فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
Maka tatkala anak itu (Nabi Ismail as) sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. As-Shaffat : 102)
Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Nabi Ibrahim as merupakan seorang nabi yang patut dijadikan teladan, khususnya dalam masalah pengorbanan. Demikian pentingnya kita mengambil pelajaran dan keteladanan dari Nabi Ibrahim as, hingga Allah SWT menyebutkan tentang kisah Nabi Ibrahim di dalam Al-Qur’an sebanyak 25 kali yang mencakup 156 ayat yang tersebar di dalam 20 surat di dalam Al-Qur’an. Berikut adalah diantara keistimewaan Nabi Ibrahim as :
a. Beliau mendapatkan julukan sebagai ( أبو الأنبياء ) Abul Anbiya’ (Bapaknya para Nabi dan Rasul), karena dari garis keturunan beliau, lahirlah nabi Ismail dan nabi Ishak. Dari keturunan kedua nabi ini muncul banyak nabi dan Rasul. Dan dari keturunan nabi Ismail as, lahirlah para nabi dan rasul, dan yang paling terarkhir adalah nabi kita, nabi Muhammad SAW.
b. Selain Abul Anbiya’, Nabi Ibrahim as juga mendapatkan julukan ( أبو الضيفان ) Abu Dhaifan (Bapaknya para tamu). Karena beliau memiliki sifat mulia, suka menjamu para tamu, khususnya ketika datang tamu yang kemudian beliau menyuguhkan daging anak sapi gemuk yang dibakar (dipanggang) yang tenyata mereka adalah para Malaikat yang mulia.
c. Beliau juga disebut sebagai ( أبو التوحيد ) Abu Tauhid, atau Bapak agama Tauhid. Hal ini karena keistiqamahan dan kekokohan beliau dalam mentauhidkan Allah dan dalam memberantas kemusyrikan, walalupun berakibat buruk bagi keselematan beliau.
d. Nabi Ibrahim as juga merupakan satu-satunya Nabi yang Allah SWT sifatkan dalam Al-Qur’an memiliki ( قلب سليم ) “qalbun salim”, yaitu hati yang bersih. Bahkan Allah SWT menyebutkan istilah qalbun salim dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali, dan keduanya hanya ketika menyebutkan nabi Ibrahim as. Kedua ayat tersebut adalah pertama dalam QS. As-Syu’ara : 89, dan Kedua dalam QS. As-Shaffat : 84.
2. Hal yang paling dominan pada Nabi Ibrahim as yang patut dijadikan keteladanan adalah sisi kecintaannya kepada Allah SWT dan sisi pengorbanannya yang demikian besar. Keteladanan Nabi Ibrahim as dalam hal pengorbanan demikian besarnya demi melaksanakan perintah Allah SWT dan mengharapkan ridha-Nya, bahkan hingga beliau “rela” melakukan apapun, kendatipun ketika harus mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya yaitu putra kandungnya sendiri yang tentunya teramat sangat disayanginya. Adalah Nabi Ismail as sebagaimana digambarkan dalam QS. As-Shaffat : 102, merupakan putra yang dikorbankan oleh Nabi Ibrahim as untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Walaupun hati terasa berat, walaupun rasa iba kepada sang anak demikian menggelora, namun kalau itu sudah menjadi ketetapan dan perintah Allah SWT, maka beliaupun siap melaksanakan apa yang Allah SWT perintahkan. Karena cinta kepada Allah haruslah berada di atas cinta kepada yang lain-lainnya. Allah SWT berfirman :
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kerabat keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS. At-Taubah : 24)
3. Bahwa terdapat beberapa pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dalam rangka menggapai cinta dan keridhaan Allah SWT. Diantara pengorbanan beliau adalah sebagai berikut :
a. Pengorbanan dalam menghilangkan kemusyrikan. Hal ini terlihat jelas sejak beliau baru tumbuh remaja. Bahkan beliau tetap dengan tegas berupaya menghilangkan kemusyrikan kendatipun yang melakukan perbuatan syirik tersebut adalah ayahnya sendiri dan juga kaumnya. Beliau mengingatkan mereka, memberi nasehat serta melakukan dialog dengan logika yang rasional. Al-Qur’an merekam kejadian tersebut :
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِه عَالِمِينَ ﴿٥١﴾ إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ ﴿٥٢﴾
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya.(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" (QS. Al-Anbiya’ : 51 – 52)
Ideologi keimanannya berbicara lantang menghancurkan sanubari para penyembah berhala. Bahkan dengan idiologi keimanannya ini pulalah, (bukan hanya menghancurkan sanubari mereka) namun beliau juga menghancurkan berhala-berhala buatan kaumnya dengan tangan beliau sendiri. Beliau “rela berkorban” untuk melakukan hal tersebut, meskipun beliau sadar bahwa hal tersebut akan memiliki resiko yang berat baginya;
وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ ﴿٥٧﴾ فَجَعَلَهُمْ جُذَاذاً إِلاَّ كَبِيراً لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ ﴿٥٨﴾
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS. Al-Anbiya’ 57 – 58)
Dan ternyata benar, kaumnya murka dan sangat marah kepada beliau, bahkan mereka bertekad untuk membakar Nabi Ibrahim hidup-hidup. Mereka berbuat demikian kaena mereka merasa tidak mampu berbicara dengan logika, ketika berhadapan dengan Nabi Ibrahim. Mereka kalap dan kehabisan akal, serta bertindak brutal dan melakukan tindakan fatal, yaitu ingin membakar nabi Ibrahim as hidup-hidup.:
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ ﴿٦٨﴾ قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلاَماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ ﴿٦٩﴾
Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". (QS. Al-Anbiya’ : 68 – 69)
Namun Allah SWT pasti akan menolong hamba-hamba-Nya yang menolong agamanya. Beliau selamat tanpa luka sedikitpun, bahkan kemudian Allah muliakan dengan mu’jizat tersebut.
b. Pengorbanan jiwa dan keluarga. Cobaaan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as, ternyata tidak terhenti sampai di sini saja. Allah SWT masih ingin mendapatkan pembuktian pengorbanan Nabi Ibrahim as, sebagai bukti kecintaannya kepada Allah SWT. Sebagai manusia biasa, Nabi Ibrahin pun sangat berharap memiliki keturunan, yang kelak dapat meneruskan da’wahnya. Namun hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berlalu, dan kehadiran sang penerus generasi belum juga muncul. Usia pun telah mulai senja, dan kekuatan Nabi Ibramin pun mulai melemah. Meskipun pada akhirnya penantian panjang ini berlalu dengan hadirnya seorang bayi sehat, cerdas dan kuat yang bernama Ismail as. Dan betapa bahagianya sang ayah ketika lahirnya Ismail as. Penantian panjangnya berbuah manis; beliau memiliki keturunan yang akan meneruskan da’wahnya kelak. Namun belum lagi kebahagiaan itu dirasakannya, tiba-tiba Allah memerintahkannya untuk meninggalkan anak dan istrinya di sebuah padang yang sangat tandus, dan tiada tanaman dan tumbuhan serta air disana. Padang itu adalah Mekah Mukarramah. Berat sebenarnya hati beliau, namun karena kecintaan beliau kepada Allah yang demikian besarnya, Nabi Ibrahim harus “rela” berkurban kembali meninggalkan anak dan istrinya di sebuah padang tandus yang tiada air, tiada tumbuhan dan tiada kehidupan tersebut. Beliau sangat yakin, bahwa Allah tidak akan mungkin menyengsarakan anak istrinya di tempat tersebut. Allah SWT berfirman :
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ ﴿٣٧﴾
“Wahai Rab kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman, di dekat rumah Engkau (baitullah) yang dihormati. Yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim 37)
Siti Hajar mendidik Nabi Ismail hingga menjadi seorang remaja yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Bersamaan dengan itu, Mekah lambat laun banyak dikunjungi dan dijadikan tempat tinggal oleh banyak orang, sehingga jadilah Mekah sebagai kota kecil yang sering dilalui oleh para pedagang. Tempat yang asalnya gersang, Allah cukupi dengan makanan dan buah-buahan. Hingga suatu ketika, Allah mengizinkan Nabi Ibrahim as untuk kembali ke Mekah. Dan betapa bahagianya beliau ketika bertemu dengan anaknya yang sudah sekian lama ditinggalkannya. Bersama dengan putranya Ismail, Nabi Ibrahim membangun baitullah Ka’bah al-musyarrafah. Namun kebahagiaan yang baru sebentar dinikmatinya, lagi-lagi diuji oleh Allah SWT. Allah memerintahkannya untuk menyembelih sang anak, yang teramat sangat di sayangi dan dicintainya. Setiap orang pasti akan miris hatinya, ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Dan disinilah, idiologi keimanan dalam diri Nabi Ibrahim kembali berbicara. Bahwa kecintaan kepada Allah harus didahulukan dari pada kecintaan pada apapun juga di dunia ini. Nabi Ibrahim pun mencoba mengkomunikasikan perintah Allah ini kepada Ismail as. Dan subhanallah, ketika mendengarkan hal tersebut, Nabi Ismail as yang memiliki keimanan dan ketaqwaan menerima dengan ikhlas perintah Allah tersebut. Dalam Al-Qur’an Allah menggambarkan:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. As-Shaffat : 102)
Dengan hati yang ikhlas mengharapkan ridha dan cinta Allah SWT, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah tersebut. Namun ketika pisau telah siap mengenai leher Nabi Ismail, ketika itu pulalah Allah SWT mencegah beliau:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ ﴿١٠٣﴾ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ ﴿١٠٤﴾ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ ﴿١٠٥﴾ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَء الْمُبِينُ ﴿١٠٦﴾ وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ ﴿١٠٧﴾ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي اْلآخِرِينَ ﴿١٠٨﴾
“Maka tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (As-Shaffat, 103-108)
4. Inilah gambaran pengorbanan yang sempurna dari seorang hamba demi mengharapkan keridhaan Allah SWT, yaitu pengorbanan Nabi Ibrahim as. Dan atas pengorbanan yang demikian besarnya tersebut, kita umat Islam dianjurkan untuk mengikuti keteladanan beliau untuk senantiasa berkurban dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan demi mengharapkan cinta-Nya. Pengorbanan hakiki adalah dengan “menyembelih” sifat-sifat kenegatifan yang terdapat dalam diri kita, seperti sikap egois, mau menang sendiri, cinta dunia, ambisi terhadap harta, kedudukan, dsb. Untuk kemudian kita menjadi hamba-hamba Allah SWT yang senantiasa “sami’na wa atha’na” terhadap apapun yang diperintahkan oleh Allah SWT. Pengorbanan tersebut disimbolikkan dengan menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha bagi yang memiliki kemampuan untuk menyembelihnya. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam berkurban haruslah didasari dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hewan-hewan kurban tersebut tidak akan sampai kepada Allah SWT, namun yang akan sampai kepada-Nya adalah nilai dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman :
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ ﴿٣٧﴾
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Hajj : 37)
Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Label: Tadabur Ayat