasar orang yang bertakwa. Dan akhlak karimah merupakan amalan yang paling banyak dapat mengantarkan seseorang masuk ke dalam surga. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ - رواه الترمذي

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hal apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga? Beliau menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.’ Lalu beliau ditanya tentang hal apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka? Beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’ (HR. Turmudzi)

Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

;;