Rehad 185. Haramnya Taat Kepada Pemimpin Dalam Kemaksiatan

Rehad (Renungan Hadits) 185
Haramnya Taat Kepada Pemimpin Dalam Kemaksiatan

عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا فَأَوْقَدَ نَارًا، وَقَالَ ادْخُلُوهَا، فَأَرَادَ نَاسٌ أَنْ يَدْخُلُوهَا، وَقَالَ الْآخَرُونَ إِنَّا قَدْ فَرَرْنَا مِنْهَا، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلْتُمُوهَا لَمْ تَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَة،ِ وَقَالَ لِلْآخَرِينَ قَوْلًا حَسَنًا، وَقَالَ لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّه،ِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ (رواه مسلم)
Dari Ali ra berkata, bahwa Rasulullah Saw mengirimkan pasukan dan mengangkat seseorang menjadi komandannya. Kemudian ia (komandan tsb) menyalakan api seraya berkata, "Masuklah kalian ke dalam api tersebut." Maka sebagian anak buahnya hendak masuk ke dalam api tersebut, sedangkan sebagian yang lain mengatakan, "Kita harus jauhi api tersebut." Kemudian peristiwa tersebut dilaporkan kepada Rasulullah Saw, lantas beliau bersabda, "Sekiranya kalian masuk ke dalam api tersebut, maka kalian akan terus berada di dalamnya hingga hari Kiamat (disiksa)." Kemudian beliau berkata pula kepada yang lain dengan lemah lembut, "Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah. Dan bahwasanya ketaatan itu hanyalah dalam kebajikan." (HR. Muslim, hadits no 3434)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa sebagian kalangan umat Islam, ada yang baranggapan bahwa ketaatan kepada pemimpin adalah wajib dan harus dilaksanakan secara mutlak. Sehingga (menurut mereka) apapun, kapanpun dan bagaimanapun seorang pemimpin menjalankan roda kepemimpinannya maka  wajib hukumnya untuk ditaati, dan haram secara mutlak untuk menyelisihinya. Tidak peduli apakah sang pemimpin dalam perbuatan ma'ruf, ataukah dalam perbuatan mungkar. Pandangan ini jelas merupakan pendapat yang bathil, bertentangan dengan nash Al-Qur'an dan Sunnah :
#1. Landasan ayat (QS. An-Nisa' ; 59) "Hai orang2 yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantata kamu..." adalah tidak tepat dijadikan sandaran wajibnya ketaatan mutlak kepada pemimpin: (1) Karena taat kepada ulil amri adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sebabnya taat kepada Allah diawali dengan lafadz "atii'u" (taatilah). Sementara kepada ulil amri, tdk ada kata "atii'u"nya. Ini artinya taat kepada Allah & Rasul-Nya adalah mutlak, sementara taat kepada pemimpin adalah terikat dengan ketaatan kepada Allah & Rasul-Nya. (2). Ketikapun harus taat kepada ulil amri, maka yg dimaksud adalah ulil amri dari golongan umat Islam, sbgmana tersebut dalam ayat di atas "wa ulil amri minkum", yaitu ulil amri dari kalangan umat Islam taat kpd Allah dan Rasul-Nya, bukan "wa ulil amri minhum" (ulil amri dari golongan mereka), yg memerangi agama Allah Swt.
#2. Hadits riwayat Imam Muslim di atas, sangat jelas dan terang benderang menggambarkan haramnya taat kepada pemimpin yang perintahnya (baca ; kebijakannya) bisa mencelakakan diri kita, mengandung unsur kemungkaran, atau bahkan menghina dan menista agama Allah dan para ulama. Perhatikanlah ketika Nabi Saw mengangkat seorang pemimpin, lalu ia (pemimpin tsb) memerintahkan anak buahnya untuk masuk ke dalam api yg telah ia nyalakan (membakar diri), maka Nabi Saw bersabda, Sekiranya kalian masuk ke dalam api tersebut, maka kalian akan terus berada di dalamnya hingga hari Kiamat (disiksa).".
#3. Dalam riwayat lainnya sekaligus menguatkan hadits di atas, diriwayatkan, dari Ali ra bahwa Nabi Saw, beliau bersabda: "Tidak ada ketaatan kepada manusia dalam hal maksiat kepada Allah." (HR. Ahmad hadits no 1013).
2. Maka, haram hukumnya mentaati pemimpin yang jelas melawan, menghina, menista agama merendahkan ulama, berbuat munkar dan berniat jahat thd umat Islam. Taat kepada pemimpin yg demikian berakibat pada akan mendapatkan siksa Allah Swt sampai hari dengan Kiamat, na'udzubillahi min dzalik. Semoga kita dihindarkan dari pemimpin yg dzalim, penista agama dan ulama serta membenci umat Islam...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

0 Comments:

Post a Comment