Rehad (Renungan Hadits) 122
Praktik Jual Beli Najsyi
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli najsy. (HR. Muslim, hadits no. 2792)
Hikmah Hadits ;
1. Bahwa ada praktik jual beli yang marak dilakukan oleh masyarakat jahiliyah, dan kemudian dilarang oleh Nabi Saw, karena menimbulkan mudharat dalam iklim perekonomian dan juga karena dapat merugikan pihak lain. Praktik jual beli yang dilarang tersebut adalah praktik jual beli Najsyi.
2. Praktik jual beli najsyi (sebagana dijelaskan dalam beberapa kitab syarah hadits), adalah praktik jual beli sebagai berikut ;
(1). Praktik jual beli dimana seorang pedagang menyuruh temannya atau saudaranya untuk berpura2 menawar barang dagangannya dengan harga yang tinggi, supaya apabila ada calon pembeli yg sebenarnya datang untuk membeli barangnya, ia "tertipu" dgn harga fiktif tsb. Dalam konteks kekinian, praktik ini masih kerap terjadi di pasar2 malam, pedagang kaki lima dsb. Dalam bentuk transaksi modern, praktik spt ini juga terjadi dalam bentuk tender fiktif, dimana biasanya seluruh peserta tender adalah satu grup atau saling mengenal dan saling sepakat, dan semuanya bermufakat menawarkan barang atau jasa, dgn harga yg tinggi, namun ada salah satu peserta yg disepakati utk memberikan harga sedikit di bawah harga peserta tender lainnya, dgn maksud mengambil keuntungan yg besar dengan cara yang bathil. Praktik seperti ini adalah termasuk dalam praktik jual beli najsyi yg dilarang.
(2). Praktik penjual yg tdk "membandrol" harga barang dagangannya, dan ia menawarkannya dgn harga yg tinggi, jauh di atas harga yang sebenarnya. Seperti seorang pedagang sepatu, yg menawarkan sepatunya kpd calon pembeli dgn harga misalnya Rp 750 ribu, padahal sebenarnya sepatu tersebut harga pasarannya hanya Rp 250 ribu, dengan maksud menipu pembeli dan mengambil keuntungan secara bathil. Praktik seperti ini juga nerupakan praktik yg dilarang.
3. Praktik jual beli najsyi dilarang karena merupakan ptaktik transaksi yang menipu pembeli, sehingga pembeli membayar harga yang lebih mahal dibandingkan dengan harga yang seharusnya dan juga karena tidak adanya kesamaan informasi terkait dengan barang dan harganya ketika melakukan teansaksi sehingga salah satu pihak pasti ada yang dirugikan. Maka praktik seperti ini dilarang oleh syariah, untuk melindungi kemaslahatan umum manusia, agar kebutuhan danbhajat mereka terpenuhi dengan baik, dan agar terjalin iklim perekonomian yang adil dan sejahtera bagi semuanya...
Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag
Label: Rehad