Al-Qur'an merupakan sumber utama bagi kehidupan umat Islam, baik dari segi hukum, sosial, pendidikan, ekonomi, politik, da'wah, budaya, dan lain sebagainya. Dan seperti inilah seharusnya umat Islam berinteraksi dengan Al-Qur'an. Karena Allah SWT ketika menurunkannya, berkeinginan agar Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman hidup manusia, guna mencapai kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Geneasi awal umat ini, telah membuktikannya, dengan menjadikan Al-Qur'an "segalanya" dalam hidup mereka. Rasulullah SAW pun - sebagaimana dikatakan oleh Aisyah ra, bahwa akhlaknya adalah Al-Qur'an. Beliau merupakan refleksi Al-Qur'an yang berjalan dan tertafsrikan dalam bentuk amaliah seorang insan. Sahabat-sahabat beliau juga demikian, hingga mereka mendapatkan gelar "khairul qurun".
Prestasi ini mereka peroleh, karena sikap mereka ketika berinteraksi dengan Al-Qur'an mencerminkan refleksi yang luar biasa. Sayid Qutub menggambarkannya dalam tiga faktor; pertama, karena mereka menjadikan Al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber guna menjadi pegangan hidup mereka, dan mereka membuang jauh-jauh berbagai sumber lainnya. Kedua, ketika mereka membacanya, mereka tidak memiliki tujuan untuk tsaqofah, pengetahuan, menikmati keindahannya dan lain sebainya. Namun mereka membacanya hanya untuk mengimplementaikan apa yang diinginkan oleh Allah dalam kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliah. Mereka memandang bahwa Islam merupakan titik tolak perubahan, yang sama sekali terpisah dengan masa lalu, baik yang bersifat pemikiran maupun budaya. Dengan kitiga hal inilah, Utz Sayid Qutub (1993;14) mengatakan, bahwa bahwa tidak ada sebuah generasipun yang muncul dan memiliki prestasi keimanan sebagaimana para sahabat. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya satu dua tokoh yang dapat menyamai keimanan para sahabat, namun tidak dengan jumlah besar, sebagaimana jumlahnya para sahabat, dalam satu masa dan satu masyarakat yang telah tertentu.
Mentadaburi Al-Qur'an; itulah langkah awal yang diperlukan guna dapat mengamalkan dan mengaplikasikan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW pun melarang mengkhatamkan Al-Qur'an kurang dari tiga hari. Karena hal tersebut dikhwatirkan akan menafikan makna dari bacaan kita sendiri, dan menghilangkan tadabur dari tilawah kita.
Makna Tadabur.
Ditinjau dari segi bahasanya, tadabur berasal dari kata "tadabaro" yang memilki arti memikirkan atau merenungkan:
تدبر يتدبر تدبرا
Imam al-Baidhawi dalam tafsirnya (II/225) menggemukakan bahwa asal tadabur adalah memperhatikan/ merenungkan dibelakang sesuatu (setelah sesuatu selesai dilakukan);
وأصل التدبر: النظر في أدبار الشيء
Sedangkan Imam al-Alusi, mengemukakan juga dalam tafsirnya, bahwa asal pengertian tadabur adalah; merenungkan sesuatu, setelah selasai dilaksanakan. Kemudian istilah ini digunakan untuk segala perenungan, baik ditinjau dari hakekat sesuatu, bagian-bagiannya, sesuatu yang telah lalu, sebab-sebabnya atau yang akan datang berikutnya dan setelah selesai dilaksanakannya.
وأصل التدبر: التأمل في أدبار الأمور وعواقبها، ثم استعمل في كل تأمل سواء كان نظرا في حقيقة الشيء وأجزاءه أو سابقه وأسبابه أو لواحقه وأعقابه
Sedangkan definisi secara istilahnya, tadabur al-Qur'an (sebagaimana dikemukakan Imam al-Suyuthi) berarti:
تأمل معانيه وتبصر ما فيه
"Merenungkan ma'ani-ma'aninya, dan memikirkan segala sesuatu yang dikandungnya."
Pada intinya, (penulis berpendapat) bahwa tadabur adalah sebuah cara untuk memahami ayat secara lebih mendalam, dengan meunggunakan metode tertentu dan cara tertentu yang sesuai dengan kemampuan kita, guna memperdalam ma'ani imaniyah dan kualitas ruhiyah sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Urgensi Tadabur Dalam Kehidupan Da'i dan Mu'min
1. Mentadaburi merupakan perintah Allah SWT, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al-Qur'an (47:24):
أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها
"Maka apakah mereka tidak memtadaburi al-Qur'an, ataukan hati mereka terkunci?"
2. Tadabur penting guna memahami isi kandungan / ma'ani al-Qur'an. Karena tadabur pada hakekatnya merupakan miniatur penafsiran al-Qur'an, atau dengan bahasa lain bentuk sederhana dari penafsiran al-Qur'an, yang tujuan utamanya adalah untuk pengisian ruhiyah dan memperkaya imaniah.
3. Tadabur merupakan sarana untuk menambah keimanan kepada Alllah SWT. Dalam al-Qur'an Allah berfirman (8 : 2):إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iaman mereka dan kepada Rabnyalah mereka bertawakal.”
4. Tadabur juga diperlukan guna mengejewantahkan al-Qur'an dalam kehidupan nyata, baik yang bersifat politik, da'wah, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Karena bagaimana mungkin mengamalkan al-Qur'an jika tidak didahului dan dibarengi dengan pemahaman serta pentadaburan.
5. Tadabur juga merupakan salah satu wasilah yang dapat digunakan untuk menyelami rahasia diantara rahasia-rahasia Allah, yang tersimpan dibalik firman-firman-Nya.
6. Tadabur diperlukan juga dalam kehidupan mu'min dan da'i sebagai bahan perenungan diri dan muhasabah dalam perjalan hidupnya.
7. Tadabur juga merupakan pelita yang dapat memberikan kekuatan ekstra (dopping) dalam ruhiyah seseorang, terutama bagi para da'i, yang dapat memberikan semangat baru, iltizam baru, dan azimah yang baru, hingga ia mampu untuk berbuat lebih banyak dan banyak lagi.
8. Tadabur juga merupakan sarana untuk menggerogoti dan menghilangkan karat-karat yang melekat pada hati insan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن القلوب تصدع كما يصدع الحديد،
قالوا وما جلاءها يا رسول الله؟ قال تلاوة القرآن وذكر الموت.
قالوا وما جلاءها يا رسول الله؟ قال تلاوة القرآن وذكر الموت.
“Sesungguhnya hati manusia itu memiliki potensi untuk berkarat sebagaimana berkaratnya besi. Sahabat bertanya, kalau demikian maka apakah pengikisnya wahai Rasulullah SAW?, beliau menjawab, tilawatul Qur’an dan dzikrul maut.” (HR. Tabrani)
Tilawah yang dapat menghilangkan karat-karat hati, tentulah tilawah yang dibarengi dengan pentadaburan makna-maknanya.
Faktor-faktor yang Menunjang Keberhasilan Tadabur
Penulis melihat terdapat beberapa faktor yang dapat menunjang keberhasilan tadabur, diantaranya adalah:1. Hendaknya tadabur didasari dengan niat yang bersih; ikhlas dan pasrah semata-mata kepada Allah SWT, dengan menyatukan keinginan hati kita, dengan keinginan lantunan ayatt-ayat yang kita baca. Sehingga hati kita dapat larut dalam lautan ayat-ayat-Nya.
2. Guna mencapai keoptimalan dalam mentadaburi Al-Qur'an, ada baiknya jika kita memperhatikan adab-adab dalam membaca dan mentadaburi al-Qur'an. Seperti mencari tempat yang sesuai, bersih dan suci, kemudian diusahakan menghadap qiblat dan lain sebagainya. Lebih baik lagi, jika tadabur didahului dengan wudhu, sehingga kesejukan lebih merata menempa jiwa dan raga kita, serta hidayah Allah lebih mudah menembus fisik kita memasuki hati.
3. Hendaknya dihadirkan pula sebuah keinginan yang kuat, bahwa tujuan pentadaburan kita adalah untuk mengamalkan ma'ani-ma'ani rabbani dalam kehidupan nyata, atau paling tidak memiliki tujuan untuk memperkuat dan memperkaya ruhiyah kita dengan pesan-pesan ilahi.
4. Tadabur akan semakin sesuai dengan asholahnya, jika kita juga memperhatikan alat-alat bantu (baca; wasilah) dalam mentadaburi al-Qur'an, seperti memahami asbabunnuzul, makna mufradat, dsb.
5. Ketika al-Qur'an telah berada di tangan kita, hendaknya kita membuang jauh-jauh hawa nafsu dan keinginan-keinginan duniawi dari hati kita.
Metodologi Tadabur Yang Benar
Bagaimanapun juga, tadabur masih merupakan salah satu bentuk penafsiran al-Qur'an meskipun sederhana. Oleh karena itulah, dibutuhkan juga sebuah metode penafsiran yang shahih, meskipun juga dalam bentuknya yang sederhana. Terdapat beberapa cara penting guna mentadaburi al-Qur'an, yang jika seluruhnya tidak bisa dilakukan, maka tidak boleh pula ditinggalkan secara keseluruhan. Artinya, perlu ada upaya untuk memenuhi manhaj dalam pentadaburan al-Qur'an:
1. Mentadaburi ayat-ayat al-Qur'an, dibantu dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an lainnya yang dapat menjelaskan ayat tersebut. Seperti ketika mentadaburi ayat yang berbicara mengenai ulul Albab, (3: 190), kita dapat mengetahui bahwa yang dimaksud dengan ulul albab adalah orang-orang yang senantiasa ingat kepada Allah, baik ketika berdiri, duduk dan tidurnya. Kemudian selalu merenungi tentang ciptaan-Nya baik yang ada di langit maupun di bumi…dst.
2. Mentadaburi al-Qur'an dengan metode memahaminya dari sunnah. Seperti ketika mentadaburi ayat 92 surat Ali Imran, yaitu bahwa orang tidak dapat meraih kebaikan, hingga ia menginfakkan sesuatu yang paling dicintainya. Dalam hadits dijelaskan (HR. Bukhari Muslim), bahwa Abu Thalhah ketika mendengarkan ayat ini, segenar mendatangi Rasulullah SAW, untuk menginfakkan tanahnya (bairuha') yang sangat indah dan strategis guna kepentingan Islam…
3. Mentadaburi al-Qur'an dengan aqwal sahabah (perkataan sahabat Rasulullah SAW), sebagai generasi yang paling memahami ayat-ayat Allah. Seperti ketika mentadaburi ayat tentang riya' seperti QS. 8: 47, di mana dalam ayat tersebut tidak disebutkan tentang ciri-ciri orang yang riya'. Kita dapat menggunakan perkataan sahabat, Ali bin Abi Thalib misalnya, yang menggambarkan ciri-ciri orang yang riya' sebagai berikut;
للمرائي علامات: يكسل إذا كان وحده، ينشط إذا كان مع الناس،يزيد في العمل إذا أثنى وينقص إذا ذم
Orang yang riya' memiliki beberapa ciri; malas apabila sendiri, semangat bila berada dihadapan orang banyak, bertambah giat jika mendapat pujian dan mengendur semangatnya apabila mendapat celaan.
4. Mentadaburi dengan merujuk ke pengertian dan kaidah bahasa arab. Karena bagaimanapun juga, Al-Qur'an menggunakan bahasa Arab. Imam Syahid mengatakan; ".. dan memahami al-Qur'an hendaknya sesuai dengan kaidah bahasa Arab tanpa penyimpangan dan juga tanpa dibuat-buat (dipaksakan)…"
5. Mentadaburi al-Qur'an dengan menggunakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur'an, seperti ilmu qiraat, asbabunnuzul, dsb.
Kemudian sekiranya hal-hal di atas terasa sulit dilakukan, maka dapat pula dengan menggunakan terjemah al-Qur'an, sebagai alat bantu dalam memahami dan mentadaburi ayat-ayat yang menjadi bahan renungan kita. Pada intinya, jangan sampai ayat-ayat, berlalu begitu saja, tanpa ada penghayatan, perenungan dan sebuah usaha untuk memahaminya. Allah sudah memberikan peringatan kepada kita:
أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها
"Maka apakah mereka tidak memtadaburi al-Qur'an, ataukan hati mereka terkunci?"
Penutup
Membaca tanpa merenungi kandungan al-Qur'an merupakan salah satu hal yang dikemukakan oleh Syekh Ibrahim bin Adham (w.162), sebagai penyebab matinya hati. Akankah seorang da'i membiarkan hati, sebagai satu-satunya pemberian Allah yang dapat menghubungkan antara bumi dan langit menjadi mati? Marilah kita bersama memperbaiki tilawah kita, baik dari segi bacaannya, pemahamannya maupun pengimplementasiannya dalam kehidupan riil. Agar dapat muncul ke dunia ini, generasi-generasi sebagaimana generasi sahabat ridwanullah alaihim.
Wallahu A'lam Bishowab.
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag.
Label: Ulumul Qur'an
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)