Rehad 121. Larangan Jual Beli Habalil Habalah (Gharar fil Wujud)
Diposting oleh Rikza Maulan, Lc., M.Ag di 03.34Rehad (Renungan Hadits) 121
Larangan Jual Beli Habalil Habalah (Gharar fil Wujud)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَبَايَعُونَ لَحْمَ الْجَزُورِ إِلَى حَبَلِ الْحَبَلَة،ِ وَحَبَلُ الْحَبَلَةِ أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ ثُمَّ تَحْمِلَ الَّتِي نُتِجَت،ْ فَنَهَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra, berkata; "Dahulu masyarakat Jahiliyah terbiasa melakukan jual beli daging unta dengan cara habalul habalah. Maksud habalul habalah adalah seekor unta betina melahirkan unta betina lagi, kemudian unta betina tersebut mengandung (janin yang dikandung tersebutlah yang dijadikan transaksi), maka Rasulullah Saw melarang mereka jual beli seperti itu." (HR. Muslim, hadits no. 2785)
Hikmah Hadits ;
1. Diantara bentuk transaksi yang dilarang syariah adalah transaksi habalul habalah yang pada zaman Nabi Saw umum dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Habalul habalah adalah jual beli unta yang belum ada, yaitu induk unta betina, yang apabila nanti ia melahirkan unta betina juga, maka anak dari unta betina yang dilahirkan tersebutlah yang dijadikan objek transaksi jual beli. Atau dengan kalimat singkatnya jual beli habalul habalah adalah jual beli cucu dari induk unta, yang tentu belum ada wujudnya, dan bahkan induk dari cucu unta inipun belum ada. Transaksi ini dilarang oleh syariah adalah karena : (1) 'adamul qudrah alat taslim (objek akad tidak bisa diserahterimakan) dan (2) gharar, yaitu ketidakjelasan objek akad yang ditransaksikan; karena objek yang ditransaksikan belum wujud.
2. Secara umum, gharar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berikut ;
(1) Gharar fil wujud, yaitu ketidakjelasan wujud dari objek yang ditransaksikan, antara ada atau tiada. Contohnya seperti jual beli habalul habalah di atas, atau seperti menjual ikan di dalam tambak/ kolam yg keruh yg tidak diketahui apakah ikannya ada atau tiada. Atau menjual hewan yang ada di dalam hutan, dsb.
(2) gharar fil hushul, yaitu ketidakjelasan apakah objek yg diperjualbelikan bisa didapatkan atau tidak, meskipun sekilas wujudnya terkesan ada. Seperti jual beli hewan dalam kandungan induknya, jual beli buah2an yg masih berupa bunga di pohonnya (ijon), arena kolam pemancingan dgn biaya tertentu, tanpa ditimbang hasil pancingannya, dsb.
(3) gharar fil miqdar, yaitu ketidakjelasan ukuran atau takaran, atau timbangan barang yg ditransaksikan. Seperti jual beli buah2an yg berada dalam satu pohon, tanpa ada takaran atau timbangannya, jual beli hewan kurban, tanpa klasifikasi jenis, berat serta kualitas hewan kurbannya, dsb.
(4) gharar fil ajal, yaitu ketidakjelasan waktu serahterima objek yg ditransaksikan. Seperti tidak jelasnya serahterima lemari yg dipesan, atau kendaraan yg dipesan, atau yg lainnya.
(5) gharar fis tsaman, yaitu ketidakjelasan pada harga dari objek barang yang ditransaksikan. Seperti tidak jelasnya harga rumah pada KPR dengan bunga yg fluktuatif, dsb.
3. Dalam konteks kekinian, maka segala hal yg ditransaksikan, apakah yang berbentuk diperjualbelikan, atau disewakan, atau berbentuk jasa, dan yang lainnya; yang secara substansi tidak jelas wujudnya, bentuknya, jenisnya, timbangannya, cara mendapatkannya, kualitasnya, ukurannya, harganya dan waktu setahterimanya, maka termasuk dalam kategori gharar yang dilarang oleh syariah. Maka sebaiknya segala hal tersebut perlu kita hindarkan, agar kita terhindar dari transaksi yg diharamkan...
Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.
Label: Rehad