Hukum Menyerupai Laki-Laki & Menyerupai Wanita

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ قَالَ فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلَانًا - رواه البخاري
Dari Ibnu Abbas ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW melaknat mukhannasin (laki-laki yang menyerupai perempuan) dan mutarajjilat (perempuan yang menyerupai laki-laki). Beliau bersabda, ”Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Maka Rasulullah SAW mengeluarkan Fulan dari rumahnya dan Umar juga mengeluarkan Fulan dari rumahnya. (HR. Bukhari)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini secara berpasang-pasangan; ada siang dan malam, ada besar dan kecil ada terang dan gelap dst. Demikian juga ketika menciptakan manusia, Allah SWT menciptakannya secara berpasang-pasangan ; ada laki-laki dan juga ada perempuan, yang masing-masing memiliki fitrah tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan fitrah antara laki-laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi, sekaligus sebagai tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah SWT. Allah SWT berfirman :
وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (QS. Ad-Dzariyat : 49)

2. Bahwa jenis manusia yang Allah ciptakan hanyalah jenis laki-laki dan perempuan saja, tidak ada jenis lainnya yang ketiga. Sehingga tidak benar manakala ada seseorang yang mengatakan bahwa dirinya secara psikologis adalah perempuan, namun secara fisik dia adalah laki-laki dan kemudian ia berperilaku layaknya seperti seorang perempuan (baca ; banci), ataupun sebaliknya. Demikianlah yang Allah gambarkan dalam Al-Qur’an :
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَاْلأُنثَى
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. (QS. An-Najm : 45)

3. Bahwa haram hukumnya bagi seorang laki-laki menyerupai perempuan dalam segala hal, baik dalam gerakan, cara bicara, gaya, penggunaan perhiasan, dalam berpakaian, dalam kebiasaan, maupun segala hal lainnya yang terkait dengan perempuan. Hadits di atas sangat jelas dan sangat tegas menggambarkan hal tersebut, bahkan pelarangannya dengan menggunakan bahasa “melaknat” seorang laki-laki yang menyerupai perempuan maupun perempuan yang menyerupai laki-laki. Di samping melaknat, hadits di atas juga memerintahkan untuk mengeluarkan (baca ; mengusir) mereka dari dalam rumah. Dalam riwayat lainnya disebutkan :
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ - رواه البخاري
Dari Ikrimah dan Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang meniru perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki. (HR. Bukhari)

4. Larangan menyerupai atau tasyabbuh ini berlaku bagi setiap laki-laki (yang menyerupai perempuan) dan juga bagi perempuan (yang menyerupai laki-laki). Artinya bahwa laki-laki yang menyerupai wanita adalah terlaknat, sebagaimana perempuan yang menyerupai laki-laki juga terlaknat. Mereka derajatnya adalah sama-sama mendapatkan laknat. Dan dewasa ini kita melihat banyak sekali kaum laki-laki yang bergaya, berbicara, berdandan, berpakaian, berkebiasaan seperti perempuan. Mereka bahkan tampil di televisi, di panggung-panggung hiburan publik, dsb dengan tingkah polah sedemikian rupa dengan alasan hiburan dan entertaiment. Sementara di pihak lain masyarakat saat ini menganggapnya bahwa hal tersebut adalah biasa dan tidak apa-apa. Padahal hal tersebut merupakan perbuatan terlaknat, dan jangan-jangan bukan hanya pelakunya saja yang dilaknat, namun yang menyaksikannya pun juga bisa jadi juga terlaknat.

5. Bahwa bentuk larangan yang menggunakan kalimat “Rasulullah SAW melaknat”, memiliki makna yang mendalam. Ulama berpendapat, kata “dilaknat” dalam hadits di atas menunjukkan bahwa tasyabuh (baca ; menyerupai) perempuan bagi laki-laki ataupun menyerupai laki-laki bagi perempuan merupakan dosa besar. Hikmah diharamkannya tasyabuh ini adalah bahwa orang yang melakukan tasyabuh tersebut telah keluar dari fitrah dan watak pembawaannya sebagaimana yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Berkenaan dengan lafaz “melaknat” sendiri, dalam Al-Qur’an Allah SWT menggambarkan tentang orang-orang yang dilaknat Allah SWT, bahwa kelak mereka akan mendapatkan azab yang pedih, dan mereka tidak akan mendapatkan orang atau sesuatu yang menolong mereka :
أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللّهُ وَمَن يَلْعَنِ اللّهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ نَصِيراً
Mereka itulah orang yang dilaknat Allah. Barangsiapa yang dilaknat Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. (QS. An-Nisa’ : 52)

6. Bagaimana harus memperlakukan mukhannsin (laki-laki yang menyerupai perempuan) dan mutarajjilat (perempuan yang menyerupai laki-laki)? Dalam sebuah riwayat disebutkan bagaimana Rasulullah SAW memperlakukan seorang laki-laki yang menyerupai perempuan bahwa orang tersebut diasingkan ke tempat yang jauh dari pemukiman masyarakat sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِمُخَنَّثٍ قَدْ خَضَّبَ يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ بِالْحِنَّاءِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذَا فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَتَشَبَّهُ بِالنِّسَاءِ فَأَمَرَ بِهِ فَنُفِيَ إِلَى النَّقِيعِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَقْتُلُهُ فَقَالَ إِنِّي نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ - رواه أبو داود
Dari Abu Hurairah bahwasanya dibawa kepada Nabi SAW seorang laki-laki yang berlagak seperti wanita, dia memberi warna dengan hinna' (quitec) pada (kuku-kuku) kedua tangan dan kakinya. Maka Rasulullah SAW bertanya : "Kenapa orang ini ?" Ada sahabat yang menjawab, “Ya Rasulullah, orang laki-laki itu berlagak seperti wanita". Lalu diperintahkan (oleh Rasulullah) supaya orang tersebut diasingkan ke Naqi' (suatu tempat di daerah Muzainah, perjalanan dua malam dari Madinah), lalu ditanyakan kepada beliau, "Ya Rasulullah, apakah tidak kita bunuh saja orang itu ?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya aku dilarang membunuh orang-orang yang shalat". (HR. Abu Daud)

7. Hikmah pelarangan dan bahkan keharusan untuk “mengasingkan” (baca ; mengusir) orang-orang yang menyerupai laki-laki dan perempuan, adalah agar “penyakit” seperti ini tidak menyebar dan tidak merusak banyak orang. Menurut ahli pendidikan Prof Arif Rahman, terkait dengan maraknya acara di televisi yang menampilkan para waria “Tayangan kebanci-bancian jika dibiarkan akan terjadi pembenaran dan ini bisa menular. Pada akhirnya akan terjadi suatu pembentukan masyarakat yang tidak sehat untuk Indonesia.” (http://bgs-dennis.blogspot.com/2008/09/indonesia-jadi-negara-banci-peran.html). Dan berdasarkan pengamatan “penulis” sendiri, ketika ada seseorang yang berkonsultasi kepada penulis dan ia mengakui bahwa dirinya “memiliki kecenderungan kebanci-bancian dan menyukai sesama jenis” bahwa asal muasal kecenderungan tersebut muncul ketika ia banyak “bergaul” dan berinteraksi dengan para banci, dan lama kelamaan ia pun memiliki kecenderungan yang sama.


Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

0 Comments:

Post a Comment