Rehad 149. Puasa Hari Asyura Dan Puasa Sebelum Atau Sesudahnya

Rehad (Renungan Hadits) 149
Puasa Hari Asyura, dan Puasa Sebelum Atau Sesudahnya

عن بْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِع،َ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa pada saat Rasulullah Saw berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, hari Asyura adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani." Maka Rasulullah Saw bersabda: "Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram)." Maka tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah Saw wafat.' (HR. Muslim, hadits no. 1916)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pada 10 Muharram, Nabi Saw melaksanakan puasa Asyura dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut. Namun ketika para sahabat mengemukakan bahwa hari Asyura adalah hari yg sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani, maka Nabi Saw barazam untuk berpuasa pada hari ke 9 Muharram (tasu'a) pada tahun mendatang. Namun belum sampai pada tahun berikutnya, ternyata Nabi Saw telah wafat, sehingga beliau belum sempat melaksanakannya.
2. Oleh karena iulah, para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan puasa asyura dan berpuasa sehari sebelum dan sehari sesudahnya:
#1). Sebagian ulama berpandapat bahwa yang utama adalah berpuasa asyura (10 Muharram) dengan diiringi puasa pada sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Sehingga menurut mereka, yang afdhal adalah puasa pada 9, 10 dan 11 Muharram. Dasar yg menjadi sandaran pendapat ini adalah sabda Nabi Saw, untuk menyelisihi (membedakan) dengan puasanya kaum Yahudi. Walaupun riwayat yg memerintahkan utk menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut dipermasalahkan oleh sebagian ulama.
#2). Berpuasa dua hari, yaitu pada tanggal 9 (tasu'a) dan 10 (asyura) Muharram. Dan ternyata, sebagian besar ulama berpendapat bahwa berpuasa di dua hari ini adalah bentuk puasa Muharram yang paling afdhal. Karena Nabi Saw sendiri, beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram saja dan berniat kuat untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya. Hanya saja beliau telah wafat sebelum sempat untuk melaksanakannya. Dikatakan paling afdhal adalah karena dalil yang menunjukkan hal tersebut paling jelas dan paling shahih dibandingkan dengan dalil2 lainnya.
#3). Berpuasa dua hari juga, namun pada 10 dan 11 Muharram, dengan dasar perintah untuk menyelisihi kaum Yahudi. Meskipun sejauh penelusuran kami, dalil berkenaan dengan perintah menyelisihi puasa kaum Yahudi tersebut, tidak kami dapatkan dalam Kutubut Tis'ah, dan hanya terdapat dalam Kitab Al-Mushannafnya Abdur Razzaq dan pada Syu'abul Iman nya Al-Baihaqi, bahkan sebagian ulama juga mempermasalahkan riwayatnya.
#4). Berpuasa hanya pada 10 Muharram saja. Karena Nabi Saw dalam banyak riwayat disebutkan bahwa beliau hanya berpuasa pada 10 Muharram, meskipun kemudian beliau berambisi untuk berpuasa pada 9 Muharram di tahun berikutnya, namun belum sempat terlaksana karena beliau wafat sebelum menjalankannya.
2. Sebaiknya kita berusaha untuk menjalankan puasa sunnah di bulan Muharram, karena keutamaan yg besar yang terdapat di dalamnya (lihat rehad 148 yang lalu). Minimal sekali, berpuasa pada 10 Muharram saja. Walaupun akan lebih baik jika diiringi dengan berpuasa sehari aebelumnya, yaitu pada 9 Muharram, dan ini adalah yg paling afdhal. Meskipun juga tidak salah bila ingin berpuasa pada 9, 10 dan 11 Muharram, atau juga 10 dan 11 saja sebagaimana dijelaskan di atas. Ala kulli hal, semoga Allah Swt ridha terhadap amal ibadah kita lakukan, dan kita semu dimasukkan ke dalam golongan hamba2-Nya yang bertakwa..... Amiiin Ya Rabbal Alamiin

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan,Lc, M.Ag

0 Comments:

Post a Comment