Hikmah & Fiqh Kurban

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ اْلأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا - رواه مسلم
Dari dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari Nahr (Idul Adhha) yang lebih dicintai oleh Allah selain dari pada mengucurkan darah (hewan kurban). Karena sesungguhnya ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban." (HR. Turmudzi)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :
1. Bahwa berkurban merupakan anjuran yang hendaknya dilaksanakan oleh setiap muslim yang memiliki kemampuan. Jumhur ulama berpendapat bahwa berkurban hukumnya adalah sunnah mu’akkadah, sementara Madzhab Hanafi berpendapat bahwa berkurban hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memiliki kemampuan untuk berkurban. Dalam sebuah riwayat bahkan Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَنَا - رواه ابن ماجه
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkorban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ibnu Majah)

2. Adapun secara hikmahnya, berkurban memiliki banyak hikmah. Diantara hikmahnya adalah :
#1. Sebagai bentuk taqarrub kepada Allah SWT, khususnya pada hari raya Idul Adha, dimana amalan yang paling dicintai Allah adalah menyembelih hewan kurban. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Maka dirikanlah shalat karena Rabmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar : 2)
#2. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim as, karena beliaulah orang pertama yang diperintahkan Allah SWT untuk berkurban dengan menyembelih putranya, yaitu Ismail as. Kemudian Allah SWT menebusnya degnan seekor biri-biri besar sebagai pengganti. Hal ini menunjukkan cinta sejati beliau kepada Allah SWT, sehingga apapun konsekwensinya beliau rela kendatipun harus menyembelih putra yang sangat disayanginya yaitu Ismail as.
#3. Sebagai media untuk membahagian fakir miskin, kerabat dan keluarga pada hari raya Idul Adha, khususnya bagi mereka yang berada di sekitar kita. Karena dengan hewan yang kita kurbankan tersebut, minimal mereka bisa memakan daging hewan kurban dan bersuka cita pada hari-hari tersebut.
#4. Sebagai tanda syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan hewan ternak kepada kita. Dan salah satu bentuk rasa syukur tersebut adalah berkurban, mendahulukan “keridhaan” Allah SWT, dibandingkan dengan keinginan dirinya sendiri.

3. Dalam berkurban terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah sebagaimana disebutkan oleh Syeikh Abu Bakar Al-Jaza’iri dalam Minhajul Muslim, Syeikh Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya, Imam Nawawi dalam Al-Minhajnya, dsb :
#1. Usia hewan kurban. Untuk biri-biri harus yang telah genap berumur satu tahu atau hamper genap satu tahun. Sedangkan kambing harus yang telah genap berumur satu tahun dan telah memasuki umur tahun kedua. Sedangkan sapi harus telah genap berusia dua tahun memasuki tahun ketiga. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW :
عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ - رواه مسلم
Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menyembelih hewan kurban, kecuali yang telah tua. Bilamana kesulitan untuk mendapatkannya, sembelihlah oleh kalian domba yang telah genap berusia satu tahun atau hampir satu tahun. (HR. Muslim)
#2. Tidak cacat. Artinya hewan yang akan dijadikan sebagai hewan kurban harus merupakan hewan yang sehat dan baik, tidak boleh yang memiliki cacat secara fisik. Tidak sah berkurban dengan hewan yang buta, pincang, tanduknya patah, telinganya robek, sakit, terlalu kurus, dsb. Hal in sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW :
عَنْ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِي اْلأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لاَ تَنْقَى (رواه أبو داود)
Dari Al-Bara' bin Azib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Empat perkara yang tidak boleh ada pada hewan kurban; buta sebelah matanya yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum.” (HR. Abu Daud)
#3. Hewan kurban paling afdhal untuk berkurban sebagaimana dijelaskan dalam riwayat adalah biri-biri atau domba jantan, bertanduk, berbulu putih bercampur hitam di sekitar mata dan kakinya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَحِيلٍ يَأْكُلُ فِي سَوَادٍ وَيَمْشِي فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ - رواه الترمذي
Dari Abu Sa'id Al-Khudri ra bahwasanya Rasulullah SAW berkurban dengan domba bertanduk yang pada bagian mulutnya berwarna hitam, pada bagian kakinya berwarna hitam dan pada daerah matanya juga berwarna hitam.” (HR. Turmudzi)
#4. Waktu untuk menyembelih hewan kurban adalah setelah shalat Idul Adha, dan pada hari-hari tasyrik (yaitu 11 – 13 Dzulhijjah). Tidak sah menyembelih sebelum pelaksanaan shalat Idul Adha. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ رواه البخاري
Dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat (Idul Adha) berarti ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menyembelih hewan kurban sesudah shalat Idul Adha, berarti ia telah menyempurnakan ibadah krubannya dan menepati sunnah kaum muslimin.” (HR. Bukhari)
#5. Sunnah dalam menyembelih hewan kurban, diantaranya adalah menghadapkan hewan kurban ke arah kiblat dan membaca :
إِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
Bilamana penyembelihan dilakukan langsung oleh yang berkurban, hendaknya ia membaca :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ ....
Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini adalah kurban dariku dari …. (sebutkan namanya atau nama yang mewasiatkannya)
#6. Mewakilkan dalam menyembelih hewan kurban. Boleh mewakilkan dalam berkurban, meskipun yang afdhal adalah adalah langsung dilakukan oleh si pengkurban. Dalam sebuah riwayat dari Jabir bin Abdillah ra bahwasanya Rasulullah SAW menyembelih kurban sebanyak 63 ekor hewan dan Ali ra disuruh menyembelih binatang kurban yang sisanya (mewakilkan kepada Ali ra)” (HR. Muslim)
#7. Pembagian hewan kurban. Dianjurkan untuk hewan kurban dibagi menjadi tiga bagian, satu bagian (1/3) untuk keluarga, satu bagian (1/3) untuk disedekahkan, dan satu bagian (1/3) untuk dihadiahkan. Namun demikian, seluruh daging hewan kurban tersebut boleh untuk disedekahkan secara keseluruhan, misalnya untuk para korban bencana alam secara keseluruhan, atau disumbangkan ke tempat-tempat yang mayoritas masyarakatnya kurang mampu, dsb.
#8. Upah jagal. Adapun berkenaan dengan upah jagal, riwayat menjelaskan tidak boleh memberikan upah jagal dari hewan yang dikurbankan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat :
عَنْ عَلِىِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ أَمَرَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ وَأُقْسِمَ جُلُوْدَهَا وَجِلاَلَهَا وَأَمَرَنِيْ أَنْ لاَ أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا بِشَيْءٍ وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا (رواه الجماعة)
Dari Ali bin Abi Thalib ra, aku diperintahkan Rasulullah SAW mengurus penyembelihan unta-untanya, membagi-bagikan kulit dan dagingnya dan aku diperintahkan agar tidak memerikan sesuatupun darinya kepada tukang potong. Beliau berkata, ‘Kami memberinya dari harta kami sendiri.” (HR. Jamaah)
#9. Satu hewan kurban untuk satu keluarga. Seekor kambing atau domba sesungguhnya cukup atau dianggap memadai sebagai kurban untuk satu keluarga walaupun anggotanya banyak. Hal ini dimungkinkan, dengan dalil segbuah riwayat dari Abu Ayyub Al-Anshari :
كَانَ الرَّجُلُ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ (روا الترمذي وصححه)
Bahwa pada masa Rasulullah SAW seseorang menyembelih seekor kambing (sebagai kurban), untuk dirinya dan untuk anggota keluarganya.” (HR Turmudzi)
#10. Anjuran sebelum menyembelih hewan kurban. Bagi setiap muslim yang akan berkurban, dan telah memasuki bulan dzulhijjah dianjurkan untuk tidak memotong rambut, bulu dan kuku-kunya. Hal ini sebagai perumpamaan orang-orang yang berihram di tanah suci melaksanakan ibadah haji. Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ (رواه مسلم)
Dari Ummu Salamah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Apabila kalian telah melihat hilal bulan dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian ada yang hendak berkurban, maka hendaklah ia menahan diri untuk tidak memotong rambutnya dan tidak memotong kukunya sampai ia berkurban. (HR. Muslim)
Namun terkait anjuran ini, Imam Nawawi memberikan penjelasan yang secara ringkasnya adalah bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai pelarangan memotong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban. Madzhab Syafi'i berpendapat bahwa hukumnya adalah Makhruh dan tidak haram. Sementara Abu Hanifah dan sebagian madzhab Maliki berpendapat bahwa hukumnya tidak makruh. Namun sebagian lainnya berpendapat bahwa hukumnya adalah haram. Kesimpulannya adalah bahwa walaupun dianjurkan untuk tidak memotong rambut serta kuku bagi orang yang akan berkurban, namun pelarangan tersebut tidak bersifat haram, melainkan makhruh. Bahkan sebagian ulama merukhsahnya (memperbolehkan atau memberikan keringanan) untuk tetap memotong rambut dan kuku, walaupun tidak memotongnya adalah lebih utama. Wallahu A'lam.
#11. Rasulullah SAW pernah berkurban atas nama seluruh umatnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ عَنْ مِنْبَرِهِ فَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي (رواه الترمذي)
Aku pernah mengikuti shalat Idul Adha bersama Rasulullah SAW di lapangan maka setelah selesai berkhutbah beliau turun ke lapangan. Ketika itu didatangkan kepada beliau seekor kambing lalu beliau menyembelih kambing tersebut dengan tangannya, dengan mengucapkan (Dengan menyebut nama Allah, Dan Allah Maha Besar. Ya Allah kurban ini adalah dariku dan dari orang-orang yang yang tidak menyembelih dari umatku). (HR. Turmudzi)
Atas dasar riwayat di atas, sebagaian ulama memperbolehkan berkurban untuk orang lain (seperti orang tua) baik yang masih hidup bahkan yang sudah meninggal dunia sekalipun. Hal ini adalah karena keumuman sabda Rasulullah SAW di atas, untuk orang-orang yang yang tidak menyembelih dari umatku, yaitu bahwa yang dimaksud adalah baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Namun hal tersebut bukanlah merupakan sunnah.

Wallahu A'lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan Lc., M.Ag

0 Comments:

Post a Comment