Rehad 107. Dan Para Sahabatpun Memiliki Rasa Cemburu

Rehad (Renungan Hadits) 107
Dan Para Sahabatpun Memiliki Rasa Cemburu

عن أَنَسَ بْن مَالِكٍ قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ قَسَمَ الْغَنَائِمَ فِي قُرَيْش،ٍ فَقَالَتْ الْأَنْصَارُ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْعَجَبُ إِنَّ سُيُوفَنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ وَإِنَّ غَنَائِمَنَا تُرَدُّ عَلَيْهِمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَمَعَهُمْ، فَقَالَ مَا الَّذِي بَلَغَنِي عَنْكُمْ؟ قَالُوا هُوَ الَّذِي بَلَغَكَ وَكَانُوا لَا يَكْذِبُونَ، قَالَ أَمَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَرْجِعَ النَّاسُ بِالدُّنْيَا إِلَى بُيُوتِهِمْ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللَّهِ إِلَى بُيُوتِكُمْ؟ لَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا أَوْ شِعْبًا وَسَلَكَتْ الْأَنْصَارُ وَادِيًا أَوْ شِعْبًا لَسَلَكْتُ وَادِيَ الْأَنْصَارِ أَوْ شِعْبَ الْأَنْصَارِ (رواه مسلم)
Dari Anas bin Malik ra, Bahwa ketika ditaklukkan kota Makkah (Fathu Makkah), Rasulullah Saw membagi-bagikan harta ghanimah kepada kaum Quraisy. Maka orang-orang Anshar pun berujar, "Ini sungguh-sungguh mengherankan. Pedang kita masih basah oleh darah musuh, tetapi harta rampasan kita diberikan kepada mereka (kaum Quraisy)." Lalu ungkapan itu sampai kepada Rasulullah Saw. Maka beliau pun mengumpulkan mereka dan bertanya, "Benarkah berita yang sampai padaku tentang ucapan kalian?" Mereka menjawab: "Apa yang mereka sampaikan itu benar ya Rasulullah, mereka tiada berdusta." Maka Rasulullah Saw bersabda, "Apakah kalian tidak rela kalau mereka (kaum Quriays) pulang dengan membawa harta benda dunia, sedangkan kalian semua pulang ke rumah masing-masing bersama dengan Rasulullah? Sungguh, seandainya ada manusia berjalan di suatu lembah dan bukit, sedangkan orang-orang Anshar melewati lembah dan bukit yang lain, niscaya saya akan mengikuti lembah dan bukit yang ditempuh oleh kaum Anshar." (HR. Muslim, hadits no. 1755)

Hikmah Hadits :
1. Bahwa manusia memiliki rasa cemburu, termasuk juga para sahabat yang mulia, padahal mereka adalah generasi terbaik dalam sejarah peradaban manusia. Karena rasa cemburu merupakan fitrah insaniyah, yang Allah lekatkan pada diri setiap manusia, tidak terkecali kepada para sahabat yang mulia, karena mereka adalah manusia biasa sebagaimana kita.
2. Kecemburuan sahabat Anshar adalah lantaran Nabi Saw membagikan ghanimah hanya kepada kaum Quriasy saja dan tidak memberikannya sedikitpun kepada kaum Anshar. Sementara kaum Anshar merasa paling berjasa dalam dakwah bahkan dalam perolehan ghanimah, bahkan diibaratkan seolah keringatpun belum kering, dan pedang2 merekapun masih basah dalam berjuang. Terbesit dalam diri mereka bahwa Rasulullah Saw seolah tidak berlaku adil kepada mereka.
3. Kebijaksanaan Nabi Saw dalam managemen konflik yang terjadi di kalangan para sahabat, dimana beliau langsung mentabayyun (baca ; mengklarifikasi) permasalahan yang terjadi, agar tidak menjadi meluas dan menjadi cikal bakal perpecahan. Lalu beliau menjelaskan alasan membagikan ghanimah tersebut hanya kepada kaum Quriaisy (sebagaimana juga dijelaskan dalam riwayat lain). Sabda beliau, "Sebenarnya, aku hanya memberi kepada orang-orang yang belum lama masuk Islam, sekedar untuk melunakkan hati mereka. Apakah kalian tidak rela kalau mereka pergi dengan harta benda dunia, sedangkan kalian pulang ke rumah masing-masing bersama Rasulullah Saw? Demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian bawa pulang adalah lebih berarti daripada apa yang mereka bawa." (HR. Muslim, no 1753)
4. Bahwa terkadang pandangan manusia sering tertutupi dengan kabut kepentingan dunia, sehingga membutakan hakekat yang sesungguhnya jauh lebih berharga. Maka Nabi Saw pun mengingatkan kaum Anshar perihal nikmatnya hidayah dan nikmatnya hidup bersama dengan Rasulullah Saw yang jauh lebih bernilai dan lebih berharga dibanding hanya sekedar harta ghanimah. Maka Nabi Saw bersabda, "Apakah kalian tidak rela kalau mereka (orang2 Quriays) pulang dengan membawa harta benda dunia, sedangkan kalian semua pulang ke rumah masing-masing bersama membawa Rasulullah?" Maka kaum Anshar pun tersadar, lalu mereka berujar, Benar ya Rasulullah, kami rela dan kami ridha." (HR. Muslim, no 1753).

Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc, M.Ag

0 Comments:

Post a Comment