Rehad 155. Ketika Para Pembesar Melanggar

Rehad (Renungan Hadits) 155
Ketika Para Pembesar Melanggar

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا مَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم،َ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه؟ِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا (رواه مسلم)
Dari 'Aisyah ra, bahwa orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita Makhzumiyah yang ketahuan mencuri, lalu mereka berkata, "Siapakah yang kiranya berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah Saw?" Maka mereka mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, seorang yang dicintai oleh Rasulullah Saw." Sesaat kemudian, Usamah mengadukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah Saw bersabda, "Apakah kamu hendak memberi Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?" Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya, "Wahai sekalian manusia, bahwasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR. Muslim, hadits no 3196)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa kecenderungan manusia, sering merasa berat untuk menerapkan hukum apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang yang memiliki kedudukan dan jabatan, terlebih juga jika ia adalah orang yang memiliki kekuatan finansial yang besar, atau dengan kata lain, kaya raya. Maka umumnya penerapan hukum kepada mereka hanya menjadi isapan jempol belaka. Hal ini tentu berbeda apabila yang melakukan pelanggaran adalah orang kecil yg lemah yang tidak punya harta dan kedudukan. Maka penerapan hukuman akan sangat tajam terhadapnya.
2. Namun dalam Islam, hal seperti itu dilarang sengan keras. Dan Nabi Saw sangat marah ketika Usamah datang dan "melobi" Nabi Saw dengan maksud agar seorang wanita bangsawan dari Bani Makhzumiyah terbebas dari hukuman karena ia telah melakukan satu perbuatan melanggar hukum, yaitu mencuri. Bahkan hal ini justru membuat Nabi Saw naik ke atas mimbar dan dengan tegas beliau katakan bahwa sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya. Artinya dalam Islam, tidak boleh ada tebang pilih; siapapun yang melakukan pelanggaran maka ia harus mendapatkan hukuman, baik dia bangsawan maupun masyarakat kecil, laki-laki maupun perempuan.
3. Keteladannan Nabi Saw dalam kepemimpinan, khususnya dalam penerapan hukum dan keadilan bagi masyarakat (baca ; umat). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa wanita Makhzumiyah yg mencuri itu bernama Fatimah binti Abu Asad, orang terpandang dan berasal dari kalangan pembesar di kaumnya. Sehingga mereka khawatir akan timbulnya gejolak jika hukum diterapkan padanya. Maka hal inilah yg membuat Rasulullah Saw, hingga seolah beliau menyampaikan pesan, "Jangankan Fatimah binti Abu Asad, kalaulah Fatimah binti Muhammad yg mencuri, pasti akan aku potong tangannya."
4. Bahwa kehancuran sistem sosial umumnya dimulai dari ketidakadilan dalam penerapan hukum, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menjadi hilang dan kewibawaan merekapun menjadi sirna. Rasa keadilan pun menjadi terusik, berubah menjadi selimut rasa ketidakadilan. Pada saat spt itulah, kehancura  sistem sosial masyarakat dimulai. Dan kaum2 terdahulu, mereka dibinasakan oleh Allah Swt adalah lantaran perbuatan mereka yang seperti itu. Mudah2an kita semua dibindarkan dari kehancuran dan kebinasaan.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

0 Comments:

Post a Comment