Rehad 163. Jabatan, Antara Ambisi Pribadi Dan Sebuah Amanah

Rehad (Renungan Hadits) 163
Jabatan, Antara Ambisi Pribadi dan Sebuah Amanah

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَل،َّ وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa dia berkata, "Saya dan dua orang anak pamanku menemui Nabi Saw, salah seorang dari keduanya lalu berkata, "Wahai Rasulullah, angkatlah (jadikanlah) kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah yang telah diberikan Allah Azza Wa Jalla kepadamu." Dan seorang lagi mengucapkan ungkapan yang sama, maka beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang berambisi terhadapnya." (HR. Muslim, hadits no. 3402)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa jabatan pada hakekatnya merupakan  amanah dari Allah Swt yang dipikulkan ke atas pundak hamba-hamba-Nya. Dan bahwasanya setiap jabatan dan kedudukan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Oleh karena itulah, ketika ada sahabat yang datang untuk meminta jabatan sebagai amir wilayah (kepala daerah), maka Nabi Saw justru tidak memberikannya kepada sahabat teraebut. Bahkan dalam hadits lainnya Nabi Saw berkata kepada Abu Dzar, "...bahwasanya jabatan itu adalah amanah, dan kelak di akhirat akan menjadi kehinaan dan pengesalan di hari kemudian." (HR. Muslim, no 2404).
2. Namun hal ini bukan berarti bahwa seorang muslim dilarang untuk mengejar jabatan dan kedudukan. Jika ada kemaslahatan bagi umat dengan jabatan tersebut, yang apabila dipegang oleh orang lain maka justru akan menimbulkan mudharat besar bagi umat, maka jabatan bahkan bisa jadi menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam. Misalnya saja dalam konteks kepemimpinan di ibukota Jakarta sebagaimana yang terjadi saat ini, yang memang kenyataannya banyak sekali menimbulkan kemudharatan bagi umat Islam, bangsa dan negara. Maka "meraih" jabatan dan kedudukan dari pemimpin penista agana dan sewenang2 serta berbuat dzalim adalah menjadi fardhu kifayah bagi kaum muslimin di Indonesia khususnya di Ibukota DKI Jakarta.
3. Dikisahkan dalam Al-Qur'an bahwa Nabi Yusuf as pun pernah meminta jabatan dalam rangka untuk perbaikan Negri yang ketika itu belum ada yang mampu untuk menanggulanginya selain beliau. Karena negri Mesir ketika itu berpotensi mengalami kebangkrutan lantaran akan ada kemarau panjang yang menjadikam seluruh sawah dan ladang mereka tdk bisa menghasilkan. Al-Qur'an mengisahkan, "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. 12 : 55) Namun yang perlu menjadi catatan adalah bahwa motivasi dari jabatan tersebut bukanlah ambisi pribadi, melainkan dalam rangka dakwah dan islah. Itupun ada 2 syarat untuk dapat "mengajukan diri" sebagai calon pemimpin sebagaimana dalam kisah Nabi Yusuf as (QS. 12 : 55) yaitu pandai menjaga (amanah) dan berpengetahuan (profesional).
4. Mudah2an Allah Swt akan memberikan anugrah kepada kita khususnya warga di DKI Jakarta seorang pemimpin yang shaleh, ramah, adil, amanah dan profesional serta memiliki keberpihakan yang kuat kepada umat. Sehingga insya Allah DKI Jakarta kelak di 2017 akan menjadi sebuah kawasan sebagaimana kawasan masyarakat Madani, yaitu kawasan yang "Maju Kotanya & Bahagia Warganya". Amiiiin Ya Rabbal Alamiin..

Wallahu A'lam bis shawab
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

0 Comments:

Post a Comment