Ketika Musibah Menerpa (1) Hikmah Di Balik Musibah

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ - متفق عليه
Dari Abu Sa'id al-Khudri ra dan Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sesuatu menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, rasa sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah gulana, bahkan duri yang menusuknya (adalah juian baginya), melainkan dengan hal itu Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya. “ (HR. Muslim)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :
1. Bahwa manusia hidup ibarat seprti roda yang berputar, terkadang di atas dan terkadang di bawah. Atau dengan kata lain terkadang manusia hidup mendapatkan kenikmatan dan kebaikan, namun adakalanya pula manusia hidup mendapatkan kesedihan ataupun musibah. Dan tidak mungkin seorang manusia hidup selalu dalam kesenangan dan kebahagiaan, sebagaimana juga tidak mungkin juga seorang manusia hidup terus dalam bencana dan musibah yang tiada berkesudahan. Karena memang demikianlah siklus kehidupan di dunia, sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur'an :
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya mereka (orang kafir) itupun mendapat luka yang serupa. Demikianlah perumpamaan itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Ali Imran/ 3 : 140)

2. Musibah dan bencana merupakan salah satu sunnatullah diantara sekian banyak sunnatullah yang Allah ‘berlakukan’ terhadap hamba-hamba-Nya di muka bumi. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menggambarkan bahwa ujian dan cobaan memiliki hikmah tersendiri, diantaranya adalah :
#1. Sebagai “sarana” untuk mengungkap keimanan seseorang; apakah seseorang benar benar beriman atau tidak. Hal ini sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur'an :
الم* أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ* وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ*
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut/ 29 : 1-3)

#2. Cobaan dan ujian merupakan ‘hakekat’ dari kehidupan insan di dunia. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. Al-Mulk/ 67 : 1-2)
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ* الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ*
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

#3. Cobaan dan ujian sebagai sarana untuk introspeksi diri dan pelajaran agar manusia dapat lebih baik dalam beribadah kepada Allah SWT. Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman :
فَأَخَذْنَاهُ وَجُنُودَهُ فَنَبَذْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ*
Maka Kami hukumlah Fir`aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim. (QS. Al-Qashas/ 28 : 40)

#4. Cobaan dan ujian sebagai sarana peningkatan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى اْلأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ - رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد
Dari Sa’d bin Abi Waqash, aku bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab, ‘Para nabi, kemudian orang-orang yang seperti para nabi, kemudian orang-orang yang seperti mereka. Seorang hamba diuji Allah berdasarkan keimanannya. Jika keimanannya kokoh maka akan semakin berat cobaannya. Namun jika keimanannya lemah, maka ia akan diuji berdasarkan keimanannya tersebut. Dan cobaan tidak akan berpisah dari seorang hamba hingga nanti ia meninggalkannya berjalan di muka bumi seperti ia tidak memilki satu dosa pun. (HR. Turmudzi).

#5. Cobaan dan ujian merupakan salah satu bentuk kecintaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ - رواه الترمذي وابن ماجه
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Besarnya suatu pahala adalah tergantung dari besarnya ujian dari Allah. Dan sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai suatu kaum, Allah menguji mereka. Jika (dengan ujian tersebut) mereka ridha, maka Allah pun memberikan keridhaan-Nya. Dan siapa yang marah (tidak ridha), maka Allah pun marah terhadapnya. (HR Turmudzi & Ibnu Majah)

3. Bencana alam yang terjadi dan menimpa suatu kaum, dilihat dari satu sisi bisa jadi merupakan peringatan atau azab dari Allah SWT, karena kemungkaran dan kemaksiatannya. Namun di sisi yang lain, ia juga bisa merupakan ujian dan cobaan dari Allah SWT. Karena sesungguhnya ketika kita membuka lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Qur’an, akan kita jumpai bagaimana ketika Allah membinasakan suatu kaum, di satu sisi hal tersebut adalah azab yang Allah timpakan kepada mereka lantaran kekufuran mereka kepada Allah SWT. Namun di sisi lain juga merupakan ujian bagi kaum yang beriman; supaya mereka lebih dapat meningkatkan keimanannya kepada Allah SWT, serta untuk meninggikan derajat mereka.

4. Diantara contoh bahwa bencana alam merupakan musibah, azab dan sekaligus sebagai cobaan adalah kisah Nabi Nuh as, yang Allah gambarkan dalam QS. Hud/ 11 : 25 – 49. Di sana Allah kisahkan bahwa karena kaumnya senantiasa ingkar dan tidak mau beriman kepada Allah SWT, maka Allah timpakan azab kepada mereka berupa banjir yang sangat besar yang bahkan Al-Qur’an menggambarkannya ( في موج كالجبال ) “mereka diterjang gelombang yang tinggi seperti gunung”. (QS. 11 : 42). Dan pada saat terjadi banjir besar tersebut, kaumnya disapu dan dimusnahkan Allah dengan azab banjir besar tersebut. Dan pada saat bersamaan, Nabi Nuh as juga melihat anaknya di tempat yang jauh terpencil, lalu beliau memanggilnya. Namun sang anak tidak mau mengikuti orang tuanya, bahkan berlari ke arah bukit. Kemudian beliau berdoa kepada Allah untuk menyelematkan anaknya, karena dia adalah termasuk ‘keluarganya’. (QS. 11 : 45). Namun kemudian Allah mematahkan logika manusiawi Nabi Nuh as, dengan mengatakan bahwa anaknya itu bukan termasuk ‘keluarganya’, karena dia juga tidak mau beriman kepada Allah SWT. Kaumnya dan juga anaknya hancur binasa ditimpa banjir besar tersebut, sementara beliau dan pengikutnya selamat berada di atas perahu hingga banjir besar tersebut kembali surut. Kejadian ini dilihat dari satu sisi merupakan azab yang Allah timpakan kepada kaum Nabi Nuh as, karena keingkaran dan kekufuran mereka. Namun di sisi yang lain juga merupakan ujian dan cobaan sekaligus rahmat bagi orang-orang yang beriman dan mengikuti Nabi Nuh. Bagi Nabi Nuh sendiri, kejadian tersebut merupakan ujian yang cukup berat.

5. Hal lain yang sangat penting dalam setiap musibah dan bencana yang menimpa adalah, bahwa semua kepedihan, penderitaan, rasa sakit, gundah gulana atau segala rasa yang menjadikan kita kurang nyaman, pada hakakatnya merupakan penghapus dari setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan. Maka patutlah kiranya dalam setiap musibah, bencana atau apapun yang menimpa kita, segera kita kembalikan kepada Allah SWT, dengan bersabar, beristighfar dan memohon pertolongan dari-Nya.....

Wallahu A'lam Bis Shawab
By. Rikza Maulan Lc., M.Ag

0 Comments:

Post a Comment