عَنْ أَبِي بَكْرَةَ نُفَيْعِ بْنِ اْلحَارِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ - متفق عليه
Dari Dari Abu Bakrah Nufai' bin Harits ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya pada saat Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Diantaranya terdapat empat bulan suci. Tiga bulan berurutan, (yaitu) dzulqa'dah, dzulhijjah dan muharram. Sedangkan satu lagi adalah Rajab mudhar, yang terletak antara jmuadil akhir dengan sya'ban.” (Muttafaqun Alaih)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits ini. Diantara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bahwa bulan rajab merupakan salah satu bulan-bulan haram/ muharram, yaitu bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT atau sebagai bulan-bulan yang suci. Hadits di atas menggambarkan bahwa terdapat empat bulan-bulan haram, dimana tiga bulan diantaranya adalah bulan-bulan yang berurutan (yaitu dzulqa'dah, dzulhijjah dan muharram), serta ada satu bulan yang terpisah, yaitu bulan Rajab. Hadits di atas sekaligus menguatkan makna firman Allah SWT berikut :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ*
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah : 36)
2. Bahwa riwayat tidak dijelaskan secara lebih mendalam mengenai makna dari kekhususan bulan-bulan haram tersebut. Hanya terdapat keterangan yang menggambarkan bahwa dahulu orang-orang jahiliyah mengabaikan bulan-bulan haram ini, dengan melakukan peperangan padahal seharusnya mereka tidak boleh melakukannya di bulan-bulan tersebut. Lalu mereka menjadikan bulan-bulan berikutnya menjadi bulan-bulan haram, sebagai pengganti bulan haram yang mereka berperang di dalamnya. Dalam kitab Nuzhatul Muttaqin dijelaskan, “Pada masa jahiliyah, jika mereka ingin perang di bulan suci, mereka tetap saja berperang di bulan itu, lalu menjadikan bulan sesudahnya sebagai bulan suci. Misal, mereka ingin perang dibulan Rajab, maka mereka melaukan perang di bulan itu tanpa mengindahkan kesucian bulan Rajab, lalu menggantinya dengan bulan Sya'ban. Islam tidak membenarkan tindakan semacam ini, sekaligus menegaskan bahwa ada empat bulan suci.” (Nuzhatul Muttaqin, Juz 1 hal 186)
3. Dalam bulan-bulan haram (yang dimuliakan) ini, tersirat adanya anjuran untuk memperbanyak amal shaleh: Diantara isyarat tersebut, datang dari riwayat Mujibah Al-Bahiliyah, menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada ayahnya (Al-Bahily), “Puasalah di bulan yang penuh dengan kesabaran (ramadhan) dan satu hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya, karena saya benar-benar kuat.” Beliau bersabda, “Puasalah dua hari setiap bulan”. Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya, karena saya benar-benar kuat.” Beliau bersabda, “Puasalah tiga hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya.” Beliau bersabda, “Puasalah di bulan-bulan yang disucikan (bulan-bulan haram) : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan tiga hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan). Puasalah di bulan-bulan yang disucikan : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan tiga hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan). Puasalah di bulan-bulan yang disucikan : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan tiga hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan)” (HR. Abu Daud)
4. Hadits ini (Al-Bahily, poin 3) menggambarkan tentang adanya anjuran melaksanakan puasa sunnah secara umum dan tidak menunjukkan adanya anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulan Rajab, (menurut sebagian ulama). Karena dilihat dari teks haditsnya, gambaran yang Rasulullah SAW berikan kepada Al-Bahily adalah anjuran untuk melaksanakan puasa secara umum dan tidak ada pengkhususan berpuasa di bulan Rajab. Namun sebagian ulama lainnya menganggap bahwa ungkapan Rasulullah SAW dalam hadits di atas merupakan satu anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulan-bulan haram, termasuk di bulan Rajab. Dalam riwaya lainnya disebutkan :
عَنْ عُثْمَانِ بْنِ حَكِيمٍ اْلأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ - رواه مسلم
Dari Utsman bin Hakim ra, aku bertanya kepada Sa'id bin Jubair tentang puasa Rajab, sedangkan kami ketika itu berada di bulan Rajab. Beliau (Sa'id bin Jubair ra) berkata, aku mendengar Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah SAW itu berpuasa sehingga seolah-oleh beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau selalu senantiasa berbuka sehingga seolah-olah tidak berpuasa.” (HR. Muslim)
5. Memang terdapat beberapa riwayat yang menggambarkan adanya anjuran untuk melakukan puasa sunnah di hari-hari tertentu di bulan Rajab, dengan penggambaran memiiki fadhilah yang sangat besar, namun umumnya riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat yang sangat dha'if, atau bahkan maudhu' (palsu). Sehingga apabila kita hendak melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab, maka berpuasalah sebagaimana puasa di bulan-bulan lainnya, seperti pada hari senin & kamis, atau pada ayyamul baid (tanggal 13, 14 & 15 Rajab). Karena bagaimanapun juga, berpuasa sunnah memiliki keutamaan tersendiri, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam hadtis Al-Bahily (poin 3) yang bahkan adanya anjuran melaksanakan puasa sunnah di bulan-bulan haram.
6. Terdapat doa yang umumnya dilafalkan ketika memasuki bulan Rajab, seperti doa berikut :
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah, berikanlah kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah (usia kami), hingga bulan ramadhan.
Dilihat secara riwayat, hadits ini merupakan hadits dha'if yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Karena diantara perawinya terdapat Za'idah bin Abi Ar-Riqad. Sedangkan ia dikatakan oleh Imam Bukhari sebagai perawi yang munkar. Jamaah ahli hadits juga menjahalkannya, artinya bahwa, Zaidah bin Abi Ar-Riqad ini majhul (tidak diketahui), demikian dikatakan oleh Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma' Zawa'id. Oleh karena itulah sebagian kalangan tidak mau mengamalkan hadits ini, dikarenakan haditsnya dha'if. Namun sebagian lainnya masih mengamalkan, dengan alasan bahwa riwayat tersebut hanya doa, dan doa (khususnya yang tidak terkait langsung dengan ibadah) merupakan hal yang dianjurkan, terlebih-lebih manakala isi dari doa tersebut hanya meminta kebaikan dan keberkahan di bulan Rajab dan sya'ban, serta agar disampaikan usia kita ke bulan Ramadhan. Penulis melihat bahwa apabila doa ini dilafalkan hanya untuk meminta kebaikan bulan Rajab dan Sya'ban, serta agar usia kita disampaikan hingga ke bulan ramadhan, maka itu boleh saja. Karena kandungan doa tersebut adalah baik. Yang tidak boleh adalah, adanya keyakinan bahwa membaca doa ini sebagai satu keharusan untuk dibaca pada bulan Rajab.
Wallahu A’lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan Lc., M.Ag.
Label: Tadabur Hadits
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)