وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلاَماً ﴿٦٣﴾ وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّداً وَقِيَاماً ﴿٦٤﴾ وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَاماً ﴿٦٥﴾ إِنَّهَا سَاءتْ مُسْتَقَرّاً وَمُقَاماً ﴿٦٦﴾ وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً ﴿٦٧﴾ وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلاَ يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً ﴿٦٨﴾ يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً ﴿٦٩﴾ إِلاَّ مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً ﴿٧٠﴾ وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً ﴿٧١﴾ وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً ﴿٧٢﴾ وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمّاً وَعُمْيَاناً ﴿٧٣﴾ وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً ﴿٧٤﴾ أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلاَماً ﴿٧٥﴾ خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرّاً وَمُقَاماً ﴿٧٦﴾
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. Al-Furqan : 63 - 76)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :
1. Bahwa “ibadurrahman” atau hamba-hamba Allah yang Maha Rahman adalah hamba-hamba Allah yang memiliki keimanan dan dihiasai dengan ketakwaan, serta dikasihi dan disayangi oleh Allah SWT yang Maha Rahman. Mereka disebut secara khusus dengan disandarkan kepada salah satu asma Allah yaitu Arrahman menjadi ibadurrahman, menunjukkan betapa kasih sayang Allah yang secara khusus akan Allah berikan kepada mereka. Allah SWT menyayangi mereka, kerena keimanan dan ketakwaan serta sifat dan karakteristik positif yang melekat pada diri mereka. Penyandaran mereka terhadap salah satu asma Allah ini adalah keistimewaan tersendiri bagi mereka. Dan bisa jadi, orang-orang yang usai ditarbiyah (baca ; ditraining) selama bulan Ramadhan, adalah termasuk ke dalam golongan ibadurrahman ini.
2.Bahwa hamba-hamba Allah yang Maha Rahman (ibadurrahman), memiliki sifat dan karakteristik yang unik, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Furqan 63 – 76). Al-Qur’an menyebutkannya agar dijadikan ibrah dan diteladani oleh kita semua, mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan ibadurrahman tersebut. Diantara sifat dan karakteristik mereka adalah sebagai berikut:
#1 : Mereka adalah orang-orang yang rendah hati (baca ; tidak sombong) dan senantiasa mengucapkan kata-kata yang baik. Atau sebagaimana bahasa yang digunakan dalam ayat di atas, “orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik…” (QS. Al-Furqan : 63). Subhanallah, sungguh indah penggambaran akhlak para ibadurrahman. Bahwa mereka bukan hanya orang-orang yang merendahkan hati dan tidak sombong, namum mereka juga selalu berusaha menuturkan kata-kata yang baik dan santun kendatipun dihadapan orang yang jahil sekalipun. Mereka mengindari sifat sombong karena kesombongan merupakan salah satu sifat dan karakter syaitan, dimana mereka merasa lebih mulia dibandingkan dengan manusia dan oleh karenanya Allah SWT mengusir syaitan (baca ; iblis), mengutuknya serta menjadikannya sebagai makhluk yang sangat hina ;
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاْ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ ﴿١٢﴾ قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ ﴿١٣
Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina" (QS. Al-A’raf : 12 – 13)
Mereka juga senantiasa bertutur kata yang baik, adalah karena tutur kata merupakan cerminan dari jiwa seseorang. Orang yang baik, hanya akan melahirkan kata-kata yang baik, kendatipun ia berhadapan dengan orang yang sangat bejat, jahat dan kasar (baca ; jahil). Sementara berbicara dengan orang-orang seperti itu, bukanlah perkara yang mudah. Seringkali kita terpancing emosi dan membalas perkataan kasar mereka dengan ungkapan yang kasar pula. Namun ibadurrahman justru membalasnya dengan ungkapan yang baik yang digambarkan dalam ayat di atas dengan ungkapan ( قالوا سلاما ) yaitu mengucapkan kata yang mengandung pengertian “salam” seperti santun, baik, benar dan menentramkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ... وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (رواه البخاري
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “…barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka hendaklah ia bertutur kata yang baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari)
#2 : Mereka adalah orang-orang yang melalui malam-malamnya dengan banyak beribadah kepada Allah SWT. Atau sebagaimana yang digambarkan dalam ayat di atas “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rab mereka..” (QS. Al-Furqan : 64). Karena beribadah dengan bersujud dan berdiri (baca; shalat) dikeheningan malam, merupakan bukti “kecintaan” seorang hamba terhadap Rab-nya. Waktu-waktu ini merupakan waktu yang sangat sulit namun sekaligus juga sangat istimewa bagi setiap hamba yang mencintai Rab-nya. Karena diwaktu-waktu tengah malam diibaratkan Allah membuka tangan-Nya lebar-lebar untuk menerima taubat dan doa dari para hamba-Nya. Ustadz Sayid Qutub dalam Fi Dzilalil Qur’an bahkan mengistilahkannya “ad-daqa’iq al-ghaliyah” (detik-detik yang sangat berharga). Rasulullah SAW sendiri memberikan contoh dan ketauladanan kepada kita, dimana diriwayatkan oleh Aisyah ra bahwa beliau senantiasa shalat malam hingga kedua kaki beliau bengkak.” (HR. Bukhari). Shalat malam juga memiliki keistimewaan tersendiri, karena orang-orang yang “gemar” shalat malam akan Allah SWT berikan tempat yang istimewa :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً ﴿٧٩
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra’ : 79)
Namun betapa meruginya kita, karena masih jarang untuk bangun di keheningan malam untuk melaksanakan shalat. Sebaliknya kita justru lebih sering bangun di tengah malam, hanya untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, begadang, mengobrol dan lain sebagainya. Maka mulailah untuk senantiasa membiasakan diri melaksanakan shalat di keheningan malam, semoga Allah berkenan mengangkat kita ke derajat yang terpuji.
#3.: Mereka adalah orang-orang yang banyak berdoa kepada Allah SWT agar dihindarkan dari azab nereka jahanam. Atau sebagaimana dalam digambarkan dalam ayat di atas : “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". (QS. Al-Furqan : 65). Artinya adalah bahwa ibadurrahman merupakan orang-orang yang sangat takut terhadap azab Allah SWT. Para salafuna shaleh merupakan orang-orang yang sangat takut terhadap siksa dan azab Allah SWT. Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa Abdullah bin Rawahah ra suatu ketika tampak sedang menangis dengan sedihnya. Melihat itu, istrinya pun turut menangis hingga Abdullah bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Melihatmu menangis, itulah yang menyebabkan aku menangis.” Abdullah bin Rawahah ra lalu bertutur, “Saat aku membayangkan bahwa aku bakal menyeberangi shirath, aku tidak tahu apakah aku akan selamat atau tidak. Itulah yang membuatku menangis.” (al-Kandahlawi). Dikisahkan pula bahwa Umar bin Khatab pernah berkata, “Wahai sekalian manusia, andaikata ada yg menyeru dari langit, ‘wahai sekalian manusia, sesunguhnya kalian semua masuk Surga kecuali satu orang’ Saya takut satu orang itu adalah saya.” Dikisahkan pula bahwa Yazid bin Kholsyan berkata, “Demi Allah! Saya tidak pernah melihat orang yang lebih takut dari Al Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz seakan Neraka diciptakan untuk mereka berdua saja. Sehingga mereka sentiasa merasa takut darinya.” Rasa takut akan azab Allah SWT menunjukkan kekuatan iman seseorang, yang sekaligus akan menjaganya dari segala perbuatan dana amalan yang tercela. Karena setiap kali akan berbuat maksiat kepada Allah, ia akan selalu teringat dahsyatnya azab dan siksa Allah SWT atas perbuatannya tersebut. Diantara penggambaran Al-Qur’an terhadap dahsyatnya azab Allah SWT adalah sebagaimana firman-Nya : Dan sesungguhnnya telah Kami sediakan neraka bagi orang-orang yang zhalim yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minuman, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek” (QS. Al-Kahfi : 29 ) Na’udzubillah min dzlik.
#4. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa “pertengahan” ketika berinfak (membelanjakan hartanya), dalam artian tidak terlalu boros dan tidak pula terlalu kikir. Atau sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. At-Thalaq : 67). Infak sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas dapat bermakna 1. menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT sebagaimana pemahaman yang umum, dan dapat juga bermakna 2. membelanjakan hartanya untuk keperluan kehidupan diri dan keluarganya. Artinya adalah bahwa ibadurrahman adalah mereka-mereka yang senantiasa “membudgetkan” sebagian hartanya untuk berinfak dan shadaqah di jalan Allah dengan jumlah yang wajar tidak terlalu sedikit dan juga tidak berlebihan, serta juga ketika membelanjakan hartanya untuk diri sendiri dan atau untuk keluarganya ia membelanjakannya secara baik tidak boros berlebih-lebihan di sisi lain juga dan tidak terlalu pelit dan kikir. Mereka membelanjakannya pertengahan diantara keduanya. Inilah cara yang tepat dalam managemen keuangan keluarga muslim. Menguatkan makna seperti ini, Allah SWT berfirman :
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوماً مَّحْسُوراً ﴿٢٩﴾ إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيراً بَصِيراً ﴿٣٠
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kiasan terhadap orang yang terlalu kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS. Al-Isra’ : 29 – 30)
#5. Mereka adalah orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah SWT. Bahwa ibadurrahman merupakan orang-orang senantiasa mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Terdapat hal unik yang diungkapkan dalam ayat 68 QS. Al-Furqan di atas, ketika menjelaskan tentang hal ini yaitu diungkapkan dengan bahasa: “tidak menyembah tuhan lain beserta Allah SWT”. Hal ini menyiratkan makna masih banyaknya kaum muslimin secara sadar atau tidak sadar yang masih melakukan hal-hal yang berbau kemusyrikan. Praktik-praktir tersebut adalah seperti meyakini adanya kekuatan-kekuatan lain selain Allah SWT, menggunakan jimat, mendatangi tukang ramal dan para dukun, dsb. Di masyarakat sendiri juga berkembang adanya kepercayaan-kepercayaan tertentu yang cenderung menjerumuskan pada kemusyrikan. Bagi sebagian pedangang ada yang menggunakan semacam “panglaris” bagi dagangannya. Bagi sebagian kelompok masyarakat lainnya ada yang meyakini tidak boleh foto bertiga, karena nanti satunya akan ada yang meninggal dunia dalam waktu dekat, dsb. Keyakinan dan kepercayaan seperti ini mengandung unsur kemusyrikan yang harus dihindarkan dari kehidupan. Adapun ibadurrahman mereka adalah orang-orang yang benar-benar mentauhidkan Allah dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kemusyrikan sebagaimana di atas. Karena menyekutukan Allah SWT memiliki konsekwensi yang berat; dosa-dosa mereka tidak akan pernah diampuni oleh Allah SWT :
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيداً ﴿١١٦
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa’ : 116)
#6. Mereka adalah orang-orang yang tidak “menghilangkan nyawa” orang lain kecuali dengan alasan yang benar. Atau sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas bahwa mereka “tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,” (QS. Al-Furqan : 68). Menghilangkan nyawa orang lain memiliki konsekwensi yang besar dalam Islam dan termasuk dalam jajaran dosa-dosa besar. Bila pelakunya melakukannya dengan sengaja, maka hukumannya adalah qishas atau dihukum setimpal dengan tindak kejahatannya. Bagi yang menghilangkan nyawa orang lain, maka hukumannya nyawanya juga akan dihilangkan sebagaimana perbuatannya. Namun apabila dilakukan dengan tidak sengaja, seperti seseorang yang terbunuh karena kecelakaan lalu lintas, maka hukuman bagi pelakunya adalah dengan membayar diyat (baca ; denda) berupa 100 ekor unta per satu nyawa manusia. Islam mengajarkan hal seperti ini pada hakekatnya adalah untuk “memuliakan” nyawa manusia itu sendiri, sehingga seseorang tidak akan pernah berfikir untuk membunuh atau menyakiti orang lain, sebab hukumannya sangat jelas dan berat; yaitu qishas. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿١٧٨﴾
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. Al-Baqarah : 178)
#7. Mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan perbuatan zina. Atau sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas, “dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Thalaq 68 – 70). Zina merupakan perbuatan yang sangat keji dan mungkar, serta masuk dalam deretan dosa-dosa besar. Karena dampak dari perbuatan zina tidak hanya akan merusak diri para pelakunya saja, namun akan berdampak luas dalam merusak kehidupan sosial masyarakat dalam skala yang sangat luas. Oleh karena itulah, Allah SWT memberikan peringatan yang sangat keras dalam masalah perzinaan dan perbuatan ini harus dihindarkan sejauh-jauhnya. Allah SWT berfirman :
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً ﴿٣٢
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’ : 32)
Bukan hanya itu saja, bahkan para pelaku zina juga mendapatkan “hukuman” yang sangat berat; dirajam hingga meninggal dunia (bagi yang telah menikah) dan dicambuk seratus kali cambukan bagi yang belum menikah. Allah SWT berfirman :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٢
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur : 2)
Bahwa menyekutukan Allah, membunuh dan berbuat zina disebutkan secara satu rangkaian pada ayat yang ke 68 QS. Al-Furqan, menggambarkan bahwa ketiga perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa besar. Atau sebagaimana di sebutkan dalam poin ke #5, #6 dan #7 dalam penjelasan di atas. Allah SWT bahkan hingga menutup ayat ke 68-69 QS. Al-Fuqran ini dengan ungkapan “barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. Sebagai gambaran betapa besarnya dosa ketiga perilaku ini, bahwa mereka akan “kekal” mendapatkan azab dan murka Allah SWT di hari akhir kelak. Oleh karenanya ketiga perbuatan ini harus dihindarkan sejauh-jauhnya dalam kehidupan setiap orang yang mendambakan keridhaan Allah SWT. Adapun ketiga hal ini “sengaja” disebutkan, faedahnya adalah agar manusia selalu ingat. Karena bagaimanapun manusia harus tetap dan selalu diingatkan, karena manusia “tempatnya” khilafan dan kealpaan.
Namun bagaimanapun juga, betapa Allah SWT adalah Maha Rahman. Allah SWT tetap akan mengampuni siapapun yang melakukan kesalahan dan kekhilafan apabila pelakunya benar-benar mau memperbaiki diri dan bertaubat kepada Allah SWT dengan taubat yang sebenar-benarnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam lanjutan ayat di atas, yaitu QS. Al-Furqan 69 – 71: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” Jika mereka bertaubat selama hayat masih di kandung badan dan bukan dalam kondisi sakaratul maut, serta melakukan perbuatan amal shaleh maka Allah SWT akan mengampuni segala dosa dan kekhilafan mereka. Namun apabila mereka tiada bertaubat, atau bertaubat ketika sakaratul maut, maka tiada ampunan bagi mereka dan bagi mereka adalah azab yang pedih :
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلاَ الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُوْلَـئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً ﴿١٨
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang" Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (QS. An-Nisa : 18)
#8. Mereka adalah orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu. Atau sebagaimana dibahasakan dalam ayat di atas, “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu” (QS. Al-Furqan : 72). Karena persaksian palsu masuk dalam kategori dosa-dosa besar yang harus ditinggalkan oleh setiap muslim. Persaksian palsu akan menimbulkan kedzaliman dan menghilangkan esensi mendasar dalam agama Islam, yaitu keadilan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW memberikan peringatan keras terhadap persaksian palsu sebagaimana digambarkan dalam riwayat berikut :
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ (متفق عليه
Dari Abu Bakrah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahu dengan sebesar-besarnya dosa besar? (Beliau bertanya seperti itu tiga kali). Sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “(yaitu) menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua” Pada saat itu beliau sedang bersandar, kemudian duduk lalu bersabda, “Ingatlah, juga perkataan palsu dan persaksian palsu. Ingatlah, juga perkataan palsu dan persaksian palsu” Beliau terus mengulang-ulangnya hingga kami berkata, sekiranya beliau diam.” (Muttafaqun Alaih)
Bahkan dalam riwayat lainnya, Rasulullah SAW menggambarkan bahwa seseorang yang bersumpah palsu akan dimasukkan ke dalam neraka dan diharamkan baginya surga:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ (رواه مسلم
Dari Abu Umamah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsu maka Allah SWT pasti akan memasukkannya ke dalam neraka dan mengharamkan baginya surga. Seorang laki-laki bertanya, ‘Sekalipun barang yang tidak berarti wahai Rasulullah?” Belaiu menjawab, ‘Sekalipun hanya satu tangkai dari batang pohon arak (untuk bersiwak).” (HR. Muslim)
#9. Mereka adalah orang-orang yang menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat (laghwu). Perbuatan yang tidak memiliki faedah dan manfaat disebut dengan laghwu, yaitu segala perbuatan yang sama sekali tidak memiliki manfaat dan cenderung melalikan dari mengingat Allah SWT. Al-Zamachsyari mengemukakan, laghwu adalah segala sesuatu yang tidak memberikan manfaat, baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Sedangkan Syekh Abu Bakar Al-Jaza’iri juga mengemukakan, bahwa laghwu adalah segala hal tidak bermanfaat yang tidak diridhai Allah SWT, baik berupa perkataan, perbuatan dan sesuatu yang dipikirkan. Diantara bentuk perbuatan yang mengandung unsur laghwu adalah duduk-duduk di jalanan, melihat dan mendengarkan (menonton) tayangan sesuatu yang tidak bermanfaat, berlebihan dalam candaan, guyonan, main kartu, dsb. Ibadurrahman tidak terjebak pada perbuatan-perbuatan seperti itu, bahkan jika mereka bertemu atau melalui orang-orang yang melakukan laghwu, mereka melewatinya dengan tetap menjaga kehormatan dirinya artinya tidak turut melakukan perbuatan seperti yang mereka lakukan. Sifat meninggalkan laghwu juga merupakan sifat ahli surga Firdaus :
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ﴿٣
Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (QS. Al-Mu’minun – 3)
#10. Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan firman Allah SWT dan sangat memperhatikan peringatan Rab-Nya. Atau sebagaimana digambarkan dalam bahasa ayat di atas, “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan : 73). Artinya mereka adalah orang-orang yang sangat takut terhdap peringatan Rab-nya sehingga apabila dibacakan firman-firman-Nya, mereka akan benar-benar mendengarkan, memperhatikan dan juga melaksanakan firman-firman Allah SWT. Dalam ayat yang lain, Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ﴿٢
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal : 2)
#11. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa membina dan mendoakan keluarganya agar menjadi orang yang bertakwa. Atau sebagaimana digambarkan dalam ayat di atas “. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan : 74). Membina dan mendidik keluarga agar menjadi keluarga yang selamat dunia akhirat merupakan perintah Allah SWT. Dalam salah satu ayat-Nya, Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim : 6)
Karena pada hakekatnya, setiap orang juga mendambakan memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Dan diantara indikator terpenting dari keluarga yang demikian adalah keluarga yang orientasi dasarnya adalah keridhaan Allah SWT.
3. Bahwa ibadurrahman dengan 11 sifat dan karakteristiknya sebagaimana di atas, akan mendapatkan derajat yang mulia di dalam surga di sisi Allah SWT. Ini merupakan “balasan” kebaikan dari Allah SWT kepada orang-orang yang beramal shaleh, atas segala jerih payah mereka ketika menjalani kehidupan di dunia. Mereka mendapatkan derajat yang tinggi, diberi penghormatan yang mulia, disambut dengan ucapan selamat dan kekal selamanya di dalam surga. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah SWT “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqan : 76). Semoga kita semua bisa seperti Ibadurrahman, yang mendapatkan janji berupa surga dan kemuliaan, serta keridhaan-Nya, Amiiin ya Rabbal Alamin...
Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Label: Tadabur Ayat
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)