Kedudukan Hadits Tentang Keutamaan Shalat Sunnah Syuruq
Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 03.26
Apakah anda pernah melaksanakan shalat sunnah syuruq? Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu syuruq (terbitnya matahari), setelah sebelumnya di dahului dengan shalat subuh berjamaah di masjid lalu berdzikir di masjid hingga matahari terbit kemudian melaksanakan shalat sunnah dua rakaat.
Tulisan ini akan membahas tentang kedudukan dan derajat dari hadits yang menggambarkan keutamaan shalat sunnah syuruq. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan insya Allah tulisan ini tidak memiliki tujuan kecuali hanya kebaikan semata.
Hadits tentang keutamaan shalat sunnah syuruq
Takhrij & Sanad Hadits :
1. Hadits ini memiliki sanad lengkapnya sebagai berikut :
3. Hadits ini dikatakan oleh Imam Turmudzi sebagai “Hasan Gharib”, yaitu bahwa menurut Imam Turmudzi, sanad hadits ini “hasan” artinya tidak mencapai derajat shahih, dan diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada satu tingkatan sanadnya (gharib).
4. Namun dalam sanad hadits ini terdapat Abu Dzilal, yang diperbincangkan oleh ulama Jarh wa Ta’dil. Nama aslinya adalah Hilal bin Abi Hilal, termasuk tabi’in kecil. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzib mengatakan bahwa Abu Dzilal itu dha’if. Dan pada umumnya, apabila dalam sanad hadits terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut dihukumi sebagai hadits dha’if juga.
5. Namun Imam Turmudzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan gharib. Kemungkinan yang dimaksudkan oleh Imam Turmudzi adalah hasan li ghairihi, yaitu hadits dha’if yang dikuatkan oleh hadits serupa dengan jalur sanad yang berbeda (syahid).
6. Bahkan Syekh Albani menghukumi bahwa hadits ini menurutnya adalah hadits shahih, sebagaimana dalam Shahih Jami’ Shaghir 5/ 313 no 6222 dari hadits Anas bin Malik, meskipun dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang didhaifkan ulama hadits, yaitu Abu Dzhilal.
Hadits lain yang serupa (syahid) :
Memang terdapat beberapa riwayat lainnya yang serupa dengan hadits di atas, diantaranya adalah hadits-hadits berikut :
1. Hadits Riwayat Imam Baihaqi, dalam Kitab Syu’abul Iman :
Keterangan :
Hadits ini dha’if, karena terdapat Sa’d bin Tharif. Bahkan ibnu Hibban mengatakan bahwa Sa’d bin Tharif itu matruk, pernah tertuduh memalsukan hadits. Sehingga kesimpulannya, Hadits ini tidak bisa menguatkan atau menjadi syahid bagi hadits bab. Karena hadits dha’if tidak menambah apapun kecuali kedha’ifan semata.
2. Hadits riwayat Imam Muslim عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا (رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وأحمد)
Dari Jabir bin Samurah ra bahwa Nabi SAW apabila shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik. (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan Ahmad)
Keterangan :
Hadits ini shahih, namun tidak sesuai dengan hadits bab dari dua aspek :
• Jalur sanadnya dari Jabir bin Samurah, sementara hadits bab dari Anas bin Malik.
• Maknanya tidak menguatkan hadits bab. Karena hadits ini hanya menggambarkan bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya setelah shalat subuh, tanpa menggambarkan keutamaan yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dalam hadits bab.
Kesimpulan :
Hadits ini tidak bisa menguatkan hadits bab, kecuali hanya dari sisi makna bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya ba’da shalat subuh, hingga matahari terbit dengan baik. Adapun keutamaan akan mendapatkan pahala seperti haji atau umrah, adalah tidak ada. Karena tidak ada satu keterangan pun yang menggambarkan hal tersebut dalam hadits ini.
Kesimpulan dan Penjelasan terkait sanad hadits :
1. Dalam kutubut tis’ah (kitab hadits yang sembilan), hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Sementara tidak ada satupun dari Imam yang 9 (Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Darimi dan Imam Malik) yang meriwayatkan hadits ini selain Imam Turmudzi. Jadi, Imam Turmudzi lah satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini.
2. Bahwa Imam Turmudzi pun ketika meriwayatkan hadits ini, beliau mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan gharib. Hasan artinya bahwa hadits ini tidak mencapai derajat shahih. Sementara gharib maknanya adalah bahwa hadits yang dalam salah satu tingkatan perawinya hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi hadits saja.
3. Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang dha’if, yaitu Abu Dzilal. Beliau adalah Hilal bin Abi Hilal, merupakan salah seorang tabi’in. Beliau hanya mengambil hadits dari Anas bin Malik. Dan beliau sendiri merupakan perawi yang didhaifkan oleh para Ulama Jarh wa Ta’dil.
4. Keterangan mengenai Abu Dzilal dapat dilihat misalnya dari pendapat Imam Yahya bin Ma’in, yang mengatakan bahwa beliau (Abu Dzilal) adalah dha’if. Demikian juga Imam Nasa’i mengatakan bahwa beliau adalah dha’if, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzibnya menyimpulkan bahwa Abu Dzilal adalah dha’if.
5. Umumnya, hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut kan dihukumi sebagai hadits dha’if. Karena tingkatan dan derajat suatu hadits ditentukan oleh kredibilitas para perawinya. Jika perawinya tsiqah dari awal sanad hingga akhirnya, maka hadits tersebut menjadi hadits shahih. Sebaliknya jika dalam hadits terdapat perawi yang lemah (dh’aif), maka juga akan menjadikannya sebagai hadits dha’if, kecuali jika terdapat riwayat lain yang serupa dengan hadits tersebut namun memiliki jalur sanad yang berbeda, maka hadits tersebut bisa menguatkannya dan bisa meningkatkan derajat haditsnya dari dha’if menjadi “hasan li ghairihi”, yaitu hadits hasan karena sebab ada hadits dari jalur sanad lainnya yang menguatkannya.
6. Sejauh pengamatan penulis, memang terdapat beberapa riwayat yang memiliki kemiripan dengan hadits tersebut sebagaimana pembahasan di atas, namun tidak satupun dari hadits-hadits yang mirip tersebut memiliki kesamaan, khususnya dari sisi keutamaannya; yaitu bahwa siapa yang shalat subuh berjamaah di masjid lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna. Salah satu hadits yang menguatkannya adalah dha’if, bahkan termasuk hadits dhaif yang berat dikarenakan salah seorang perawinya ada yang tertuduh pernah berdusta atas nama Nabi SAW, sedangkan yang satunya lagi tidak menjelaskan tentang keutamannya melainkan hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah shalat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit.
7. Kesimpulan : menurut penulis bahwa hadits ini pada dasarnya merupakan hadits dha’if, namun dapat menjadi hasan karena sebab riwayat lain (syahid) .yang menguatkannya.
Wallahu A’lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Tulisan ini akan membahas tentang kedudukan dan derajat dari hadits yang menggambarkan keutamaan shalat sunnah syuruq. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan insya Allah tulisan ini tidak memiliki tujuan kecuali hanya kebaikan semata.
Hadits tentang keutamaan shalat sunnah syuruq
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ (رواه الترمذي هذا حديث حسن غريب)
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat pagi hari (subuh) secara berjamaah, kemudian ia duduk berdzikir kepada Allah SWT hingga terbitnya matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka baginya pahala seperti pahala mengerjakan haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, ‘Sempurna, sempurna, sempurna.’ (HR. Turmudzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan gharib)
Takhrij & Sanad Hadits :
1. Hadits ini memiliki sanad lengkapnya sebagai berikut :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو ظِلَالٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ، قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
2. Hadits ini diriwayatkan hanya oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, Kitab Al-Jum’ah an Rasulillah SAW, Bab dzikr ma yustahab minal julus fil masjid ba’da shalatis subhi hatta tatlu’as syamsi, hadits no 535 dari jalur Abdul Aziz bin Muslim dari Abu Dzilal dari Anas bin Malik ra. 3. Hadits ini dikatakan oleh Imam Turmudzi sebagai “Hasan Gharib”, yaitu bahwa menurut Imam Turmudzi, sanad hadits ini “hasan” artinya tidak mencapai derajat shahih, dan diriwayatkan oleh satu orang perawi saja pada satu tingkatan sanadnya (gharib).
4. Namun dalam sanad hadits ini terdapat Abu Dzilal, yang diperbincangkan oleh ulama Jarh wa Ta’dil. Nama aslinya adalah Hilal bin Abi Hilal, termasuk tabi’in kecil. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzib mengatakan bahwa Abu Dzilal itu dha’if. Dan pada umumnya, apabila dalam sanad hadits terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut dihukumi sebagai hadits dha’if juga.
5. Namun Imam Turmudzi mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan gharib. Kemungkinan yang dimaksudkan oleh Imam Turmudzi adalah hasan li ghairihi, yaitu hadits dha’if yang dikuatkan oleh hadits serupa dengan jalur sanad yang berbeda (syahid).
6. Bahkan Syekh Albani menghukumi bahwa hadits ini menurutnya adalah hadits shahih, sebagaimana dalam Shahih Jami’ Shaghir 5/ 313 no 6222 dari hadits Anas bin Malik, meskipun dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang didhaifkan ulama hadits, yaitu Abu Dzhilal.
Hadits lain yang serupa (syahid) :
Memang terdapat beberapa riwayat lainnya yang serupa dengan hadits di atas, diantaranya adalah hadits-hadits berikut :
1. Hadits Riwayat Imam Baihaqi, dalam Kitab Syu’abul Iman :
عن سعد بن طريف ، عن عمير بن مأمون بن زرارة ، عن حسن بن علي ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من صلى الفجر ثم قعد في مجلسه يذكر الله حتى تطلع الشمس ، ثم قام فصلى ركعتين حرمه الله على النار أن تلفحه أو تطعمه (رواه البيهقي)
Dari Sa’d bin Tharif, dari Umair bin Ma’mun bin Zararah, dari Hasan bin Ali ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang shalat subuh kemudian ia duduk di majlisnya berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat, maka Allah akan haramkan dirinya dijilat atau dimakan api neraka.’ (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman Fashl Al-Masyi Ilal Masjid, Bab Man Shalla Al-Fajr summa Qa’ada fi Majlisihi Yadzkurullah Hatta Tatlu’as Syams, hadits no 2826.Keterangan :
Hadits ini dha’if, karena terdapat Sa’d bin Tharif. Bahkan ibnu Hibban mengatakan bahwa Sa’d bin Tharif itu matruk, pernah tertuduh memalsukan hadits. Sehingga kesimpulannya, Hadits ini tidak bisa menguatkan atau menjadi syahid bagi hadits bab. Karena hadits dha’if tidak menambah apapun kecuali kedha’ifan semata.
2. Hadits riwayat Imam Muslim عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ جَلَسَ فِي مُصَلاَّهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسَنًا (رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وأحمد)
Dari Jabir bin Samurah ra bahwa Nabi SAW apabila shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik. (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i dan Ahmad)
Keterangan :
Hadits ini shahih, namun tidak sesuai dengan hadits bab dari dua aspek :
• Jalur sanadnya dari Jabir bin Samurah, sementara hadits bab dari Anas bin Malik.
• Maknanya tidak menguatkan hadits bab. Karena hadits ini hanya menggambarkan bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya setelah shalat subuh, tanpa menggambarkan keutamaan yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dalam hadits bab.
Kesimpulan :
Hadits ini tidak bisa menguatkan hadits bab, kecuali hanya dari sisi makna bahwa Nabi SAW duduk di tempat shalatnya ba’da shalat subuh, hingga matahari terbit dengan baik. Adapun keutamaan akan mendapatkan pahala seperti haji atau umrah, adalah tidak ada. Karena tidak ada satu keterangan pun yang menggambarkan hal tersebut dalam hadits ini.
Kesimpulan dan Penjelasan terkait sanad hadits :
1. Dalam kutubut tis’ah (kitab hadits yang sembilan), hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Sementara tidak ada satupun dari Imam yang 9 (Imam Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Darimi dan Imam Malik) yang meriwayatkan hadits ini selain Imam Turmudzi. Jadi, Imam Turmudzi lah satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini.
2. Bahwa Imam Turmudzi pun ketika meriwayatkan hadits ini, beliau mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan gharib. Hasan artinya bahwa hadits ini tidak mencapai derajat shahih. Sementara gharib maknanya adalah bahwa hadits yang dalam salah satu tingkatan perawinya hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi hadits saja.
3. Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang dha’if, yaitu Abu Dzilal. Beliau adalah Hilal bin Abi Hilal, merupakan salah seorang tabi’in. Beliau hanya mengambil hadits dari Anas bin Malik. Dan beliau sendiri merupakan perawi yang didhaifkan oleh para Ulama Jarh wa Ta’dil.
4. Keterangan mengenai Abu Dzilal dapat dilihat misalnya dari pendapat Imam Yahya bin Ma’in, yang mengatakan bahwa beliau (Abu Dzilal) adalah dha’if. Demikian juga Imam Nasa’i mengatakan bahwa beliau adalah dha’if, serta Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam taqribut tahdzibnya menyimpulkan bahwa Abu Dzilal adalah dha’if.
5. Umumnya, hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang dha’if, maka hadits tersebut kan dihukumi sebagai hadits dha’if. Karena tingkatan dan derajat suatu hadits ditentukan oleh kredibilitas para perawinya. Jika perawinya tsiqah dari awal sanad hingga akhirnya, maka hadits tersebut menjadi hadits shahih. Sebaliknya jika dalam hadits terdapat perawi yang lemah (dh’aif), maka juga akan menjadikannya sebagai hadits dha’if, kecuali jika terdapat riwayat lain yang serupa dengan hadits tersebut namun memiliki jalur sanad yang berbeda, maka hadits tersebut bisa menguatkannya dan bisa meningkatkan derajat haditsnya dari dha’if menjadi “hasan li ghairihi”, yaitu hadits hasan karena sebab ada hadits dari jalur sanad lainnya yang menguatkannya.
6. Sejauh pengamatan penulis, memang terdapat beberapa riwayat yang memiliki kemiripan dengan hadits tersebut sebagaimana pembahasan di atas, namun tidak satupun dari hadits-hadits yang mirip tersebut memiliki kesamaan, khususnya dari sisi keutamaannya; yaitu bahwa siapa yang shalat subuh berjamaah di masjid lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna. Salah satu hadits yang menguatkannya adalah dha’if, bahkan termasuk hadits dhaif yang berat dikarenakan salah seorang perawinya ada yang tertuduh pernah berdusta atas nama Nabi SAW, sedangkan yang satunya lagi tidak menjelaskan tentang keutamannya melainkan hanya menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah shalat subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir hingga matahari terbit.
7. Kesimpulan : menurut penulis bahwa hadits ini pada dasarnya merupakan hadits dha’if, namun dapat menjadi hasan karena sebab riwayat lain (syahid) .yang menguatkannya.
Wallahu A’lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag
Label: Ulumul Hadits
3 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
Mengapa tidak memasukkan dlm bahasan ini hadis yg serupa dari jalur lain yaitu dari Abu Umamah H.R.Thobroni VIII/154 no.7663 yg sahihkan Albani.
Wassalamu alaikum w.w.
Secara sanad, mu'jam Thabarani tidak lebih baik dibandingkan dengan kutubus sittah. Dan bukankah rasanya justru banyak hadits riwayat Thabrani yang didhaifkan oleh Syekh Albani ya.Jadi kalau kesimpulan saya, pahala seperti umrah itu saja yg dhaif, adapin shalat sunnah shuruqnya boleh dilakukan, karena haditsnya shahih Muslim,namun dengan tanpa menyebut keutamannya seperti melaksanakan umrah.
Wallahu A'lam