Senantiasa Memperbaharui Taubat, Sebagai Ciri Insan Bertakwa

Ketika menjalani kehidupannya, tidak mungkin seorang manusia terlepas dari kesalahan dan perbuatan dosa. Dan hal ini merupakan fitrah insaniah, yang Allah berikan kepada setiap insan. Dalam surat Ali Imran, Allah mengatakan,
وَالَّذِيْنَ إِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوْا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوْا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلىَ مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ* أُوْلَئِكَ جَزَاءُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِيْنَ*
"Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan yang keji atau mendzolimi diri mereka sendiri, lalu mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas perbuatan dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah. Kemudian mereka tidak mengulangi perbuatan dosa mereka sedangkan mereka mengetahui. Mereka itulah akan mendapatkan ampunan dari Rab mereka dan surga-surga yang megalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal." (QS. 3:135-136)

Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya pernah mengatakan,
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ - رواه الترمذي
"Semua anak cucu adam (pasti pernah) berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah, adalah mereka-mereka yang (mau) bertaubat." (HR.Tirmidzi)

Itulah sebabnya, taubat menjadi suatu hal yang penting bagi seorang muslim dalam menjalani kehidupannya. Mengingat bahwa tiada seorang manusiapun yang tidak pernah terperosok dalam jurang kemaksiatan. Sementata itu, Allah sendiri sangat senang menerima taubat hamba-hamba-Nya, karena Allah adalah Maha Penerima Taubat.

Makna Taubat
Taubat merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal kata taubat adalah dari kata "taba" sebagaimana berikut:
تاب - يتوب - توبة
Dari segi bahasa taubat memiliki beberapa arti, diantaranya;
  • Kembali (الرجوع)
  • Menyesal (ندم)
  • Bermaksud/ berniat/ berjanji (نوى)
Adapun dari segi istilah, taubat adalah, "kembalinya seorang hamba, dari jauh dari Allah, menjadi dekat dengan-Nya, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari kufur kepada iman dan demikian seterusnya.."

Taubat Merupakan Perintah Allah
Taubat dengan makna yang demikian ini, ternyata tidak hanya menjadi monopoli mereka-mereka yang bergelimang dengan kemaksiatan, namun bagi mereka yang tidak berbuat kemaksiatanpun, Allah perintahkan dalam Al-Qur'an untuk bertaubat juga. Allah berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kalian semua wahai wahai orang-orang mu'min kepada ALlah, semoga kalian beruntung." (QS.24:31).

Mengenai ayat ini, Ibnu Qoyim al-Jauzi mengungkapkan dalam "Tahdzib Madarijis Salikin" bahwa dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada penduduk Madinah, yang mereka itu adalah orang-orang yang memiliki dedikasi keimanan yang tinggi, ketaqwaan yang kuat untuk bertaubat kepada Allah. Padahal mereka juga belum lama menyelesaikan ujian berat dari Allah, berupa intimidasi di Mekah, hijrah dan juga jihad."
Kemudian juga dalam surat yang lainnya, yaitu dalam surat Attahrim ayat 8, Allah juga berfirman;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ يَوْمَ لاَ يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Attahrim/ 66 : 8)

Surat attahrim inipun adalah surat madaniah (surat yang diturunkan Allah setelah hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat ke Madinah), yang notabene mereka adalah para sahabat yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang telah teruji. Namun Allah SWT tetap memerintahkan kepada mereka untuk senantiasa memperbaharui taubatnya, kendatipun tingginya keimanan mereka.
Dari sini dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa taubat merupakan perintah Allah yang menjadi kewajiban seluruh kaum muslimin, meskipun mereka tidak berbuat maksiat, apalagi yang telah berbuat maksiat kepada Allah. Karena ternyata Allah SWT memberikan predikat dzolim, kepada mereka yang tidak mau bertaubat, sebagaimana yang Allah firmankan,
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Dan barang siapa yang tidak mau bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzolim" (QS. Al-Hujurat/ 49: 11).

Rasulullah SAW Merupakan Imam Para Tawwabin
Inilah bukti yang menguatkan bahwa taubat tidak harus terkait dengan kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang hamba. Namun mereka yang tidak berbuat maksiat sekalipun, mendapatkan perintah untuk bertaubat. Adalah Rasulullah SAW, sebagai figur orang yang paling bertaqwa kepada Allah, dan sebagai seorang hamba yang tidak pernah melakukan perbuatan maksiat, mencontohkan bahwa beliau bertaubat lebih dari 70 kali setiap harinya. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أََبِيْ هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً (رواه البخاري) وفي رواية لمسلم : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ - رواه مسلم
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Demi Allah, sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah satu hari lebih dari 70 kali." Bahkan dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW berkata, "Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah sehari sebanyak 100 kali." (HR.Muslim)

Suatu ketika, sahabat-sahabat Rasulullah SAW pernah menghitung jumlah taubat Rasulullah SAW dalam sebuah majlis. Beliau mengucapkan lafadz taubat sebanyak 100 kali. Beliau membaca:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُوْرُ
"Ya Allah, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat dan Maha Pengampun." (HR. Ahmad)

Jika Rasulullah SAW saja, yang dosa-dosanya telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang masih bertaubat kepada Allah seratus kali satu hari, maka bagaimana dengan umatnya yang banyak berbuat maksiat. Seharusnya umat Islam generasi sekarang ini, lebih banyak bertaubat kepada Allah dibandingkan dengan generasi-genarasi awal keislaman. Karena banyaknya dosa, kesalahan, kekhilafan serta kelalaian, yang barangkali tiada terbilang jumlahnya.

Allah Maha Penerima Taubat
Sementara Allah sendiri, adalah Dzat yang Maha Penerima Taubat. Pernyataan seperti ini Allah ungkapkan sendiri dalam firman-Nya, (QS. 2:222) "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang membersihkan diri." Dalam hadits, Rasulullah SAW juga pernah bersabda, "Sungguh Allah sangat berbahagia dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat, melebihi bahagianya seseorang yang sedang musafir di padang sahara di atas ontanya, yang kemudian ia kehilangan ontanya tersebut. Padahal di atas ontanyalah perbekalan makanan dan minumannya. Ketika telah putus asa mencari ontanya tersebut, ia duduk dibawah sebuah pohon, pesimis untuk dapat melanjutkan perjalanannya lagi. Ketika ia sedang dalam konsdisi seperti itu, tiba-tiba muncullah ontanya dengan segala perbekalannya yang masih utuh, dan dengan segera dipeganglah tali kekang ontanya. Dengan sangat gembiranya, hingga ia salah dalam berucap, "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu." (HR. Muslim)
Inilah gambaran kebahagiaan yang Rasulullah SAW gambarkan. Bahkan Allah lebih bahagia daripada orang yang sangat bahagia dalam hadits di atas. Sehingga sesungguhnya tidak terdapat penghalang yang mampu merintangi seseorang dari taubat kepada Allah SWT, karena Allah adalah Maha Penerima Taubat. Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga menggambarkan sebagai berikut: "Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari guna menerima taubat hambanya yang bersalah pada siang hari, dan Allah juga membentangkan tangan-Nya pada siang hari guna menerima taubat hamba-Nya yang bersalah pada malam hari, sampai batas waktu matahari terbit dari tempat terbenamnya." (HR.Muslim)
Pintu taubat senantiasa akan terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin kembali kepada Allah. Sebesar apapun dosa seorang hamba, selagi ia mengakui dosa-dosanya, kemudian menyesalinya dengan penyesalan yang dalam, serta berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, maka niscaya Allah akan menerima taubatnya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW menggambarkan tentang "taubatnya seseorang yang telah membunuh 99 orang. Ketika datang kepada seorang pendeta guna bertaubat, pendeta menyatakan tidak ada lagi pintu taubat karena ia telah membunuh 99 orang. Karena kesal, iapun sekalian membunuh pendeta tersebut, hingga genaplah 100 orang yang tewas ditagannya. Kemudian datanglah ia kepada seorang alim, dengan niatan untuk bertaubat. Ketika ditanya adakah pintu taubat masih terbuka untuk dirinya, orang alim ini menjawab, tidak ada yang dapat menghalangi dirinya dari taubat. Lantas orang alim ini memberikan saran kepadanya agar ia pergi ke negri sana, guna beribadah kepada Allah bersama penduduk negri yang taat tersebut, dan janganlah ia sekali-kali kembali ke kampungnya, karena kampungnya penuh dengan orang-orang yang berbuat maksiat. Di tengah perjalanan yang ditempuhnya, tiba-tiba malaikat maut datang menjemputnya. Dan disinilah, terjadi pertentangan antara malaikat azab dan malaikat rahmat. Malaikat azab mengatakan, bahwa pemuda ini tidak pernah melakukan kebaikan sama sekali. Sedang malaikat rahmat mengemukakan, bahwa pemuda ini telah bertaubat kepada Allah dan berniat beribadah kepada-Nya. Pada saat yang bersamaan Allah mengutus seorang malaikat yang menjelma sebagai seorang insan. Malaikat ini memerintahkan mereka berdua untuk mengukur jarak pemuda ini dengan kampung taubat yang ditujunya, dan juga dari kampung maksiat yang ditinggalkannya. Jika ia lebih dekat dengan salah satunya, maka jadilah ia mengikuti malaikat yang bersangkutan. Pada saat itu juga Allah memerintahkan pada kampung taubat untuk mendekat, dan kepada kampung maksiat untuk menjauh. Sehingga akhirnya setelah dihitung, ia lebih dekat satu jengkal dengan kampung taubat. Dan jadilah ia mengikuti malaikat rahmat. (HR. Bukhari)
Dalam ayat-ayat lain, Allah bahkan melarang hamba-hamba-Nya untuk berputus asa terhadap rahmat Allah lantaran banyaknya dosa yang telah dilakukannya. Dalam surat Azzumar, (39:53) Allah berfirman:
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ*
"Wahai hamba-hamba-Ku yang yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri; janganlah kalian berputus asa terhadap rahmat Allah. Karena sesungguhnya Allah mengampuni dosa kalian secara keseluruhan."

Syarat Diterimanya Taubat
Tinggallah sekarang, sebuah pertanyaan muncul mengenai cara dan syarat-syarat dalam bertaubat. Para ulama mengatakan, bahwa dalam bertaubat terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
  1. Melepaskan diri sejauh-jauhnya dari kemaksiatan yang pernah dilakukannya.
  2. Memiliki rasa penyesalan yang sedalam-dalamnya atas perbuatan yang dilakukannya itu, baik yang sengaja ataupun yang tidak senganja.
  3. Harus memiliki tekad yang kuat, untuk tidak mengulangi perbuatan maksiatnya tersebut.
  4. Jika dosanya berkenaan dengan orang lain, sebaiknya ia juga meminta maaf kepada orang tersebut.
  5. Taubat tidak akan diterima jika ia sudah hampir tiba pada ajalnya (sakaratul maut).
Adapun cara untuk bertaubat, dapat dilakukan dengan cara fardi (individu), dengan seorang diri mengakui kesalahan dihadapan Allah, menyesali atas perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Waktu yang afdhal adalah pada tengah malam, setelah melaksanakan shalat malam (baca; tahajud). Karena pada saat-saat inilah, tiada hijab yang dapat menghalangi seorang hamba dengan Allah SWT. Selain cara di atas, dapat juga dilakukan dengan bantuan orang lain, seperti dengan seorang ustadz atau ulama agar ia dibimbing untuk melakukan taubat. Kedua cara ini dapat dilakukan sesuai dengan kecendrungan seseorang. Pada intinya kemauan merupakan faktor yang dominan, yang dapat membantunya dalam bertaubat.

Penutup
Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya tiada sebuah penghalangpun yang dapat merintangi seseorang dari taubat kepada Allah, baik bagi yang berbuat maksiat, apalagi yang tidak melakukan maksiat. Justru Rasulullah SAW bahkan mencontohkan dengan bertaubat lebih dari 100 kali setiap harinya, meskipun beliau terhindar dari perbuatan maksiat. Akankah kaum muslimin pada saat ini enggan untuk bertaubat, padahal Rasulullah SAW saja senantiasa tidak pernah meninggalkan taubatnya?

Wallahu A'lam.
Rikza Maulan, Lc., M.Ag.

0 Comments:

Post a Comment