Ketika Pintu Dunia Terbuka

عَنْ عَمْرَو بْنِ عَوْفٍ اْلأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ - رواه البخاري
Dari Amru bin Auf Al-Anshari ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan terjadi pada kalian, akan tetapi yang aku takutkan adalah dibukakannya pintu-pintu dunia kepada kalian sebagaimana dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba terhadapnya sebagaimana mereka berlomba-lomba terhadap dunia, kemudia kalian akan dihancurkan, sebagaimana dahulu mereka dihancurkan.” (HR. Bukhari)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :

1. Bahwa seharusnya setiap muslim berjuang fi sabilillah hanya mengharap keridhaan Allah SWT. Dan tidak seyogianya seorang muslim hanya untuk mencari kehidupan dunia semata. Rasulullah SAW memberikan contoh keteguhan memegang prinsip dalam da’wah, tidak luntur idealismenya dengan harta, tahta, wanita, kata dan cinta. Ketika para pembesar Quraisy datang ke paman beliau Abu Thalib, meminta agar keponakannya yaitu Nabi Muhammad SAW meninggalkan da’wahnya dengan konpensasi harta yang banyak, yang akan menjadikannya orang terkaya di Mekah. Atau istri yang cantik, yang akan menjadikannya orang yang paling cantik istrinya di Mekah. Atau bahkan akan di angkat menjadi “Raja”, sehingga menjadikannya penguasa di Mekah. Namun dengan tegas, Rasulullah SAW mengatakan "Wahai Paman, Demi Allah, kalau pun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”

2. Bahwa riwayat yang mengatakan bahwa “hampir-hampir kefakiran itu akan membawa pada kekufuran” adalah dha’if menurut para ulama. Riwayat tersebut nashnya adalah sebagai berikut:
كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
Hampir-hampir kafakiran itu akan mengantarkan pada kekufuran
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, juga oleh Imam Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, juga oleh Imam At-Thabari dalam Al-Mu’jam Al-Ausathnya. Namun riwayat tersebut didha’ifkan oleh banyak ulama, diantaranya oleh Syekh Al-Bani dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dha’ifah dan juga oleh para Imam-Imam hadits lainnya. Karena merupakan hadits dha’if, bahkan termasuk dalam kategori dha’if yang berat, maka riwayat di atas tidak dapat dijadikan sandaran amal. Wallahu A’lam.

3. Kendatipun demikian, bukan berarti bahwa kita harus pasrah dan membiarkan umat Islam hidup dalam kefakiran. Umat Islam harus berusaha dengan giat untuk menjadi orang-orang yang berdaya dan memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Bukankah Al-Qur’an dan Sunnah memerintahkan kita untuk menjadi orang-orang yang berdaya dan menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat)? Rasulullah SAW bahkan mengajarkan sebuah doa, agar kita semua terhindar dari kekufuran dan juga kefakiran. Berikut adalah doa yang dianjurkan
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, sesungguhnya tiada tuhan selain Engkau.

4. Bahwa “dunia” merupakan godaan yang dapat saja membutakan setiap orang. Maka hendaknya setiap kita berusaha untuk tidak terbutakan dan tidak tergoda oleh kemilaunya dunia. Allah SWT mengingatkan kita semua :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ ﴿٥﴾ إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ ﴿٦﴾
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir : 5 - 6)

5. Sejarah mencatat, betapa banyaknya orang tergoda dengan dunia yang kemudian relah menggadaikan “idealismenya”. Diantara contohnya adalah bagaimana silaunya orang Yahudi terhadap dunia, namun ternyata dunia justru menghinakan mereka. Dalam sebuah riwayat dari Wahab bin Munabbih dikisahkan, “Suatu ketika Nabi Isa as bermaksud musafir ke suatu tempat. Pada saat tersebut, terdapat seorang Yahudi yang juga ingin musafir ke tempat tujuan yang sama dengan Nabi Isa as, lalu ia memohon kepada nabi Isa, agar dirinya dapat pergi musafir bersama nabi Isa. Pada waktu tersebut Nabi Isa membawa bekal satu potong roti, dan Yahudi tadi membawa bekal dua potong roti. Nabi Isa mengatakan, “Engkau boleh musafir bersama dengan saya jika bekalmu dan bekalku digabung menjadi satu lalu dibagi dua.” Yahudi menimpali, “setuju”. Namun ketika ia mengetahui bahwa Nabi Isa hanya membawa bekal satu potong roti, ia menyesal. Di tengah perjalanan ketika Nabi Isa sedang shalat, diam-diam si Yahudi memakan satu dari dua potong roti yang dimilikinya. Dan seusai melaksanakan shalat Nabi Isa membuka perbekalannya bersama Yahudi, lalu Nabi Isa bertanya, “Mana roti yang satu potong lagi?” Yahudi mengatakan, “Saya tidak punya bekal selain satu potong roti ini.” Kemudian Nabi Isa memakan satu potong roti dan Yahudi memakan satu potong roti, lalu mereka melanjutkan perjalanan. Tibalah mereka di sebuah tempat, dimana terdapat sebuah pohon yang cukup rindang. Nabi Isa mengajak untuk beristirahat hingga esok hari. Keesokan harinya, mereka menemukan seorang laki-laki tua yang buta. Nabi Isa berkata pada laki-laki tua ini, “Kalau Allah menyembuhkan penyakitmu melalui perantaraanku apakah engkau akan bersyukur kepada Allah?” Ia menjawab, “tentu”. Lalu Nabi Isa menyentuh kedua matanya dan berdoa kepada Allah, dan dengan izin Allah lelaki tua tersebut dapat melihat kembali. Pada saat itu Nabi Isa berkata kepada Yahudi, “Dengan apa yang engkau lihat tadi, orang yang buta dapat melihat kembali dengan izin Allah melalui perantaraanku, dimanakah roti yang ketiga? Yahudi mengatakan, “Demi Allah, aku tadi hanya punya satu potong roti.” Merekapun melanjutkan perjalanan. Kemudian nabi Isa melihat seekor rusa sedang makan rumput. Dipanggillah rusa tersebut oleh Nabi Isa, lalu disembelih, dan mereka memakannya. Seusai makan Nabi Isa berkata, “Dengan izin Allah, bangkitlah engkau wahai Rusa”. Rusa itupun bangkit seperti sedia kala seolah tidak pernah disembelih sebelumnya. Lalu Nabi Isa berkata pada Yahudi ini, “Dengan apa yang telah engkau lihat, rusa yang disembelih dan dimakan dagingnya dapat hidup kembali, dimanakah roti yang ketiga?” Yahudi berkata, “Demi Allah, aku hanya memakan satu potong roti.” Mereka kembali berjalan, hingga tiba di sebuah sungai yang cukup besar. Nabi Isa memerintahkan Yahudi ini untuk memegang tangannya, lalu mereka berdua berjalan di atas air hingga melewati sungai tersebut. Yahudi berucap, “Subhanallah”. Nabi Isa berkata, “Dengan apa yang telah engkau lihat bahwa kita bisa berjalan di atas air, jujurlah padaku dimanakah roti yang ketiga?”. Yahudi berkata, “Demi Allah tidak ada roti padaku, kecuali satu potong roti yang kemarin kita makan bersama.” Nabi Isa terdiam, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Tibalah mereka di sebuah desa besar yang telah hancur berantakan yang tidak berpenghuni. Di tengah-tengah desa tersebut mereka menemukan tiga bongkah emas yang sangat besar. Kemudian Nabi Isa berkata, “Satu bongkah emas ini untukku, satunya lagi untukmu, dan satu bongkah lagi untuk pemilik roti yang ketiga”. Lalu dengan malu-malu, Yahudi berkata, “Nabi Isa, sebenarnya akulah pemilik roti yang ketiga. Aku memakannya ketika anda sedang shalat.” Nabi Isa berkata, “Emas ini menjadi milikmu semuanya, namun kita berpisah di sini. Tinggallah Yahudi di desa tersebut bersama tiga bongkah besar emasnya, sementara ia tidak memiliki apapun untuk mengangkut emasnya tersebut. Tiba-tibalah lewatlah ke dusun tersebut tiga orang Yahudi lainnya. Dan melihat ada tiga bongkah emas, merekapun membunuh Yahudi ini, dan mengambil alih emasnya dengan perjanjian dibagi rata. Salah seorang dari mereka berkata, “Aku akan pergi ke desa terdekat untuk membeli makanan dan mengambil gerobak untuk membawa emas ini.” Sementara yang menunggu emas ini berkata kepada temannya, “Kalau nanti dia sudah datang membawa makanan dan gerobak, kita bunuh saja dia, lalu emasnya kita bagi dua.” Temannya menjawab, “Setuju”. Yahudi yang mengambil gerobak dan membeli makanan ternyata meracuni makanan tersebut, dengan tujuan agar dapat memiliki emasnya keseluruhan seorang diri. Ketika tiba, ia pun dibunuh oleh kedua temannya. Dan ketika mereka berdua memakan makananannya, mereka berdua pun tewas akibat makanan tersebut telah diberi racun. Mereka bertiga mati bergelimpangan di antara tiga bongkah emas yang masih utuh seperti sedia kala. Tidak lama kemudian, Nabi Isa kembali melewati tempat tersebut bersama para Hawariyin dan melihat empat mayat Yahudi mati bergelimpangan dengan kondisi menyedihkan di antara tiga bongkah emasnya. Nabi Isa berkata, “Seperti inilah dunia memperlakukan para “pengerjarnya”, maka hati-hatilah kalian terhadap dunia.” (Dari Kitab Mi’atu Qishah waqishah, Muhammad Amin Al-Jundi, hal. 15 – 16)

Wallahu A’lam bis Shawab
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

0 Comments:

Post a Comment