Rehad 129. Segala Bentuk Usaha Adalah Ibadah

Rehad (Renungan Hadits) 129
Segala Bentuk Usaha Adalah Ibadah

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَة،ٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَة،ٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَة،ٌ وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه مسلم)
Dari Jabir ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang menancapkan satu tanaman, kecuali setiap (hasil) tanaman yang dimakannya akan bernilai sedekah baginya; apa yang dicuri orang darinya menjadi sedekah baginya; apa yang dimakan binatang liar menjadi sedekah baginya; apa yang dimakan burung menjadi sedekah baginya; dan juga tidaklah seseorang mengambil darinya, melainkan akan menjadi sedekah bagi dirinya." (HR. Muslim, hadits no. 2900)

Hikmah Hadits ;
1. Keutamaan berusaha dan bekerja dalam rangka memenuhi nafkah diri dan keluarga. Bahwa setiap usaha yang dilakukannya akan bernilai ibadah di mata Allah Swt. Jika ia seorang petani, maka setiap tanaman atau bibit atau biji yang ditanamnya akan terhitung sebagai amal perbuatan yang memiliki nilai ibadah yang mulia (baca ; sedekah) sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas.
2. Ulama berbeda pendapat terkait usaha apakah yang paling mulia di mata Allah Swt. (1) Sebagian berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling mulia dengan dasar hadits di atas ditambah lagi bahwa petani benar2 mengharapkan hasil pertaniannya dari Allah Swt karena Allah lah yang menumbuhkan dan memberikan buah2an tsb. (2). Sebagian lainnya mengatakan bahwa berdagang merupakan bentuk yang paling mulia, lantaran Nabi Saw dahulunya adalah seorang pedagang, dan banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang memberikan permisalahan hubungan seorang hamba dengan Allah Swt sebagai hubungan tijarah (perdagangan).
3. Namun sesungguhnya dalam Islam, segala bentuk usaha, apakah pertanian, perdagangan, pegawai, profesional, atau apapun selama niatnya ikhlas karena Allah Swt, pekerjaan dan usaha yang dilakukannya halal tidak bertentangan dengan prinsip2 syariah, jujur dan amanah, serta menjaga akhlak dan etika bekerja sebagai seorang muslim/ah. Maka betapa bahagianya seorang muslim, karena setiap pekerjaannya mengantarkannya pada dua benefit dan kebaikan ; benefit duniawi dengan gaji, tunjangan, bonus dan faslitas yg ia dapatkan dan benefit ukhrawi dengan pahala dan ampunan dosa dari pekerjaannya. Nabi Saw bersabda, "Barang siapa yang di sore hari duduk melepaskan lelah dari pekerjaan yang dilakukan oleh kedua tangannya, maka ia dapatkan aore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah Swt." (HR. Thabrani)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 128. Tipu Menipu Dalam Jual Beli

Rehad (Renungan Hadits) 128
Tipu Menipu Dalam Jual Beli

عَنْ بْن عُمَرَ يَقُولُ ذَكَرَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوع،ِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَة،َ فَكَانَ إِذَا بَايَعَ يَقُولُ لَا خِيَابَةَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, Ada seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa dirinya telah ditipu dalam dalam jual beli. Maka Nabi Saw bersabda, Jika kalian jual beli, maka katakanlah kepada penjual, Jangan ada tipu menipu. Maka setelah itu, apabila orang tersebut melakukan jual beli, ia selalu mengatakan, Jangan ada tipu menipu. (HR. Muslim, hadits no. 2826)

Hikmah Hadits ;
1. Orientasi manusia dalam melakukan transaksi jual beli umumnya adalah mencari keuntungan. Dan terkadang untuk mengejar keuntungan duniawi, tidak jarang manusia gelap mata sehingga tega melakukan tipu menipu, termasuk yang dialami oleh seorang sahabat ketika ia tertipu dalam jual beli, yang kemudian ia mengadu kepada Rasulullah Saw sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, lalu Nabi Saw menasehatinya agar jika ia bertransaksi hendaknya ia mengatakan kepada penjual, 'Jangan ada tipu menipu'.
2. Tipu menipu dalam transaksi umumnya dapat terjadi pada beberapa hal ;
#1. Pada kualitas barang, yaitu seperti menjual barang kualitas rendah dengan iklan dan promosi bahwa barang tsb berkualitas tinggi, atau juga seperti menyembunyikan cacat barang yg diperjualbelikan, dsb.
#2. Pada kuantitas barang, yaitu dengan mengurangi takaran dan timbangan barang yg diperjualbelikan, sehingga merugikan pembeli.
#3. Pada harga barang, yaitu dengan meninggikan harga barang jauh di atas harga pasaran, atau seperti memberikan diskon besar, padahal harganya sudah ditinggikan terlebih dahulu supaya mengelabui pembeli.
#4. Pada proses jual beli, seperti menjebak calon pembeli yang semula tidak ingin membeli, hingga akhirnya 'terpaksa' membeli barang tersebut, atau seperti jual beli barang fiktif (bodong), jual beli barang sengketa, dsb yg mengakibatkan pembeli tdk bisa menguasai barang tersebut..
3. Bahwa menipu dalam jual beli, hukumnya adalah haram dan pelakunya berdosa serta tentu menghilangkan keberkahan dalam jual belinya. Bahkan dalam sebuah hadits diriwayatkan ketika melewati pedagang makanan, Nabi Saw memasukkan tangan beliau ke tumpukan makanan yg dijual oleh pedagang, namun beliau mendapati tangan beliau basah di dalam, padahal di permukaan makanan tsb kering. Lalu Nabi Saw bersabda kepada pedagang tsb, 'Apa ini wahai pedagang?  Sesungguhnya orang yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.' (HR. Muslim)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 127. Promosi dan Jual Beli Di Dalam Masjid

Renungan Hadits 127
Promosi dan Jual Beli Di Dalam Masjid

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِد،ِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَك (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Jika kalian melihat orang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah; Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu." (HR. Tirmidzi, hadits no. 1242)

Hikmah Hadits
1. Bahwa pada dasarnya, jual beli merupakan muamalah yang mubah dan halal, bahkan kehalalannya diredaksikan dalam Al-Qur'an; "..dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.."(QS. Al-Baqarah : 275).. Namun dalam jual beli, terdapat hukum dan aturan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap muslim. Dan diantara aturan tersebut adalah larangan jual beli di dalam masjid, sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas.
2. Berdasarkan hadits-hadits di atas, jumhur ulama mengatakan, bahwa hukum jual beli di dalam masjid adalah haram. Jika dilakukan, maka pelakunya dan orang yang terlibat di dalamnya berdosa. Karena masjid merupakan tempat yang suci dan digunakan untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka tidak patut mencari keuntungan duniawi atau mengejar materi di dalam masjid. Keharaman jual beli di dalam masjid termasuk juga pada keharaman melakukan proses promosinya. Karena promosi merupakan bagian dari proses jual beli.
3. Terkadang terdapat beberapa kasus yang terjadi dan sebenarnya tidak boleh dilakukan di dalam masjid, diantaranya adalah sbb ;
#1. Menjual buku dengan cover bedah buku di dalam masjid. Lalu terdapat ajakan utk membeli buku tsb dgn menyebutkan harga bukunya. Bedah buku di Masjid pada dasarnya boleh, namun menawarkan dan mempromosikannya yg tdk boleh.
#2. Ceramah ttg fiqh qurban di dalam masjid, disertai dgn tips dan tatacara memilih hewan kurban yg syar'i, lalu disertai dgn promosi jualan hewan qurban di dalam masjid, karena mungkin penceramahnya adalah pedagang hewan kurban. Ceramah ttg cara memilih hewan kurban tentu boleh, menawarkan dan mempromosikannya yg tidak boleh.
#3. Ceramah ekonomi syariah di dalam masjid, lalu si penceramah menawarkan "produk2 perusahaannya" kepada para jamaah di dalam masjid. Ceramah ekonomi syariahnya boleh, namun menawarkan produk perusahaannya yg tidak boleh.
#4. Ceramah ttg manasik haji dan umrah di dalam masjid, namun disertai dengan ajakan kepada jamaah masjid utk ikut haji atau umrah bersamanya dengan paket dan harga sekian. Ceramah ttg manasik haji dan umrah di masjid tentu boleh, namun menawarkan paket haji umrahnya yg tidak boleh.
4. Selain hal2 di atas tentu masih banyak bentuk2 lainnya yg terkadang tanpa sadar kita lakukan  di dalam masjid, yang hendaknya kita hindarkan sebisa mungkin. Jika tidak maka bisa jadi kita berdosa krn melanggar larangan Allah Swt, bahkan Nabi Saw bersabda, semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perdaganganmu." Na"udzu billahi min dzalik.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 128. Tipu Menipu Dalam Jual Beli

Rehad (Renungan Hadits) 128
Tipu Menipu Dalam Jual Beli

عَنْ بْن عُمَرَ يَقُولُ ذَكَرَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوع،ِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَة،َ فَكَانَ إِذَا بَايَعَ يَقُولُ لَا خِيَابَةَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra berkata, Ada seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa dirinya telah ditipu dalam dalam jual beli. Maka Nabi Saw bersabda, Jika kalian jual beli, maka katakanlah kepada penjual, Jangan ada tipu menipu. Maka setelah itu, apabila orang tersebut melakukan jual beli, ia selalu mengatakan, Jangan ada tipu menipu. (HR. Muslim, hadits no. 2826)

Hikmah Hadits ;
1. Orientasi manusia dalam melakukan transaksi jual beli umumnya adalah mencari keuntungan. Dan terkadang untuk mengejar keuntungan duniawi, tidak jarang manusia gelap mata sehingga tega melakukan tipu menipu, termasuk yang dialami oleh seorang sahabat ketika ia tertipu dalam jual beli, yang kemudian ia mengadu kepada Rasulullah Saw sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, lalu Nabi Saw menasehatinya agar jika ia bertransaksi hendaknya ia mengatakan kepada penjual, 'Jangan ada tipu menipu'.
2. Tipu menipu dalam transaksi umumnya dapat terjadi pada beberapa hal ;
#1. Pada kualitas barang, yaitu seperti menjual barang kualitas rendah dengan iklan dan promosi bahwa barang tsb berkualitas tinggi, atau juga seperti menyembunyikan cacat barang yg diperjualbelikan, dsb.
#2. Pada kuantitas barang, yaitu dengan mengurangi takaran dan timbangan barang yg diperjualbelikan, sehingga merugikan pembeli.
#3. Pada harga barang, yaitu dengan meninggikan harga barang jauh di atas harga pasaran, atau seperti memberikan diskon besar, padahal harganya sudah ditinggikan terlebih dahulu supaya mengelabui pembeli.
#4. Pada proses jual beli, seperti menjebak calon pembeli yang semula tidak ingin membeli, hingga akhirnya 'terpaksa' membeli barang tersebut, atau seperti jual beli barang fiktif (bodong), jual beli barang sengketa, dsb yg mengakibatkan pembeli tdk bisa menguasai barang tersebut..
3. Bahwa menipu dalam jual beli, hukumnya adalah haram dan pelakunya berdosa serta tentu menghilangkan keberkahan dalam jual belinya. Bahkan dalam sebuah hadits diriwayatkan ketika melewati pedagang makanan, Nabi Saw memasukkan tangan beliau ke tumpukan makanan yg dijual oleh pedagang, namun beliau mendapati tangan beliau basah di dalam, padahal di permukaan makanan tsb kering. Lalu Nabi Saw bersabda kepada pedagang tsb, 'Apa ini wahai pedagang?  Sesungguhnya orang yang berbuat curang kepada kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.' (HR. Muslim)

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 126. Khiyar Dalam Jual Beli

Rehad (Renungan Hadits) 126
Khiyar Dalam Jual Beli

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه مسلم)
Dari Hakim bin Hizam ra, bahwa Nabi Saw, bersabda: "Dua orang yang melakukan transaksi jual beli berhak mrlakukan khiyar (memilih) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, (transparan) maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual belinya. Namun jika keduanya berdusta dan menyembunyikan (cacat objek jual belinya), maka akan dicabut keberkahan jual beli antara keduanya." (HR. Muslim, hadits no. 2825)

Hikmah Hadits ;
1. Dalam jual beli, ada hak untuk melakukan khiyar. Khiyar adalah hak yang dimiliki penjual dan pembeli, untuk memilih antara meneruskan atau membatalkannya jual belinya, selagi keduanya belum berpisah dari majlis jual beli tsb. Khiyar ditetapkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam jual beli tsb tercapai dengan sebaik-baiknnya. Tujuannya adalah agar keduanya dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi penyesalan di kemudian hari karena merasa tertipu, dirugikan, dsb. Diantara bentuk2 khiyar adalah sbb ;
#1. Khiyar Majlis, yaitu hak untuk meneruskan atau membatalkan jual beli selama penjual dan pembeli belum berpisah atau keduanya masih berada di tempat transaksi.
#2. Khiyar Syarat, yaitu hak untuk meneruskan atau membatalkan transaksi jual beli, selama jangka waktu tertentu (utk menimbang2, atau bermusyawarah terlebih dahulu dgn keluarga, dsb) yang disepakati oleh kedua belah pihak.
#3. Khiyar Aib (Cacat), yaitu hak untuk meneruskan atau membatalkan transaksi jual beli, terkait dengan ada atau tiadanya cacat pada objek barang diperjualbelikan.
#4. Khiyar Ru'yah, yaitu hak bagi pembeli untuk meneruskan atau membatalkan jual beli yang ia lakukan tehadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung, pada saat ia melihatnya nanti.
2. Dalam transaksi kontemporer misalnya dalam asuransi syariah, ditetapkan adanya free look period, yaitu masa tertentu (umumnya 14 hari), dimana peserta dapat membatalkan atau meneruskan polis asuransinya, setelah ia membaca dan memahami dengan seksama syarat-syarat dan ketentuan dalam yang terdapat di dalam polis. Skema seperti ini adalah salah satu bentuk khiyar sebagaimana dalam hadits Nabi Saw di atas.
3. Pentingnya melakukan suatu transaksi secara jujur dan transparan. Karena suatu transaksi apabila dilakukan secara jujur dan transparan, maka akan mendatangkan keberkahan. Sebaliknya, jika dilakukan secara dusta dan menyembunyikan cacat objek yg ditransaksikan, maka Allah Swt akan mencabut keberkahan dari transaksi tersebut.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 125
Ketika Para Pengkhianat Justru Diberi Amanat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَة،ٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِق،ُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَة،ُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَة؟ُ قَالَ السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penipuan, dimana orang yang berdusta dipercaya sedangkan orang yang jujur justru didustakan. Orang yang berkhianat diberi amanah, sebaliknya orang yang amanah malah dikhianati. Dan di dalamnya juga terdapat Ar-Ruwaibidlah." Ditanyakan kepada beliau, "Apa itu Ar-Ruwaibidlah?" Beliau bersabda: "Yaitu orang bodoh yang berbicara dalam urusan manusia." (HR. Ahmad, hadits no. 7571)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa waktu dan zaman selalu berjalan dan berputar melintasi porosnya. Dan dalam setiap lintasan waktu dan zaman tersebut, akan ada tabiat dan karakteristiknya baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Dan demikianlah Nabi Saw dalam hadits di atas menggambarkan tentang akan munculnya suatu masa yang demikian berat dan kelam bagi umat Islam, karena di masa tersebut beragam keburukan terjadi dalam satu waktu, yaitu ;
(1) Munculnya "Sinuuna Khada'ah" yaitu tahun-tahun dimana terjadi banyak sekali kebohongan-kebohongan (penipuan). Dan dalam konteks hadits di atas, maknanya adalah maraknya pemimpin yang melakukan penipuan dan kebohongan kepada rakyatnya, umumnya dengan menampilkan segala kebaikan, atau bisa juga berupa keburukan yang ditampilkan dan dikemas seolah-olah merupakan kebaikan. Bahasa sederhananya adalah melakukan "pencitraan" agar terkesan seolah-olah ia adalah pemimpin yang baik.
(2) Yushaddaqu fiha al-kadzib wa yukaddzabu fiha as-shadiq, yaitu pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan (dianggap pendusta). Artinya bahwa di masa tersebut terjadi pemutarbalikan opini, dimana yang benar dianggap salah dan yang salah justru dibenarkan. Dan dalam memutarbalikkam opini tentu cara yang dilakukan adalah penguasaan terhadap sumber-sumber pemberi informasi, supaya bisa memberikan informasi yang dusta.
(3) Yu'tamanu fiha al-kha'in wayukhawwanu fiha al-amiin, yaitu pengkhianat diberi amanat, sebaliknya orang yang amanah malah dikhianati. Inilah fenomena yang terjadi sekarang ini, dimana sudah jelas2 ada seseorang yang mengkhianati kelompoknya sendiri, loncat sana loncat sini, menggkhianati lagi sekutunya yg lain, bahkan juga mengkhianati teman2nya sendiri, namun justru yang terjadi  mendapatkam mandat untuk dapat memagang jabatan dan amanat.
(4) Munculnya Ar-Ruwaibidhah, yaitu assafiih (orang bodoh) yang berbicara (mengatur) urusan manusia. Kata As-Safiih umumnya menggambarkan orang yang bukan hanya bodoh, namun maknanya bisa lebih luas mencakup orang yang karena kebodohannya membuat dirinya sombong, arogan, kasar dan tidak berakhlak. Atau bisa juga bermakna orang bodoh yang memimpin rakyat, yang akan semakin menyengsarakan rakyat dan umat.
2. Rasanya segala ciri2 yang digambarkan Nabi Saw dalam hadits di atas telah muncul di zaman sekarang ini. Namun sebagai orang yang beriman, kita tidak boleh berputus asa, karena rahmat Allah Swt sangatlah luas dan Allah pasti akan memberikan jalan kemenangan bagi para hamba-Nya. Adapun buruknya keadaan adalah ibarat gelapnya malam. Dan andaipun sekarang ini kondiainya adalah ibarat gelapnya malam, namun bukankah gelapnya malam adalah pertanda bahwa "fajar" akan segera datang?

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 124. Larangan Mencegat Kafilah Dagang

Rehad (Renungan Hadits) 124
Larangan Mencegat Kafilah Dagang

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُتَلَقَّى الرُّكْبَان،ُ وَأَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah Saw melarang mencegat kafilah dagang (sebelum sampai ke pasar), dan beliau juga melarang orang kota menjual barang kepada orang desa." (HR. Muslim, hadits no. 2798)

Hikmah Hadits ;
1. Diantara larangan dari Nabi Saw terkait dengan aktivitas jual beli dan perdagangan adalah larangan mencegat kafilah dagang.  Mencegat kafilah dagang adalah mencegat kafilah atau rombongan pedagang yang umumnya mereka dari luar kota atau luar daerah, baik dari dusun lain maupun dari kota/daerah lain yang ingin berdagang ke suatu pasar di daerah tertentu, dan umumnya mereka belum mengetahui harga pasaran terhadap barang yang akan mereka perjualbelikan, lalu barang mereka dibeli di tengah jalan dengan harga jauh di bawah harga pasar, lantaran mereka belum mengetahui harga pasaran.
2. Praktik seperti ini dilarang oleh Nabi Saw lantaran tidak seimbangnya informasi harga pasaran antara pembeli dan pedagang. Dalam kasus ini pembeli sangat mengetahui harga pasaran, sementara pedagang tidak mengetahuinya sama sekali, karena umumnya berasal dari luar daerah. Sehingga pedagang sangat potensial mendapatkan informasi sepihak dari para pembeli di tengah jalan yang cenderung merugikan para pedagang. Atau dengan bahasa lain, pembeli di tengah jalan bisa memberikan informasi palsu terkait barang dagangannya sehingga ia dapat membeli barang dengan harga sangat rendah yang tentunya menguntungkan dirinya dan merugikan para pedagang. Oleh karenanya, praktik ini dilarang oleh syariah.
3. Bentuk lain dari praktik seperti ini adalah seperti para tengkulak yang langsung mencegat atau membeli hasil pertanian ke para petani yang berada jauh di pedesaan atau di pedalaman, yang umumnya mereka tidak punya pilihan lain selain menjualnya ke para tengkulak dengan harga sangat murah jauh di bawah harga pasaran, sehingga mereka menjadi rugi dan menguntungkan para tengkulak. Tentu praktik seperti ini dilarang, dimana yang berdosa adalah yang mengambil keuntungan besar, terlebih disertai unsur tipuan dalam informasi harga. Maka oleh karenanya, syariah melarangnya, agar terjalin keselarasan dalam muamalah. Subhanallah.. betapa indahnya ajaran syariah terkait dengan transaksi dan muamalah. Maka, mari bersama kita bermuamalah sesuai syariah, agar Allah Swt memberikan keberkahan pada bangsa dan negri ini.... Amiiin Ya Rabbal Alamiiin..

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 123
Larangan Orang Kota Menjual Barang Kepada Orang Desa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi Saw, bahwasanya beliau bersabda: "Janganlah orang kota menjual barang dagangan kepada orang desa." (HR. Muslim, hadits no. 2797)

Hikmah Hadits ;
1. Dalam jual beli, disyaratkan adanya unsur "an taradhin" yaitu saling ridha antara penjual dan pembeli terkait dengan objek barang yang ditransaksikannya, termasuk di dalamnya kesepakatan harga barang tersebut. Dan terkait dengan "an taradhin" disyaratkan pula adanya kesamaan persepsi dan pengetahuan terkait dengan harga barang tersebut di pasaran. Apabila terjadi salah satu pihak mengetahui harga pasaran sementara pihak lainnya sama sekali tidak mengetahuinya, maka akan menimbulkan tadlis ( unknown to one party) yang sangat rentan terjadinya penipuan harga yg dapat merugikan salah satu pihak.
2. Maka oleh karenanya, Nabi Saw melarang praktik orang kota menjual barang kepada orang desa, dalam konteks umumnya orang desa "buta" terhadap kualitas dan harga barang tertentu, sebaliknya orang kota sangat menguasai dan mengetahuinya. Kondisi seperti ini berpotensi terjadinya manipulasi atau markup harga berlebihan yg merugikan orang desa. Namun, dalam hal orang desa mengetahui dengan baik harga pasaran barang yg ditransaksikan atau dengan kata lain adanya kesamaan pengetahuan terkait harga dan objek barangnya, maka jual beli otang kota dengan orang desa, boleh saja dilakukan. Karena illat (musabab) pelarangannya sudah tidak ada.
3. Dalam konteks pasar bebas berskala global atau regional seperti MEA, hadits ini menggambarkan pentingnya "memproteksi" kepentingan orang yg skala pengetahuan, teknologi, penguasaan pasar dan permodalannya masih lemah, sebagaimana lemahnya orang desa dalam hadits di atas, di hadapan gelombang besar serbuan pasar bebas dari negri2 industri besar dan kuat serta memiliki permodalan yg kokoh (dalam konteks hadits di atas disebut orang kota). Karena jika tidak, sudah pasti pemain besar yang kuat akan semakin menggurita "memakan" pemain lemah yang tidak berdaya. Subhanallah, ternyata kebijakan ekonomi dalam skala luas telah tergambarkan dari hadits yang singkat ini. Dan mengamalkan hadits ini insya Allah akan memberikan manfaat dan keberkahan dari aspek kesejahteraan umat dalam skala yg lebih luas, disamping juga mendapatkan pahala mengamalkan sunnah.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag

Rehad 122. Praktik Jual Beli Najsyi

Rehad (Renungan Hadits) 122
Praktik Jual Beli Najsyi

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli najsy. (HR. Muslim, hadits no. 2792)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa ada praktik jual beli yang marak dilakukan oleh masyarakat jahiliyah, dan kemudian dilarang oleh Nabi Saw, karena menimbulkan mudharat dalam iklim perekonomian dan juga karena dapat merugikan pihak lain. Praktik jual beli yang dilarang tersebut adalah praktik jual beli Najsyi.
2. Praktik jual beli najsyi (sebagana dijelaskan dalam beberapa kitab syarah hadits), adalah praktik jual beli sebagai berikut ;
(1). Praktik jual beli dimana seorang pedagang menyuruh temannya atau saudaranya untuk berpura2 menawar barang dagangannya dengan harga yang tinggi, supaya apabila ada calon pembeli yg sebenarnya datang untuk membeli barangnya, ia "tertipu" dgn harga fiktif tsb. Dalam konteks kekinian, praktik ini masih kerap terjadi di pasar2 malam, pedagang kaki lima dsb. Dalam bentuk transaksi modern, praktik spt ini juga terjadi dalam bentuk tender fiktif, dimana biasanya seluruh peserta tender adalah satu grup atau saling mengenal dan saling sepakat, dan semuanya bermufakat menawarkan barang atau jasa, dgn harga yg tinggi, namun ada salah satu peserta yg disepakati utk memberikan harga sedikit di bawah harga peserta tender lainnya, dgn maksud mengambil keuntungan yg besar dengan cara yang bathil. Praktik seperti ini adalah termasuk dalam praktik jual beli najsyi yg dilarang.
(2). Praktik penjual yg tdk "membandrol" harga barang dagangannya, dan ia menawarkannya dgn harga yg tinggi, jauh di atas harga yang sebenarnya. Seperti seorang pedagang sepatu, yg menawarkan sepatunya kpd calon pembeli dgn harga misalnya Rp 750 ribu, padahal sebenarnya sepatu tersebut harga pasarannya hanya Rp  250 ribu, dengan maksud menipu pembeli dan mengambil keuntungan secara bathil. Praktik seperti ini juga nerupakan praktik yg dilarang.
3. Praktik jual beli najsyi dilarang karena merupakan ptaktik transaksi yang menipu pembeli, sehingga pembeli membayar harga yang lebih mahal dibandingkan dengan harga yang seharusnya dan juga karena tidak adanya kesamaan informasi terkait dengan barang dan harganya ketika melakukan teansaksi sehingga salah satu pihak pasti ada yang dirugikan. Maka praktik seperti ini dilarang oleh syariah, untuk melindungi kemaslahatan umum manusia, agar kebutuhan danbhajat mereka terpenuhi dengan baik, dan agar terjalin iklim perekonomian yang adil dan sejahtera bagi semuanya...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 121
Larangan Jual Beli Habalil Habalah (Gharar fil Wujud)

 عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَتَبَايَعُونَ لَحْمَ الْجَزُورِ إِلَى حَبَلِ الْحَبَلَة،ِ وَحَبَلُ الْحَبَلَةِ أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ ثُمَّ تَحْمِلَ الَّتِي نُتِجَت،ْ فَنَهَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar ra, berkata; "Dahulu masyarakat Jahiliyah terbiasa melakukan jual beli daging unta dengan cara habalul habalah. Maksud habalul habalah adalah seekor unta betina melahirkan unta betina lagi, kemudian unta betina tersebut mengandung (janin yang dikandung tersebutlah yang dijadikan transaksi), maka Rasulullah Saw melarang mereka jual beli seperti itu." (HR. Muslim, hadits no. 2785)

Hikmah Hadits ;
1. Diantara bentuk transaksi yang dilarang syariah adalah transaksi habalul habalah yang pada zaman Nabi Saw umum dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Habalul habalah adalah jual beli unta yang belum ada, yaitu induk unta betina, yang apabila nanti ia melahirkan unta betina juga, maka anak dari unta betina yang dilahirkan tersebutlah yang dijadikan objek transaksi jual beli. Atau dengan kalimat singkatnya jual beli habalul habalah adalah jual beli cucu dari induk unta, yang tentu belum ada wujudnya, dan bahkan induk dari cucu unta inipun belum ada. Transaksi ini dilarang oleh syariah adalah karena : (1) 'adamul qudrah alat taslim (objek akad tidak bisa diserahterimakan) dan (2) gharar, yaitu ketidakjelasan objek akad yang ditransaksikan; karena objek yang ditransaksikan belum wujud.
2. Secara umum, gharar dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berikut ;
(1) Gharar fil wujud, yaitu ketidakjelasan wujud dari objek yang ditransaksikan, antara ada atau tiada. Contohnya seperti jual beli habalul habalah di atas, atau seperti menjual ikan di dalam tambak/ kolam yg keruh yg tidak diketahui apakah ikannya ada atau tiada. Atau menjual hewan yang ada di dalam hutan, dsb.
(2) gharar fil hushul, yaitu ketidakjelasan apakah objek yg diperjualbelikan bisa didapatkan atau tidak, meskipun sekilas wujudnya terkesan ada. Seperti jual beli hewan dalam kandungan induknya, jual beli  buah2an yg masih berupa bunga di pohonnya (ijon), arena kolam pemancingan dgn biaya tertentu, tanpa ditimbang hasil pancingannya, dsb.
(3) gharar fil miqdar, yaitu ketidakjelasan ukuran atau takaran, atau timbangan barang yg ditransaksikan. Seperti jual beli buah2an yg berada dalam satu pohon, tanpa ada takaran atau timbangannya, jual beli hewan kurban, tanpa klasifikasi jenis, berat serta kualitas hewan kurbannya, dsb.
(4) gharar fil ajal, yaitu ketidakjelasan waktu serahterima objek yg ditransaksikan. Seperti tidak jelasnya serahterima lemari yg dipesan, atau kendaraan yg dipesan, atau yg lainnya.
(5) gharar fis tsaman, yaitu ketidakjelasan pada harga dari objek barang yang ditransaksikan. Seperti tidak jelasnya harga rumah pada KPR dengan bunga yg fluktuatif, dsb.
3. Dalam konteks kekinian, maka segala hal yg ditransaksikan, apakah yang berbentuk diperjualbelikan, atau disewakan, atau berbentuk jasa, dan yang lainnya; yang secara substansi tidak jelas wujudnya, bentuknya, jenisnya, timbangannya, cara mendapatkannya, kualitasnya, ukurannya, harganya dan waktu setahterimanya, maka termasuk dalam kategori gharar yang dilarang oleh syariah. Maka sebaiknya segala hal tersebut perlu kita hindarkan, agar kita terhindar dari transaksi yg diharamkan...

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.

Rehad 120. Larangan Jual Beli Gharar

Rehad (Renungan Hadits) 120
Larangan Jual Beli Gharar

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah Saw melarang jual beli hashah (yaitu: jual beli dengan cara melempar batu) dan beliau juga melarang jual beli gharar." (HR. Muslim, hadits no. 2783)

Hikmah Hadits ;
1. Ada beberapa jenis jual beli yang dilarang dalam syariah, diantaranya adalah jual beli hashah dan jual beli gharar, sebagaimana digambarkan dalam hadits di atas, yaitu;
#1. Jual beli hashah adalah jual beli dimana media untuk memilih objek jual belinya adalah dengan lemparan batu, baik untuk menentukan jenisnya maupun ukurannya. Misalnya dalam membeli baju, diantara baju yang didisplay oleh penjual dgn harga tertentu. Baju mana saja terkena oleh lemparannya, itulah yang akan didapatkannya. Atau seperti jual beli tanah, penjual mengatakan, aku jual tanah ini dengan harga sekian, dengan ukuran sejauh batu yang anda lemparkan. Jual beli seperti ini adalah jual beli yang terlarang, karena ketidakjelasan objek akadnya, baik jenis maupun ukurannya.
#2. Sedangkan gharar, secara bahasa adalah ketidakjelasan. Secara umum  gharar adalah ketidakjelasan terhadap apa yang ditransaksikan; baik pada objeknya, maupun pada harganya. (1) Gharar pada objeknya adalah seperti seperti ketidakjelasan keberadaan objek akad, apakah ada atau tidak ada, misalnya jual beli ikan di dalam kolam air yang keruh, jual beli hewan dalam kandungan induknya, atau jual beli barang lelang dalam gudang, tanpa melihat jenis dan bentuknya terlebih dahulu, dsb. (2) Sedangkan gharar pada harganya adalah seperti kredit rumah via KPR konvensional, dimana bunganya naik turun mengikuti suku bunga yg berlaku, sehingga menyebabkan total harga rumah tsb menjadi tidak jelas, dsb.
2. Dalam transaksi kontemporer terdapat beberapa hal yg sama substansinya spt jual beli hashah dan gharar. Seperti arena permainan anak di beberapa mall, yang dengan nominal tertentu bisa mendapatkan reward poin tiket yg berbeda, tergantung sejauh mana kelihaian pemain dalam mengenai sasarannya. Hal ini sama persis dengan bai' al-hashah. Atau juga seperti jual beli mobil bekas tanpa melihatnya terlebih dahulu, atau membeli hewan kurban, tanpa tahu bagaimana hewannya, beratnya, jenisnya, dsb, atau seperti jual beli ijon yg tidak jelas ukuran dan takarannya, dsb, yang secara substansinya itu semua masuk dalam kategori jual beli gharar yang dilarang.
Midah2an kita semua dihindarkan dari berbagai macam transaksi yang dilarang dan diberikan jalan keberkahan dalam rizki kita semua.... Amiiin

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 119
Larangan Jual Beli Mulamasah & Munabadzah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ نُهِيَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ الْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ أَمَّا الْمُلَامَسَةُ فَأَنْ يَلْمِسَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ثَوْبَ صَاحِبِهِ بِغَيْرِ تَأَمُّلٍ وَالْمُنَابَذَةُ أَنْ يَنْبِذَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ثَوْبَهُ إِلَى الْآخَرِ وَلَمْ يَنْظُرْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا إِلَى ثَوْبِ صَاحِبِهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata; "Bahwasanya ada dua jenis jual beli yang dilarang, yaitu jual beli Mulamasah dan jual beli Munabadzah. Jual beli Mulamasah adalah seseorang (calon pembeli) menyentuh pakaian (yang akan dibelinya)  tanpa melihatnya terlebih dahulu. Sedangkan jual beli Munabadzah adalah salah seorang melempar pakaian ke orang lain (calon pembeli) dengan maksud menjual, sedangkan temannya tidak perlu melihat pakaian tersebut." (HR. Muslim)

Hikmah Hadits ;
1. Jual beli merupakan salah satu usaha yang mubah, halal dan berkah. Bahkan dalam hadits riwayat lainnya disabdakan oleh Nabi Saw bahwa jual beli merupakan salah satu bentuk usaha yang terbaik, yaitu dalam riwayat berikut :'Dari Wa'il dari Jumai' bin 'Umair, bahwa Nabi Saw ditanya tentang usaha yang paling baik. Maka beliau bersabda: "Sebaik-baik usaha adalah jual beli yang mabrur dan usaha yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri." (HR. Ahmad, hadits no. 15276)
2. Bahwa untuk mendapatkan keutamaan usaha jual beli sebagaimana digambarkan di atas (yaitu jual beli yg mabrur), ada rukun yang harus dipenuhi, yaitu ;
(1) Adanya dua pihak yang melakukan jual beli (pihak penjual dan pembeli). Dan disyaratkan, keduanya harus memiliki ahliyah (kecakapan untuk melakukan transaksi jual beli) dan walayah (kuasa untuk bertansaksi jual beli).
(2) Adanya objek akad jual beli, yaitu barang yang diperjualbelikan. Disyaratkan barang tersebut merupakan barang yg halal, dapat diserahterimakan, jelas jenisnya, bentuknya, ukurannya, takarannya dsb (tidak gharar).
(3) adanya shigat ijab dan qabul, yaitu ungkapan dari penjual dan pembeli yang menunjukkan keridhaan keduanya dalam akad jual beli tersebut.
3. Maka apabila salah satu persyaratan dalam jual beli tidak terpenuhi, misalnya ada unsur ghararnya (ketidakjelasan objek akad yg ditransaksikan) seperti yg dilakukan masyarakat jahiliyah di zaman Nabi Saw, yaitu bai' mulamasah (membeli pakaian dgn menyentuhnya saja, tanpa boleh melihatnya) atau bai' munabadzah (jual beli dengan cara si penjual melemparkan pakaian yg dijualnya kepada calon pembeli, tanpa melihatnya terlebih dahulu). Praktik jual beli seperti ini masuk dalam kategori jual beli gharar (tidak jelas bentuk, ukuran, atau jenis objeknya) yg dilarang, yg tidak boleh dilakukan dan tentunya jauh dari aspek kemabruran. Maka segala bentuk jual beli yg mengandung aspek gharar, apapun bentuk dan jenisnya adalah tidak boleh dilakukan, seperti jual beli ijon, jual beli hewan tanpa kriteria tertentu (tanpa mengklasifikasikan berdasarkan jenis dan ukurannya), jual jasa perjalanan tertentu tanpa menjelaskan kriteria akomodasinya, jual beli barang dalam karung tanpa melihatnya, dsb.
Mudah2an kita dihindarkan dari ptaktik jual beli yg dilarang, dan diberikan jalan oleh Allah Swt untuk mendapatkan rizki dari hasil yang halal, berkah dan mabrur.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 118
Ketika Bahtera Berlayar Membelah Samudra Dengan Tujuan Yang Berbeda

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah seorang mu'min (suami) membenci istrinya wanita mu'minah, karena jika dia membenci salah satu perangainya, maka niscaya dia akan ridha dengan perangainya yang lain." (HR. Muslim, hadits no 2672)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa pondasi dasar dalam berumah tangga adalah iman kepada Allah Swt dalam rangka untuk merealisasikan ibadah kepada-Nya. Oleh karenanya segala sikap perbuatan dan kebiasaan dalam rumah tangga, haruslah dibangun sekaligus mencerminkan nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt.
2. Maka konsekwensinya; bahwa kacamata dalam memandang pasangan hidup adalah berangkat dari nilai iman, yaitu diantaranya meningkatkan ibadah dan amal shaleh dalan rumah tangga, dan jangan melihat hanya satu sisi kekurangannya saja. Terlebih jika kekurangannya tersebut berpotensi menjadi akar permasalahan yang lebih besar dan menjadi konflik berkepanjangan. Karena tiada seorang manusia pun di muka bumi yang sempurna dalam segalanya, dan semua pasti memiliki kekurangan dan kealpaan. Lagi pula, bisa jadi jika di satu sisi ia memiliki satu kekurangan yang tidak disukainya, maka  insya Allah di sisi lainnya Allah memberikannya kelebihan yang bisa jadi dapat meridhakan hatinya.
3. Kecuali apabila sesuatu yang tidak disukainya adalah prinsip dasar dalam ber-Islam, seperti meninggalkan kewajiban dasar sebagai seorang muslim/ah, melakukan perbuatan maksiat berat, tidak memenuhi kewajiban (baik sebagai suami maupun sebagai istri), ingkar kepada Allah Swt dan Hari Akhir, atau bahkan juga melakukan perbuatan syrik dengan menyekutukan Allah Swt, maka jika demikian adanya, tentu masalahnya akan menjadi berbeda. Karena tidak mungkin sebuah bahtera, berlayar membelah samudra dengan tujuan dasar yang berbeda.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad 117. Berbuat Ihsan Terhadap Kaum Hawa

Renungan Hadits 117
Berbuat Ihsan Terhadap Kaum Hawa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ أَوْ لِيَسْكُت،ْ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاه،ُ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَه،ُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Saw beliau bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, kemudian dia menyaksikan suatu peristiwa, maka hendaklah dia berbicara yang baik atau hendaklah ia diam. Dan aku berwasiat untuk berbuat baik kepada wanita. Karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Jika kamu memaksa untuk meluruskannya, niscaya akan patah, namun jika kamu membiarkannya, dia akan senantiasa bengkok. Maka aku berwasiat untuk berbuat baik terhadap kaum wanita." (HR. Muslim, hadits no. 2671)

Hikmah Hadits ;
1. Diantara konsekwensi iman kepada Allah Swt adalah bertutur-tutur kata yang baik, benar, sopan dan santun. Karena setiap diri manusia, antara lisan dan hatinya adalah selalu tersambung. Tutur kata adalah gambaran dari isi hati seseorang, jika baik hatinya maka akan baik pula tutur katanya, dan sebaliknya jika busuk dan kotor hatinya, maka akan busuk dan kotor pula tutur katanya dan ucapannya.
2. Berbuat baik terhadap wanita, merupakan salah satu wasiat Rasulullah Saw kepada umatnya. Karena wanita diciptakan atau diperumpamakan dengan tulang rusuk. Dan sifat dari tulang rusuk adalah bengkok, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah pada bagian paling atasnya. Ini merupakan gambaran dan sifat umum dari wanita, bahwa setiap wanita pasti memiliki sifat bengkok pada dirinya. Bisa jadi ia bengkok karena kekayaannya, kecantikannya, kedudukannya, dsb. Maka kepada kaum Adam, Nabi Saw berwasiat agar "pandai-pandai" bersikap terhadap kaum wanita, yaitu berusaha untuk meluruskan "kebengkokan" yang ada pada wanita dengan cara yang baik dan bijak. Jangan selalu diikuti, karena akan membuatnya semakin bengkok, namun jangan juga terlalu keras sehingga mematahkannya. Dan mematahkannya adalah menceraikannya (sebagaimana disebutkan dalam riwayat lainnya). Namun yang juga perlu digaris bawahi dari wasiat Nabi Saw dalam hadits di atas adalah meluruskan wanita dari "kebengkokannya" wanita dari sisi agama.
3. Bahkan dalam hadits lainnya diriwayatkan, dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mu'min yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik (akhlaknya) terhadap para istrinya." (HR. Tirmidzi, hadits no. 1082).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 116
Tiga Hal Dalam Muamalah Yang Sangat Dibenci Allah Swt

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، رَجُلٌ كَانَ لَهُ فَضْلُ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ فَمَنَعَهُ مِنْ ابْنِ السَّبِيل،ِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا، فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا سَخِطَ، وَرَجُلٌ أَقَامَ سِلْعَتَهُ بَعْدَ الْعَصْرِ فَقَالَ وَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ لَقَدْ أَعْطَيْتُ بِهَا كَذَا وَكَذَا، فَصَدَّقَهُ رَجُلٌ ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ { إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا } (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Ada tiga jenis orang yang Allah Ta'ala tidak akan melihat mereka pada hari qiyamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka disediakan siksa yang pedih. (Yaitu) #1. Orang yang memiliki kelebihan air di jalan lalu dia tidak memberikannya kepada musafir, #2. Seseorang yang membai'at imam dan dia tidak membai'atnya kecuali karena kepentingan-kepentingan duniawi, kalau dia diberikan dunia dia ridho kepadanya dan bila tidak dia marah, #3. Dan seorang yang menjual dagangannya setelah 'Ashar lalu dia bersumpah; demi Allah Dzat yang tidak ada Ilah selain Dia sungguh aku telah memberikan (shadaqah) ini dan itu lalu sumpahnya itu dibenarkan oleh seseorang". Kemudian Beliau membaca ayat ini: artinya ("Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…"). (HR. Bukhari, hadits no 2186)

Hikmah Hadits ;
Ada 3 perkara yang sangat dibenci oleh Allah Swt, hingga bahkan kelak di akhirat, Allah Swt tiada sudi memandang dan mensucikan mereka, serta meraka akan mendapatkan adzab yang sangat pedih, yaitu;
#1. Orang yang tidak mau berbagi kepada orang lain yang membutuhkan, khususnya (dalam konteks hadits di atas adalah) tidak mau berbagi air kepada musafir, padahal ia memiliki kelebihan air. Konteks hadits ini sebenarnya umum, mencakup tidak mau berbagi pada berbagai hal dalam kehidupan sosial. Karena diantara ciri orang yang beriman adalah rela berbagi pada orang lain yg membutuhkannya. Tidak mau berbagi berarti seperti tidak memiliki rasa iman kepada Allah Swt.
#2. Mendukung, mengusung atau membai'at seseorang sebagai pemimpin, dengan motivasi duniawi. Jika ia mendapatkan benefit duniawi seperti jabatan, proyek, uang dsb, maka ia akan mendukung dan membai'atnya. Namun jika ia tidak mendapatkan materi atau jabatan tertentu, maka ia meninggalkannya bahkan memusuhinya. Di zaman ini banyak terjadi, orang yg terkadang disebut sebagai ulama, ternyata justru mendukung dan mengusung non muslim sebagai calon pemimpin. Bahkan terkadang mereka membawa calon pemimpin tsb masuk ke dalam masjid yang suci, berbicara di mimbar dan menyuruh umat untuk cium tangan kepadanya. Semua dilakukan hanya karena dunia dan jabatan semata, na'udzubillah min dzalik.
#3. Orang yang bersumpah dengan nama Allah swt untuk mendapatkan keuntungan dunia. Seperti sumpah dalam bisnis, sumpah dalam kerjasama, sumpah dalam segala hal yang mendatangkan benefit duniawi. Maka mereka ini adalah sebagaimana yg digambarkan dalam Al-Qur'an ; "Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. (QS. 3 : 77)."
Semoga kita semua terhindar dari adzab dan kemurkaan Allah Swt, serta senantiasa selalu berada dalam rahmat dan keridhaan-Nya... Amiin Ya Rabbal Alamiin.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.

Rehad 115. Pesona Dunia Yang Hijau Dan Mempesona

Rehad (Renungan Hadits) 115
Pesona Dunia Yang Hijau Dan Mempesona 115

عن مُسْتَوْرِدًا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ، وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَم،ِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِع (رواه مسلم)
Dari Mustaurid ra (beliau adalah salah seorang dari bani Fihr) berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, "Demi Allah, tidaklah dunia ini dibandingkan dengan akhirat, kecuali hanya sebanding dengan jari telunjuk salah seorang dari kalian yang dimasukkan ke dalam lautan samudra,  maka perhatikanlah apa yang terbawa di jari tersebut?." (HR. Muslim, hadits no. 5101)

Hikmah Hadits ;
1. Dunia dan segala pernak pernik dan kemilaunya adalah pesona yang menipu dan memperdaya manusia. Siapapun dia, selagi dia masih merupakan seorang manusia, baik laki2 maupun perempuan, tua maupun muda, besar maupun kecil, mengerti ilmu agama ataupun awam terhadap ilmu agama, semuanya punya daya tarik yang sama, yaitu terpesona dengan kemilaunya dunia. Dunia dalam maknanya yang luas tidak hanya terbatas pada harta bendanya saja, namun mencakup pada 5-Ta, yaitu ; harta, tahta, wanita, kata (pujian dan eksistensi) dan cinta (popularitas, dicinta dan di elu-elukan dimana-mana).
2. Itulah dunia, dengan segala kemilau dan pesonanya yang kerap kali menjadi sumber perpecahan dan sumber malapetaka. Siapa yang tidak terpesona melihat uang yang melimpah ruah? Mobil yang mewah? Rumah yang megah? Wanita cantik yang senyumnya merekah? Pujian dari banyak orang yang membuat perasaan bangga dan membuncah? Atau juga dicintai dan dipuja-puji banyak orang di seluruh tempat dan wilayah? Itulah dunia, yang terkadang dapat membuai manusia hingga membuat suami istri bertengkar karenanya, saudara kandung saling gontok-gontokan olehnya, teman sekantor saling konflik akibatnya,  bahkan bisa terjadi organisasi Islam dan lembaga Da'wah, terpecah belah dan "terkubu-kubu-kan" lantarannya.
3. Padahal, jika dibandingkan dengan akhirat, kehidupan dunia dengan segala kemilau dan pesona yang tersimpan di dalamnya; hartanya, tahtanya, wanitanya, katanya dan cintanya, pada hakekatnya hanyalah seumpama jari telunjuk yang dicelupkan ke dalam luasnya lautan samudra yang membentang. Maka air yang tersisa dan melekat di jari telunjuk kita diantara luasnya air samudra adalah ibarat dunia dan segala isinya. Sementara bentangan air laut dan samudra nan membentang dari timur ke barat, utara dan selatan, adalah kebahagiaan dan keaenangan kehidupan akhirat yang abadi dan kekal selamanya.
Masya Allah...jika kita mau jujur, betapa ternyata telah jauh kita terperdaya dengan kehidupan dunia. Pagi, siang, sore dan malam, kita letih lantaran berlari mengejar dunia...Ya Allah.. ampunilah kami.. Tunjukilah jalan kami, agar kami dan keluarga kami terhindar dari tipu daya dan kemunafikan-kemunafikan kehidupan dunia....

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag.

Rehad (Renungan Hadits) 114
Menghindari Perkara Syubhat Dalam Muamalah

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَةٌ فَمَنْ تَرَكَ مَا شُبِّهَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ كَانَ لِمَا اسْتَبَانَ أَتْرَكَ وَمَنْ اجْتَرَأَ عَلَى مَا يَشُكُّ فِيهِ مِنْ الْإِثْمِ أَوْشَكَ أَنْ يُوَاقِعَ مَا اسْتَبَانَ وَالْمَعَاصِي حِمَى اللَّهِ مَنْ يَرْتَعْ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ (رواه البخاري)
Dari Nu'man bin Basyir ra bahwa Nabi Saw bersabda, Yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Dan diantara keduanya ada perkara2 yang syubhat (samar). Maka barangsiapa meninggalkan perkara yang syubhat karena khawatir mendapat dosa, berarti dia telah meninggalkan perkara yang jelas keharamannya. Dan barang siapa yang mendekati perkara yang syubhat, maka dikhawatirkan dia akan terjatuh pada perbuatan yang haram tersebut. Dan perbuatan maksiat adalah larangan-larangan Allah Swt. Maka siapa yang berada di dekat larangan Allah itu dikhawatirkan dia akan jatuh pada larangan tersebut." (HR. Bukhari, hadits no. 1910)

Hikmah Hadits ;
1. Bahwa dalam Islam terdapat perkara yang sudah jelas kehalalannya sehingga boleh untuk dilakukan atau boleh ditransaksikan, ada juga yang jelas keharamannya sehingga tidak boleh untuk dilakukan atau ditransaksikan serta ada juga yang samar antara boleh dan tidaknya, atau antara halal dan haramnya sehingga meninggalkannya adalah lebih mulia dan berarti menyelamatkan agama dan kehormatannya.
2. Seseorang yang berkecimpung pada transaksi atau pada aktivitas yang syubhat, pada hakekatnya ia sedang berada di area yang sangat dekat dengan "area haram" yang terlarang, yang nyaris sekali terperosok ke dalamnya apabila ia tidak berhati-hati.
3. Syubhat dalam muamalah dapat terjadi pada beberapa aspek berikut ;
#1. Syubhat pada objek akad, yaitu seperti barang yg ditransaksikan mengandung unsur yg tidak jelas. Seperti mentransaksikan makanan atau minuman yg tidak jelas halal haramnya, atau mentransaksikan barang yang umumnya digunakan utk maksiat, dsb.
#2. Syubat pada mekanisme transaksi suatu akad, yaitu seperti transaksi di area teras masjid, transaksi dimana pihak lain menggunakan fasilitas kartu atau pembiayaan konvensional, dsb.
#3. Syubhat terkait pihak yg berakad, yairu bertransaksi dgn anak kecil tanpa sepengetahuan walinya, atau pihak yg bertransaksi dgn kita tidak jelas (umumnya dlm jual beli online), atau penjual terduga sebagai seorang pencuri, dsb.
#4. Syubhat pada status suatu barang, seperti pemberian dari satu pihak kepada kita, krn kedudukan dan jabatan kita di kantor tsb, dsb.
Nah, sebaiknya kita berusaha untuk keluar dan menjauh dari area syubhat, karena dikhawarirkan bila terlena dengan syubhat maka akan menjerumuskan kita pada yang haram. Dan semoga Allah Swt hindarkan kita dari perkara2 yg syubhat dan kita semua diberikan rizki yang halal, banyak dan berkah, Amiiin Ya Rabbal Alamiin.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

Rehad (Renungan Hadits) 113
Ketika Pemimpin Menipu Rakyatnya Dengan Pencitraannya

عن مَعْقِل بْنَ يَسَارٍ قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِه،ِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّة (رواه مسلم)
Dari Ma'qil bin Yasar ra berkata, Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Tidaklah seseorang yang Allah anugerahi kepemimpinan untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia meninggal dunia, dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah Swt akan mengharamkan surga baginya." (HR. Muslim, hadits no. 3409)

Hikmah Hadits ;
1. Islam merupakan agama yang universal (baca ; kaffah), yang mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya mengatur aspek politik dan kepemimpinan, dimana apabila seseorang diberi amanah kepemimpinan berupa jabatan politik untuk mengurusi dan melayani rakyatnya, lalu dia tidak menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan berbuat (ghasy) yaitu menipu dan curang, lalu kemudian ia meninggal dalam keadaan yang demikian, maka ia tidak akan pernah masuk surga, atau dengan kata lain ia akan mendapatkan siksa di dalam kobaran api neraka.
2. Makna ghasy (غش) sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, secara bahasa adalah menampilkan dan memperlihatkan yang baik dan menyembunyikan yang jelek atau yang buruk, dengan maksud menipu atau memperdayai orang lain. Dalam kontek bisnis, pernah suatu ketika Nabi Saw melihat pedagang makanan, lalu Nabi Saw memasukkan tangan beliau ke tumpukan makanan tsb. Dan ternyata beliau mendapati tangan beliau basah (padahal makanan tsb terlihat baik dan kering di luarnya). Maka Nabi bersabda dengan keras kepada pedagang tsb, barang siapa yang ghisy (berbuat curang) diantara kita, maka ia bukan termasuk golongan kita. (HR. Muslim). Jadi, pedagang yg ghasy adalah pedagang yang menyembunyikan cacat, kekurangan dan keburukan barang dagangannya dan menampilkan yang baik dengan maksud menipu pembeli demi keuntungan pribadinya.
3. Sedangkan dalam konteks politik dan kepemimpinan; pemimpin yang ghasy adalah pemimpin yang menyembunyikan wanprestasi dan kegagalan dalam kepemimpinannya, namun ia memutarbalikkan fakta dengan menyembunyikan segala kekurangannya dan menampilkan dan mencitrakan keberhasilan pada rakyatnya dengan segala media yg dimilikinya. Misalnya ia mengklaim bahwa ekonomi membaik,  padahal kenyataannya ekonomi sangat terpuruk, pengangguran dimana2, inflasi meningkat, dan hutang negara menjadi melonjak sangat signifikan, dsb. Atau mencitrakan bahwa kemiskinan menurun dan kesejahteraan meningkat, padahal kenyataannya kemiskinan melonjak tajam dan kesejahteraan jauh api dari panggangnya. Atau mencitrakan nasionalisme ; cinta pada rakyat dan tanah airnya, namun kenyataannya justru membuka pintu lebar2 bagi tenaga kerja asing yang tdk bisa berbahasa tanah air kita, sementara tenaga kerja dari bangsa dan rakyatnya sendiri yang masih menganggur justru diabaikan dan dibiarkan saja. Maka bisa jadi pemimpin seperti ini adalah pemimpin yg ghisy yang diharamkan masuk surga sebagaimana sabda Nabi Saw. Mudah2an bangsa kita dihindarkan sejauh2nya dari pemimpin2 seperti itu dan kita diberikan Allah Swt pemimpin yang shaleh, amanah, profesional,  jujur dan memiliki integritas yang baik dan mulia yang membawa pada keridhaan Allah Swt.

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

;;